Mohon tunggu...
Ratri Indah
Ratri Indah Mohon Tunggu... Lainnya - Learn for better future

Belajar dari kesalahan itu wujud dari perjuangan memaknai hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guruku Idolaku

27 Desember 2014   13:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat hari Ayah. .
Ungkapan itu pantas ditujukan pada bapak guru yang mendidik dengan rela dan meluangkan waktu dengan suka. Masih ingat dengan postingan saya, surat terbuka untuk dosen. Kala itu, tujuan saya menulis bukan untuk menjelekkan tapi pembelaan atas kesalahpahaman. Ibarat jalan, skripsi itu ditempuh bukan karena track lurus tetapi menanjak nain dan turun gunung.
Betapa dosen seperti itu wajib diacungi jempol bahkan tepuk tangan ruar biasa. Proses bimbingan dengan cara memberi waktu deadline dan dirindukan cara mendidiknya.  Sekarang setelah tidak dibimbing beliau, saya jadi rindu dididik dan didesak untuk lekas selesai.
Masih terlintas proses bimbingan tidak di ruang dosen. Menurut saya, dosen tersebut sangat perhatian dengan mahasiswanya. Agar tidak jenuh dalam mengerjakan, saya bimbingan tidak pernah di ruang dosen. Bimbingan demi bimbingan di luar ruang dosen. Sebut saja, saya pernah menunggu 45 menit di Bandara Adisutcipto, disuruh ke Kadisoka, di ruang akademik, di sekretariat Fakultas, dan minta acc di lantai 4.
Ada cerita menarik di Kadisoka. Acara tersebut sebenarnya ditujukan untuk syukuran sahabat-sahabat yang wisuda per Agustur sedangkan saya skripsi masih bimbingan Bab IV . Di Kadisoka tidak hanya ditraktir makan-makan tetapi juga diberi ole-ole dari luar negeri. He was so awesome.
Proses bimbingan di Lt. 4 sangat memacu semangat saya. Bagaimana tidak? Saya baru 3 (tiga) bulan lepas tongkat dan berupaya menapak di Lt. 4. Walaupun saya terlambat 15 menit ke lt. 4, tidak ada raut muka marah di wajah beliau. Beliau selalu menunjukkan "poker face".
Saya tidak pernah merasa dipersulit oleh beliau. Sesungguhnya diri sendirilah yang mempersulit keadaan.  Secara tidak langsung beliau mendidik tentang kehidupan di luar urusan kampus. Bagaimana menjadi sosok tangguh usai tidak sekolah dan dihadapkan dengan masyarakat.
Bagaimana kabar Bapak hari ini? Semoga Bapak beserta keluarga selalu diberikan keberkahan dan kesehatan.

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/10/18/surat-terbuka-untuk-dosen-602720.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun