Andai...semuanya berandai-andai aja ya. Sekedar hiburan atau lebih tepat disebut Renungan...alkisah Nek Minah menulis Email...(mengenang tentang peristiwa Nek Minah dan 3 biji kakao) Salam kompasiana...perkenalkan nama saya Minah, 55 tahun, saya ingin berbagi kisah dan cerita. Seminggu lalu, saya khilaf memetik 3 buah kakao yang memang bukan milik saya. Namanya juga khilaf, jadi mohon dimaafkan dengan ikhlas...setelah ditegur mandor perkebunan saya langsung mengembalikan 3 buah kakao itu, sekaligus meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Sampai di situ, saya berharap hal ini sudah berakhir. Namun, tidak lama berselang saya diperiksa pihak yang berwajib dan terpaksa saya harus duduk di meja hijau atas tuduhan pencurian. Saya jadi bingung, apa salah saya sebenarnya? Bukankah permintaan maaf dan pengembalian buah kakao saja sudah cukup. Saya ini orang "tua" yang buta hukum! Apakah memang seperti ini watak orang Indonesia yang pintar? Hanya berani kepada yang lemah seperti saya, lemah dalam artian tua dan lemah karena tidak berpengetahuan. Oh gusti Allah dimana keadilan??? Inikah teguranMu untukku atau untuk bangsa ini ya Allah. Tunjukkan kuasa-Mu! Menangislah wahai hakim, tetapi menangislah untuk dirimu yang tega menyidangkan aku. Tatap wajahku..wajah seorang ibu..seorang nenek..keputusan ini hanya untukmu...Semoga dunia tahu. Juga untuk para pemimpin, deritaku adalah deritamu. Ini adalah bukti bahwa hukum di negara ini masih bisa diperjualbelikan, masih banyak kesewenang-wenangan. Tunjukkan kalau kau memang benar-benar seorang pemimpin...Jangan keluarkan air matamu...negerimu telah dibeli! Putusan sidang, saya dijatuhi hukuman penjara 1 bulan 15 hari tetapi yang melegakan hal ini akan dilakukan apabila dalam waktu 3 bulan ke depan saya melakukan hal yang sama lagi. Mana mungkin! Alhamdulillah...saya tak jadi di bui, dan saya bisa bebas kembali melakukan kegiatan sehari-hari saya. Walau persidangan membuat saya lelah. Seribu rupiah saya keluarkan dari kocek saya sebagai biaya ongkos perkara. Sampai detik saya menulis email ini, saya masih sedikit bingung, sudah tidak adakah orang berjiwa besar di tanah air ini? Apakah ucapan permintaan maaf saya saja tidak cukup menenangkan? Lalu...bagaimana dengan para perampok uang rakyat (baca:koruptor)? Saya hanya seorang minah..tak lebih tak kurang...yang juga tidak memerlukan koin...yang saya butuhkan keadilan...ya..keadilan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H