Perkembangan teknologi zaman yang semakin cepat memang tidak bisa dipungkiri. Munculnya internet dan media sosial yang banyak digunakan oleh semua orang menimbulkan banyak masalah yang begitu banyak. Maka dari itu, di Indonesia dibuatlah Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Yang menjadi dasar dibuatkan UU ini bertujuan untuk mengatur pertukaran informasi dan transaksi elektronik.
Polemik yang terjadi saat ini adalah mengenai pasal karet yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial. Sebab dalam pasal tersebut bisa dikatakan sebagai undang-undang yang berbahaya. Terlebih lagi jika diterapkan oleh pihak-pihak yang tak paham soal dunia maya. Selain itu, pasal tersebut juga bisa digunakan dengan mudah untuk menjerat orang-orang demi membungkam kritik.
Pada dasarnya UU ITE diharapkan mampu untuk mengatur kebebasan berpendapat dalam media sosial ternyata mengalami ketidaksesuaian dalam penerapannya adanya UU ini justru dianggap membatasi dan bahkan membungkam kebebasan berpendapat itu sendiri. Akan tetapi ditemukannya pasal yang menuai kontra dan memiliki ketidakjelasan dalam implementasinya sehingga menjadi kelemahan di dalamnya.
Dalam penerapannya memang tak jarang mendapat yang disampaikan memuat unsur kritik dan saran yang mendasar pada suatu pihak pemerintah pun dapat dikatakan menjadi salah satu pihak yang sering dijadikan objek oleh masyarakat dalam berpendapat mengenai kinerja dan kebijakan adanya unsur kritik kepada pemerintah ini merupakan salah satu objek benda dapat terjerat oleh UU ITE.
"Pelaksanaan UU ITE ini mengesankan seolah-olah penegak hukum kepolisian dan kejaksaan menjadi alat dari kekuasaan untuk membungkam kritik jadi pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU ITE seharusnya dihapuskan saja agar masyarakat tidak sering melapor karena pengertian tindak pidananya sangat longgar," kata Abdul Fickar (mengkutip dari liputan6.com)
Diterapkannya UU ITE dalam memberikan hak kepada orang-orang yang mengutarakan pendapatnya dapat dikatakan sebagai bentuk pemerintah dalam membatasi kebebasan berpendapat itu sendiri. Penerapan UU ITE belum dapat berlaku sesuai tujuan yang seharusnya. terlebih adanya fakta hukum yang jauh lebih berat dalam UU ITE Seperti menunjukkan ancaman dan tindakan tersebut.
Sementara dari orang yang terjerat UU ini 88% itu masuk penjara untuk itu perlu dilakukan dialog sehingga pemerintah melek bahwa persoalannya tidak sederhana. Maka dari itu UU ITE ini harus segera mungkin untuk di revisi ulang UU tersebut oleh Pemerintah agar tidak terjadi penyelewengan atas jaminan dan perlindungan mengenai kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 25.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H