Mohon tunggu...
Ratnawati
Ratnawati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang ibu, guru, santri, penggiat literasi, aktivis peduli generasi

Meninggalkan rekam jejak dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indeks Pembangunan Gender Meningkat, Mampukah Menyelesaikan Persoalan Perempuan?

13 Januari 2024   22:10 Diperbarui: 13 Januari 2024   22:18 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin, menyatakan bahwa perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender.

Lenny N Rosalin mengatakan perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara. KemenPPPA pun menargetkan peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan pada 2024.

Namun, apakah benar meningkatnya Indek Pembangunan Gender (IPG) menunjukan tuntasnya persoalan perempuan?

Kapitalisme Menghancurkan Perempuan

Dalam kacamata sistem kapitalis perempuan dinilai berkualitas ketika perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini diukur dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender.  Dengan kata lain pemberdayaan perempuan diukur dengan keterlibatan perempuan dalam ekonomi.

Namun pada faktanya ketika kita melihat data meningkatnya Indek Pemberdayaan Gender tidak memberikan dampak positif pada penyelesaian problem perempuan. Misalnya tingginya angka kekerasan seksual, kasus KDRT, tingginya angka perceraian, dan bunuh diri pada perempuan.

Pertama. Menurut data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia pada 2022. Sementara dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. Kekerasan pada perempuan ini seringkali muncul dari KDRT. Betapa banyak kasus kekerasan pada perempuan berujung kepada pembunuhan. Pemberdayaan ekonomi perempuan apakah mampu menyelamatkan perempuan dari kekerasan ini? Padahal tidak sedikit kasus kekerasan kerap kali terjadi pada perempuan yang mandiri secara ekonomi.

Kedua. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 ada 516.334 kasus perceraian di Indonesia yang telah diputus oleh pengadilan. Sebanyak 75,21% atau 388.358 kasus perceraian yang dicatat BPS merupakan cerai gugat, yakni perkara perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya yang sah. Adapun menurut Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag) Agus Suryo Suripto, dari 93% perempuan yang mengajukan gugat cerai itu, 73% adalah perempuan-perempuan yang mapan secara ekonomi. Kemandirian perempuan dalam ekonomi justru menjadi salah satu pemicu perceraian. Pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi mendorong perempuan untuk aktif di sektor publik hingga meninggalkan peran vitalnya sebagai isteri dan ibu. Belum lagi persoalan generasi yang kerap muncul akibat perceraian ataupun akibat kurangnya pendidikan dalam keluarga karena hilangnya peran ibu. Apakah pemberdayaan gender telah mampu menuntaskan problem perempuan?

Kehidupan yang sekuler-kapitalis telah keliru memandang perempuan. Dalam kacamata kapitalisme perempuan berdaya adalah ketika perempuan mampu mandiri secara ekonomi. Sehingga perempuan tidak bergantung kepada laki-laki dan berkarier di sektor publik. Kapitalisme memandang munculnya persoalan perempuan karena perempuan lemah disisi ekonomi. Perempuan dinilai lemah karena ketergantungannya dengan laki-laki dan ketertindasan perempuan muncul karena diskriminasi peran perempuan di sektor publik. Sehingga menurut mereka kasus KDRT, kekerasan seksual pada perempuan dan problem perempuan lainnya akan selesai ketika perempuan mampu mandiri secara ekonomi dengan melalui pemberdayaan ekonomi perempuan. Caranya adalah dengan mendorong perempuan untuk aktif dalam legeslatif, perempuan menempati peran strategis dalam pemerintahan, serta keterlibatan perempuan dalam pembangunan. Tuntutan kesetaraan gender menjadi program unggulan yang akan terus dijalankan sesuai dengan pandangan mereka terhadap perempuan. Pengarusan ide kesetaraan gender terus dikampanyekan dalam program-program masyarakat. Akibatnya peran perempuan lebih banyak aktif disektor publik dan berkarier untuk mengejar kesuksesan ekonomi sementara minus dalam rumah tangga.

Islam Solusi Tuntas Persoalan Perempuan

Berbeda dengan kapitalis, Islam memandang perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Sebagaimana kaidah yang menyebutkan "al -Ashlu fi al-mar'ah annaha umm[un] wa rabbatu bayt[in] wa hiya 'irdh[un] yajibu an yushana", yakni hukum asal perempuan adalah ibu pengatur rumah tangga dan ia adalah kehormatan yang harus dijaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun