Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegpthy. Nyamuk yang menyebabakan DBD adalah nyamuk Aedes aegypti betina yang menghasilkan jentik nyamuk yang berjenis Aedes aegypti pula. Di Indonesia kasus DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah penderita 58 pasien dan 22 jumlah kematian. Semenjak itu kasus penyebaran DBD meningkat dan juga menyebar di seluruh keseluruh Kepulauan
Indonesia (Wowor, 2017).
Di Indonesia terjadi peningkatan kasus disetiap tahunnya. Peningkatan ini bisa terjadi terutama di negara negara yang beriklim tropis. DBD ini bisa ditandai demam tinggi sekitar 39-41 derajat selsius dengan pola demam yang tidak beraturan. Pola demam yang tidak berturan biasanya dapat dilihat dengan secara tiba tiba terjadi penurunan suhu tubuh pada hari ke 3 demam.
Ada pula gejala lain pada DBD adalah adanya demam tinggi sekitar 39-41 derajat selsius, dengan pola yang tidak beraturan. Pola ini dapat dilihat dari penurunan demam pada hari ke 3. Penurunan ini lah disebut pada fase kritis. Masa kritis ini merupakan masa dimana pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga timbul bintik-bintik merah yang tidak hilang bila diusap, adapun perdarahan lain yang dapat terjadi misalnya mimisan dan perdarahan pada saluran cerna. Pada fase kritis ini pasien harus segera ditangani oleh tenaga medis.
Maka dari itu penting sekali untuk menanggulangi kasus DBD melalui pencegahan perkembangan nyamuk agar tidak terjadi peningkatan kembali disetiap tahunnya. Adapun pengendalian atau pencegahan yang dapat dilakukan secara mandiri contohnya dengan menutup bak mandi dan membuang genangan air yang ada dipot maupuk kaleng yang ada disekitar perkarangan rumah, agar tidak digunakan sebagai media perkembangbiakan nyamuk.
Pengendalian atau pencegahan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi peningkatan kasus DBD di Indonesia dilakukan secara biologis wolbancia. Wolbancia ini merupakan bakteri gram positif yang akan diinduksian di nyamuk aedes aegypti jantan, yang diharapkan dapat membuahi nyamuk Aedes aegypti betina sehingga anak nyamuk akan membawa bakteri wolbancia. Nyamuk
berwolbancia ini pertama kali disebar pada tahun 2017 di Kota Yogyakarta. Nyamuk ini mampu menurunkan angka presentasse peningkatan kasus DBD di Kota Yogyakarta sebanayak kurang lebih 11% (Rokom, 2023).
Pada saat nyamuk wolbancia menggigit manusia, nyamuk ini tidak akan menularkan bakteri wolbancia. Maka dari itu nyamuk ini efektif untuk mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti yang beredar. Sehingga dapat
menurunkan kasus DBD di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H