Mohon tunggu...
Ratna Satyawati
Ratna Satyawati Mohon Tunggu... -

Seseorang wanita biasa dengan kesabaran yang sedang diuji

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tetes Embun

1 September 2016   05:58 Diperbarui: 1 September 2016   07:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dua hari yang lalu rasanya aku masih tertawa geli setengah terpingkal-pingkal. Aku benar-benar larut dalam cerita "Mukidi" yang tiba-tiba booming. Jangankan sempat membacanya, baru saja tahu bahwa itu cerita tentang Mukidi saja aku bahkan sudah langsung tertawa. Ada kebahagiaan yang entah dihembuskan dari arah mana. Saat itu aku benar-benar bersyukur pada Allah SWT (sambil kuangkat tangan ke atas dan kukatakan Alhamdullillah Subhanallah aku bahagia dan tertawa) Trimakasih ya Allah. Saat itupun aku berpikir aku akan bahagia selamanya, aku telah benar-benar lupakan masa lalu.

Tapi entah kenapa dari sejak semalam perasaan tak enak menggelayuti hatiku. Ada sedikit kecewa dan sempat 5 detik kutekan perasaan sambil pejamkan mata untuk menjatuhkan tetes air mata. Ya sesaat aku menangis lalu. Seperti khawatirkan sesuatu lalu seperti biasa kubaca buku Yasin lengkap dan kupaksa tidur sambil dengarkan beberapa lagu. Aku tertidur sekitar 01.25..... dan terbangun 03.40. Aku minum 1 liter 'insulin' yang aku buat sendiri (1 jeruk lemon direndam air), dan menyuap 2 sendok makan abon dan 1 biskuit. Akan aku lanjutkan puasa ini sampai entah kapan. 

Aku melangkah ke kamar mandi mengambil air wudhu dan lalu kulanjutkan solat Hajat dan Tahajut. Doaku kali ini biasa-biasa saja. Aku hanya seperti mengisi waktuku saja.  Kurebahkan lagi hingga waktu subuh. Ada rasa inginkan sebuah pelukan untuk aku bisa melalui kegelisahanku. Tapi entah itu selalu saja seperti tak pernah ada. Aku hanya selalu menatap seonggok tubuh yang membelakangiku. Aku hanya menahan rasa yang begitu dalam.

Dan entah pagi ini saat aku terbangun aku tak segera beranjak dari tempat tidurku. Aku hanya meraih ponselku dan kulihat beberapa pesan duka kematian dari  grup WA yg tidak terlalu menarik perhatian.

Beberapa teman di FB memberikan arti kasih sayang tentang keberadaanku dan almarhumah anakku.

Rasa sesak di dada ini semakin terasa. Aku tak sanggup lagi menahan tangis. Dan aku mulai benar benar menangis terisak. Ternyata aku masih selalu saja bisa menangis. Aku kecewa dan lagi lagi kecewa dengannya. Tapi aku tak ingin berdebat. Biarlah ini akan menjadi ceritaku di masa yang akan datang. Jika dengan begini saja aku bisa meredakan tangisku aku sudah sangat bersyukur. Biasanya aku akan kembali bangkit dengan aktifitas baru lagi. Ada rencana reuni yang semoga bisa untuk sesaat menghibur diri. Aku bersyukur Allah selalu ada bersamaku..... Trimakasih ya Allah jangan pernah tinggalkan aku walau 1 detik pun. Sebaik baik penjaga dan penolongku adalah ENGKAU.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun