Mohon tunggu...
Sri Hidayati
Sri Hidayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana UM Sumatera Barat

Berkarya dengan pena, menembus dunia, meraih ridha Ilahi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Takdir dengan kesiapan, antara rasa takut usaha dan keimanan

27 Januari 2025   12:22 Diperbarui: 27 Januari 2025   12:22 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bencana (gambar:doc. pribadi)

Mengatasi Takdir dengan Kesiapan: Antara Rasa Takut, Usaha, dan Keimanan

Baru-baru ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, mengenai potensi peningkatan bencana alam akibat perubahan ikli. Peringatan ini menyoroti risiko yang semakin besar terkait fenomena cuaca ekstrem dan bencana alam lainnya. Namun sikap kita sering berlebihan dengan dihantui rasa takut yang tiada henti semenjak info itu disampaikan

Rasa takut itu wajar, bahkan fitrah. Nabi Musa AS pun pernah merasa takut saat diperintah Allah untuk menghadapi Fir'aun. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berfirman, 'Janganlah takut, sesungguhnya engkaulah yang paling unggul (menang).'"
(QS. Thaha: 67-68).

Di sini, Allah mengajarkan bahwa rasa takut bukan sesuatu yang harus dilawan dengan penolakan, tetapi dihadapi dengan keyakinan. Takdir kita sudah digariskan, namun Allah memberi kita akal dan kemampuan untuk mempersiapkan diri.

Rasa Takut: Sumber Kewaspadaan

Ketika kita mendengar prediksi bencana, takut adalah reaksi alami. Namun, rasa takut tidak boleh menjadi perahu yang membawa kita tenggelam dalam lautan kepanikan. Dalam rasa takut itu sendiri ada rahmat, karena ia mendorong kita untuk berjaga-jaga. Bukankah Rasulullah SAW bersabda:
"Ikatlah untamu, lalu bertawakkallah kepada Allah" (HR. Tirmidzi)?

Rasulullah tidak mengajarkan kita untuk menyerah begitu saja pada takdir tanpa usaha. Sebaliknya, beliau menunjukkan bahwa persiapan dan tawakal harus berjalan seiring.

Takdir memang sudah ditetapkan, tetapi Allah tidak mencintai hamba-Nya yang pasrah tanpa usaha. Dalam konteks bencana, mempelajari mitigasi adalah bentuk nyata dari "mengikat unta" kita. Sistem peringatan dini, latihan tanggap bencana, dan meningkatkan kesadaran masyarakat adalah cara kita menunjukkan bahwa kita memahami peran manusia dalam menghadapi kehendak Allah.

Persiapan yang Diajarkan Iman

Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya tanpa panduan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok."
(QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini sering diartikan dalam konteks akhirat, tetapi ia juga berlaku untuk kehidupan dunia. "Hari esok" mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang akan datang membutuhkan perencanaan. Ketika kita mempersiapkan diri, kita tidak hanya mengurangi risiko bencana, tetapi juga menunjukkan ketaatan kepada Allah yang memerintahkan kita untuk menjaga diri dan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun