Suatu moment yang mungkin menjadi favoritku setelah ulang tahunku ke 17 adalah saat aku mencapai umur 21 tahun. Sampai sekarang aku tidak bisa lupa walaupun mungkin kado yang diberikan sudah tidak ada lagi.
Baiklah.. kurang lebih seperti ini ceritanya..
Aku berulang tahun pada tanggal 24 agustus, dan… yaa.. saat itu 23 juli 2006 papaku baru saja meninggal dunia. jelas keluargaku masih dalam keadaan berkabung, termasuk aku. Aku masih dalam keadaan terpukul dan belum menerima realita, karena memang aku ditinggal papa mendadak.
Papa meninggal dunia karena hipertensi yang membuat pembuluh darah di otaknya pecah. Hanya dalam waktu 12 jam semenjak papa anfal, nyawa-pun tercabut dalam raganya. Jiwa-jiwa yang terguncang masih ada di dalam diri aku, mama, dan adikku satu-satunya (aku dua bersaudara). Maka wajar saja, saat menyentuh bulan agustus, aku tidak banyak bicara tentang ulang tahunku. Sangat jauh berbeda dengan ulang tahun-ulang tahunku sebelumnya, dimana biasanya dari satu bulan sebelumnya aku sudah ramai merancang acara ataupun ritual-ritual seru bersama keluarga, sahabat, dan juga band-ku.
Agustus 2006, aku memilih diam, aku memilih untuk tidak menganggap ada ulang tahunku.. untuk apa?!? Karena dimataku itu hanya akan membuatku sedih, mengingat hari ulang tahunku sebelumnya yang penuh kebahagiaan dan masih ada papa.
Karena memang semenjak itu aku mem-fokus-kan diri pada dua hal, kuliah dan band-ku. Karena dua hal itu adalah impian papa, yup.. papa adalah seseorang yang support aku dalam segala hal yang menjadi mimpiku. Dia izinkan aku apa saja, asalkan aku bisa mempertanggung jawabkannya. Aku mau musik, dia belikan bass.. dia juga yang menjadi manager bandku. Aku mau teater, papa juga selalu datang ke acara pentasku. Aku mau kuliah, dia belikan buku-buku bagus yang menjadi keperluanku. Itulah papa! Maka.. saat papa pergi, aku hanya berfikiran untuk mewujudkan semua impiannya…untuk melihat anaknya berhasil.
Alhamdulillah, untuk masalah kuliah aku memang tidak terlampau bermasalah, bukan karena pintar, namun karena niat dan tekad-ku yang menggebu. Maka, 15 agustus 2006… ketika semua teman-temanku menikmati liburan semester, aku justru “colongan” Praktek Kerja Lapangan di sebuah kantor majalah, melupakan untuk bersenang-senan atau melepas penat akibat ujian akhir semester, dan pastinya melupakan ulang tahunku yang tinggal seminggu-an lagi.
Sampai akhirnya semakin mendekati hari ulang tahunku, semakin banyak kejadian yang menyebalkan. Mungkin karena pertama kalinya ngerasain dunia kerja, ngerasain jadi jurnalis, kesel kehilangan waktu main, dll…dll.. puncaknya adalah tiga hari sebelum hari ulang tahunku. Waktu itu aku iseng bertanya sama mama..
“ma.. kira-kira ulang tahunku ngapain ya..”
“nggak usah ngapa-ngapa-in, udah nggak ada papa…”
aku tersentak kaget, antara sedih, marah, kecewa, nyampurrr aduk jadi satu!
Tapi aku tidak bisa marah, karena mau marah sama siapa? benar kata mama.. memang keadaannya aku sudah tidak punya papa, aku juga tidak bisa sedih.. karena kalau sampai aku menangis dan mama melihat aku menangis, aku bisa membuat mama lebih menangis lagi. Memang seperti inilah aku, suka sok kuat, di keluarga aku yang terlihat “tidak kenapa-kenapa”, aku tutupi semua dengan semangatku dalam latihan band, belajar, atau kegiatan-kegiatan lainnya. Aku berusaha terlihat kuat agar keluargaku juga ikutan kuat.
Aku hanya diam dan pura-pura tidur (aku biasa melakukan ini untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan atau pembicaraan yang bikin aku marah atau sedih). Tiba-tiba mama bangunin aku.. nah ini dia yang membuat aku tidak bisa menahan kesal lagi,
“mbak, itu fiana, keponakan kamu.. seneng sama handphone kamu, kamera-nya bagus katanya.. jual ke dia aja ya, kan kita butuh duit juga”
WHAATTT?!?????
Oke, kalau aku tidak dapat apa-apa di hari ulang tahunku mungkin masih bisa “nggak apa-apa” tapi kalau aku harus kehilangan barang berharga di hari ulang tahunku juga….?!? Astagaaa…
Aku lupa omonganku waktu itu apa ke mama, cuma yang jelas.. aku marah.. aku mengumpat abis-abis-an.. namun bagaimanapun aku ngomel, om-ku sudah transfer duitnya ke mama, dan besok handphone ku itu sudah menjadi milik keponakanku.
Baru itu aku menangis, dan baru kali itu aku terguncang..
Di kantor tempat aku PKL aku kerja asal-asalan, bukannya bikin naskah justru bikin puisi-puisi nggak penting di komputer kantor, diomelin sama bos juga cuek aja. Aku semakin tidak bersemangat untuk menyambut bertambahnya umurku.
Sampai akhirnya tibalah 24 agustus, hari dimana saat aku tepat berumur 21 tahun. Kalian tau rasanya saat itu? Aku bahkan tidak mau melihat matahari, rasanya hanya mau tidur saja dan melalui hari itu begitu saja. Dalam hati aku berkata,
“apanya yang perlu dirayakan hari ini?!?”
tetapi karena deadline, aku terpaksa masuk. Tidak ada satu senyumanpun yang hadir dari bibirku, semua orang yang mengucapkan selamat juga aku balas dengan dingin.
Mama, adekku, eyang, sahabat-sahabatku, teman-temanku, apalagi orang kantorku yang malah ngajak rapat hari itu-_-*
benar-benar hari yang buruk, ditambah lagi saat jam pulang kantor mama me-nelp aku dan bilang agak terlambat menjemputku. Makin kesal saja rasanya. Biasanya aku pulang jam 5, tapi hari itu aku dijemput jam 6, lumayan juga nunggu satu jam di kantor yang agak-agak serem juga disitu.
Saat mama menjemput aku, aku juga diam saja, mau marah juga males. Di otak-ku saat itu hanya mau pulang dan tidur. Maka jelas saja aku bertambah kesal saat mama membelokkan mobil ke masjid yang ada didekat rumahku.
“ngapain?” tanyaku ketus.
“mama solat maghrib dulu” jawab mama santai.
“apa bedanya sama solat dirumah sih?!? Ini kan belok juga sampai rumah kita!” balasku yang tidak dihiraukan oleh mama.
Mama dengan tenang mengambil mukena dan meninggalkan aku di mobil yang masih menggerutu.
Akhirnya, aku sampai juga dirumah, dengan muka yang awut-awutan. Sama sekali tidak terlihat seperti anak yang sedang merayakan ulang tahunnya. Aku justru terlihat semakin “bocah” dengan ngambek seperti ini.
“lewat depan aja, itu baru dipel..” ajak mama saat aku mau berjalan lewat garasi. Aku tidak banyak komentar, mengikuti perintah mama.
Hampir saja aku mau mengamuk saat membuka pintu depan tetapi masih dikunci, namun saat ada seseorang yang membukakan pintu aku mulai heran,
“nah lohh.. ada siapa dirumah, kan lagi nggak ada orang”ujarku dalam hati.
Begitu aku buka, astaga… air mataku tidak bisa aku tahan lagi, ruang tamuku banyak orang, ada hiasan-hiasan ulang tahun, ada balon, dan semua orang menyanyikan ulang tahun. Aku perhatikan wajah-wajah yang ada disana. Semua ada!
Sahabat-sahabatku, teman-temanku, bahkan teman lamaku waktu aku di sd juga ada.. semua datang merayakan ulang tahunku. Adekku ketawa-ketawa sambil cium tangan untuk memberikan selamat ulang tahun. Kemudian tibalah saatnya membuka kado. Semua memberi kado yang lucu-lucu. Sahabatku memberikan sebuah DVD yang isinya rekaman-rekaman aku dan bandku, ada yang aku lagi nangis, aku lagi ngambek, aku lagi ketawa, dan pastinya aku yang sedang berlaga diatas panggung hehe..
Terakhir, sebuah kado berbentuk kotak dari mama dan adikku, dan… kembali aku menangis.. kalian tau apa.. sebuah handphone baru yang dulu aku idam-idamkan.
Aku pernah bilang mau handphone itu karena warnanya orange.. iya.. dulu aku suka bangettt warna orange, dan sound untuk mendengarkan musiknya bagus banget. Tapi karena mahal, ya sudah.. tidak pernah ngarep lagi.. dan ya ampun.. ternyata aku kemarin melepas handphoneku untu mendapatkan handphone keren berwarna orange ini!
“elo harus tau perjuangan kita waktu beli si orange ini ri! Udah kebeli terus balik lagi gara-gara adek lo tau itu warnanya bukan orange… adek lo bilang elo suka orange, jadi harus orange” terang sahabatku.
Sayangnya aku memang kurang ekspresif, hehehe.. sebenarnya ingin sekali aku memeluk mama dan adikku saat itu. Tapi akhirnya aku hanya tersenyum saja.
Dan aku baru tau, keluarga dan sahabatku membuat ini untuk aku agar aku tidak selalu berada dalam duka cita karena kehilangan papa, karena papa sudah bahagia dan tenang disana.
Memang keadaan tidak akan pernah sama, namun selalu berada dalam duka juga tidak akan berguna, papa memang sudah tidak ada.. namun aku tetap harus melanjutkan hidup, karena masih ada mama.. adekku.. eyang.. sahabat-sahabatku yang masih membutuhkan aku.
24 agustus 2006 menjadi hari berharga dan kado terindah dalam hidupku, pelajaran berharga untuk tidak terpuruk terlalu lama dalam duka karena masih banyak cinta disekitar kita.. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H