Mohon tunggu...
Ratna Patria
Ratna Patria Mohon Tunggu... -

Theatre

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menuju Jurnalisme Warga Berkualitas

5 April 2014   10:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jurnalisme Warga merupakan suatu bentuk kontribusi dari masyarakat umum dalam mencari, mengumpulkan data dan menyampaikan informasi. Jurnalisme warga tau Citizen Journalism menyebar luas setelah tsunami Aceh. Dan Gillmor menyebut bencana gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 sebagai titik balik kemunculan jurnalisme warga.

Beberapa gambar terbaik saat tsunami, yang kemudian ditayangakan sejumlah televisi, ternyata hasl rekaman warga yang bukan wartawan terlatih. Dengan alat perekam berupa video digital dan kamera digital, masyarakat kini telah bergerak jauh dalam jurnalisme partisipatif atau jurnalisme warga (Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalilsme: Kesaksian Dari Tanah Bencana, 2010:158).Penulis beranggapan bahwa jurnalis warga tidak semata-mata memberikan informasi yang erkandung unsur 5W+1H di dalamnya. Informasi yang diproduksi sebaiknya adalah informasi yang menyangkut banyak orang, bermanfaat, berisi dan penting. Jurnalisme bukan ilmu eksklusif, semua orang mampu mempelajarinya.

Perbedaan mendasar dengan wartawan sebagai profesi hanya tingkat pengalaman dan pengetahuan yang membuat wartawan tersebut semakin mahir. Wartawan yang memang memepelajari sejak di bangku perkuliahan akan lebih paham mendalam mengenai profesinya.

Sementara jurnalisme warga yang perlu ditekankan salah satunya adalah isi dari berita yang diproduksi secara individu. Jurnalisme bukan merupakan hal mudah, karena wartawan atau individu tersebut secara tidak langsung bertanggung jawab atas tulisan atau berita yang dibuat.

Wartawan sebagai profesi dituntut untuk memproduksi berita yang terkandung nilai-nilai di dalamnya. Sama halnya dengan jurnalisme warga. Kegiatan juranalisme warga diharapkan bisa membuat masyarakat semakin peka dan kritis terhadap lingkungan sekitarnya, selain itu juga bisa mengasah kemampuan analisis seseorang. Maka sebaiknya dibiasakan membuat berita yang memiliki isi sebaik profesi wartawan.

Ada simbiosis mtualisme ketika kita mau belajar dengan jurnalisme warga sebagai “alat”nya. Ketika seorang individu yang tidak berprofesi sebagai wartawan ingin menulis atau memproduksi berita, ia akan mencari tahu terlebih dahulu data-data yang bisa dijadikan sebagai acuan informasi. Kemudian bagaimana cara menulis, sistematika penulisan berita, dan lain sebagainya. Dari hal tersebut seseorang akan mendapat pengetahuan baru.

Keuntungan selanjutnya adalah dari tulisan tadi, orang lain yang mengakses medianya juga akan mendapat informasi yang baik pula. Analisis yang mendalam akan menambah pengetahuan bagi pembaca. Sehingga sudut pandang pembaca bertambah atau lebih terbuka dengan adanya berita tersebut.

Berita apa yang diproduksi oleh jurnalisme warga? Menurut Dja’far H. Assegaff dalam buku Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita karangan Sedia Wiling Barus (2010) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang terkini (aktual), yang dipilih wartawan untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya atau karena akibat yang ditimbulkannya, atau entah karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan (Jurnalistik Masa Kini).

Menurut Jakob Oetama dalam bukunya Perspektif Pers Indonesia mengatakan bahwa berita itu bukan fakta, tetapi laporan tentang fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau membutanya masuk dalam kesadaran publik dan dengan demikian menjadi pengetahuan publik.

Kata berita tidak kemudian menjadi sesuatu yang serius, berat, berbau politik atau kriminal dan lain sebagainya. Namun bisa beruba human interest seperti yang dikatakan oleh Menurut Dja’far H. Assegaff di atas. Ide yang ringan namun mampu membuatnya masuk dalam kesadaran publik (menurut Jakob Oetama).

Pada dasarnya berita mengandung beberapa unsur, antara lain:


  1. 1.Suatu peristiwa, kejadian, gagasan, pikiran, fakta yang aktual;

  1. 2.Menarik perhatian karena ada faktor yang luar biasa di dalamnya;

  1. 3.Penting;

  1. 4.Dilaporkan, diumumkan, atau dibuat untuk menjadi kesadaran umum supaya menjadi pengetahuan bagi orang banyak;

  1. 5.Dimuat dlam media tertentu.

(Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, 2010:27)

Belum ada indikator pasti bagaimana atau seperti apa jurnalisme warga itu sendiri. apakah bisa dengan media apapun? Bagaimana dengan Twitter atau Facebook, misalnya. Sejauh isi yang diberikan mengandung nilai informatif yang penting bagi masyarakat luas, tidak ada salahnya, namun tentu akan lebih baik jika kita memuat berita tersebut ke blog. Sehingga tidak kehilangan unsur 5W+1H.

Ada begitu banyak literatur yang mengatur bagaimana seharusnya wartawan mencari, mengumpulkan dan menyiarkan berita. Terlihat tidak mudah menjalankan profesi wartawan karena banyak yang harus ditaati. Hal ini yang justri dipertanyakan oleh Mochtar Lubis, dimana letak kebebasan pers ketika ada undang-undang atau peraturan yang “mengikuti” proses jurnalistik. Kita ambil sisi positifnya saja, peratiran tersebut ada untuk mencegah jurnalisme yang kebablasam, yang justru tidak mendidik masyarakatnya.

Seperti yang ada dalam Kode Kehormatan Internasional Jurnalistik nomer 8, dikatakan bahwa Dia (wartawan) akan menganggap sebagai pelanggaran-pelanggaran profesional yang besar hal-hal berikut: plagiarisme, maki-makian, cercaan, tuduhan-tuduhan palsu, dan penerimaan sogok untuk menyiarkan atau tidak meyiarkan sesuatu (Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, 2010: 250)

Apresiasi dalam Bidang Jurnalistik

Di dunia jurnalistik juga ada apresiasi bagi mereka para wartawan handal yang mampu membuat berita atau naskah yang mampu menyadarkan masyarakat. Penghargaan ini dinamakan Mochtar Lubis Award. Penghargaan yang masih dianggap paling bergengsi di dunia jurnalistik dan sastra diharapkan dapat menjadi pendorong dan perangsang buat para wartawan (dan penulis) bagi pencapaian karya jurnalistik profesional yang bermutu tinggi (Menuju Jurnalisme Berkualitas, 2009:XI). Bagaimana dengan jurnalisme warga? Sementara yang bukan wartawan pun memungkinkan memiliki penulisan yang juga apik. Belum ada hasil dari jurnalisme warga yang diapresiasi setingkat pemberian penghargaan. Namun apresiasi dalam bentu lain, ditampilkan atau disiarkan di televisi, misalnya. Itu baik, sangat baik. Tetapi apakah hanya sampai di situ saja? Siapa tahu suatu saat Penghargaan Mochtar Lubis bisa didapatkan oleh masyarakat awam dan membawa hasil jurnalisme warganya ke jenjang yang lebih tinggi. Pengguna internet pada awal 2009 lalu hanya sekitar 25 juta dengan tingkatbpenetrasi rendah. Kegemaran membaca bangsa kita juga tidak tinggi. Dan sejauh ini kemampuan para pengelola blogs masih kalah jauh dengan para jurnalis profesional yang terhimpun dalam suatu media. Semua itu menunjukan bahwa sekarang media konvensional masih jauh unggul dibandingakan jurnalisme pribadi (jurnalisme warga) (Menuju Jurnalisme Berkualitas, 2009: XIII)

Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat seharusnya juga mampu mengikuti perkembangan teknologi. Ketika diimbangi dengan kemampuan yang baik untuk jurnalisme warga, informasi dan teknologi yang ada tidak menjadi sia-sia. Kita sebagai manusia juga bisa semakin cerdas dalam memanfaatkan media yang ada. Bukan malah “digunakan” oleh media, namun “menggunakan” media. Tulisan ini bukan hal menyaingi profesi wartawan namun memiliki visi misi yang sama, mewujudkan situasi sosial yang lebih baik, baik pemerintah atau masyarakatnya. Memajukan bangsa sendiri dimulai dari hal yang kecil. Menulislah, maka kita kelak akan diingat dengan membaca tulisan-tulisan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun