Abraham Harold Maslow (1908-1970), seorang psikolog dari Amerika, yang merupakan pelopor aliran psikologi humanistik, memiliki sebuah teori mengenai tingkatan kebutuhan manusia, atau dalam baahsa Inggrisnya yaitu Hierarchy of Needs.
Teori ini mengungkapkan bahwa sejatinya, manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda tingkatannya, mulai dari yang paling rendah yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs) seperti makan, minum, istirahat, seks, tidur, dan tempat tinggal; lalu tingkat berikutnya kebutuhan rasa ama (safety needs) seperti hukum, stabilitas, ketertiban, kebebasan dari rasa takut; lalu kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (belongingness and love needs) seperti keintiman dengan pasangan, persahabatan, penerimaan orang lain; lalu kebutuhan penghargaan (esteem needs) seperti prestasi, martabat, status, dan yang paling tinggi menurut Maslow adalah kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization) seperti mencari pertumbuhan pribadi, mengembangakan potensi diri, dan pemenuhan diri.
Dalam dunia pendidikan, tingkatan kebutuhan manusia ini dapat diterapkan di dalam sebuah institusi misalnya sekolah, agar siswa yang belajar di sana dapat fokus belajar, mencari ilmu dan mengerjakan tugas sebagai bentuk aktualisasi diri, sehingga kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu. Contohnya, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, dapat diadakan program makan pagi dan siang di sekolah, agar siswa tidak kelaparan saat pembelajaran berlangsung. Dari segi keamanan, sekolah juga dapat menyediakan petugas keamanan di lingkungan sekolah, ruangan yang memadai dan nyaman. Untuk kebutuhan rasa kasih sayang, siswa dikenalkan akan kerja kelompok, dan acara yang melibatkan kerjasama antar siswa; dan untuk pemenuhan kebutuhan harga diri, contohnya sekolah menyediakan sarana organisasi (OSIS), atau dapat juga memberi apresiasi kepada siswa yang berprestasi memenangkan lomba.
Yang menarik adalah, Maslow mengatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (paling tinggi) namun sering terganggu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di bawahnya sehingga seringkali manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya. Dalam pengamatan pribadi saya, fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar, khususnya di lingkungan sekolah, adalah bahwa siswa yang kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi (tidak kelaparan, tidak kelelahan, tidak sulit mencari uang, dan memiliki akses yang baik untuk belajar), tidak jarang pula yang justru tidak memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Dalam contoh ekstrim, justru mereka merasa nyaman dengan keadaan seperti itu dan tidak butuh sesuatu yang lebih dari kenyamanan mereka. Sebaliknya, dalam pengamatan terhadap siswa yang tergolong biasa saja (berkecukupan namun tidak mewah dan high profile), mereka memiliki tujuan belajar dan impian yang tinggi, dan bersemangat untuk mengerjakannya sebaik mungkin.
Apakah akan ada reformasi teori kebutuhan di masa selanjutnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H