Penulis: Ratna Nurshiah Maharani (2406536)
Dosen Pengampu: Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd. dan M. Irfan Ardiansyah, S.Pd.
Di sebuah desa kecil di Tapanuli Selatan, peristiwa tragis terjadi ketika seorang pelajar dengan tega menendang seorang nenek hingga tersungkur. Insiden ini tidak hanya menjadi sorotan masyarakat setempat, tetapi juga mencerminkan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab."
Menurut keterangan warga, insiden terjadi pada pagi hari saat nenek yang berusia sekitar 70 tahun tengah berjalan menuju pasar. Tanpa sebab yang jelas, pelaku, seorang pelajar SMA berusia 16 tahun, menghampiri korban dan menendangnya hingga jatuh ke tanah. Beberapa saksi mata yang melihat kejadian langsung menolong sang nenek dan membawa pelaku ke aparat desa. Motif tindakan pelaku masih dalam penyelidikan. Namun, pihak kepolisian menduga bahwa tindakan tersebut dipicu oleh masalah pribadi yang melibatkan keluarga korban dan pelaku.
Kejadian ini memicu kemarahan warga. Banyak yang menyayangkan tindakan pelaku, yang dianggap jauh dari nilai-nilai moral dan budaya lokal yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap orang tua. Bahkan, para tokoh masyarakat menekankan pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. "Perilaku seperti ini tidak mencerminkan kepribadian bangsa yang berlandaskan Pancasila. Kita harus menanamkan rasa hormat dan kasih sayang, terutama kepada mereka yang lebih tua," ujar salah satu tokoh adat setempat.
Setelah kejadian, pelaku langsung diserahkan ke pihak kepolisian untuk proses lebih lanjut. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan pasal tentang penganiayaan. Jika terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman pidana meskipun usianya masih di bawah umur.
Refleksi nilai Pancasila:
Kasus tersebut menjadi cerminan pentingnya pendidikan karakter di kalangan generasi muda. Solusi yang dapat diambil melibatkan sinergi antara sekolah, keluarga, pemerintah, dan komunitas. Pendidikan karakter yang menanamkan nilai empati dan penghormatan harus lebih ditingkatkan di sekolah dan rumah. Pendekatan restorative justice bisa digunakan agar pelaku menyadari dampak perbuatannya, dengan memberikan kesempatan untuk meminta maaf dan belajar dari kesalahannya melalui kegiatan sosial. Kampanye anti-kekerasan dan penyuluhan oleh tokoh masyarakat dan pemerintah juga perlu digencarkan. Selain itu, sekolah harus meningkatkan pengawasan dan menyediakan konseling untuk membantu pelajar menyalurkan emosi secara sehat. Sanksi edukatif yang membina, seperti keterlibatan dalam kegiatan sosial, dapat mengajarkan pelaku tentang pentingnya menghormati orang lain, terutama lansia. Semua upaya ini diharapkan mampu mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan dan membangun lingkungan yang penuh empati dan saling menghargai.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pendidikan karakter yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sila kedua menuntut setiap warga negara untuk berlaku adil dan beradab dalam bersikap kepada sesama manusia. Tindakan seperti ini tidak hanya melukai korban secara fisik, tetapi juga mencederai nilai luhur bangsa. Masyarakat berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan, dan semua pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan lingkungan, dapat berperan aktif dalam menanamkan moral yang baik kepada generasi muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H