Mohon tunggu...
Ratna Frenty
Ratna Frenty Mohon Tunggu... Dosen - Harapan-Opini-Doa-Keresahan-Kebahagiaan-Kesehatan-Tri dharma

Berupaya teguh menapaki jalan lurus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia (She, He)

25 September 2013   22:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:24 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

22 sept 2013, 21:57 WIB

Dia (perempuan) dulu adalah idola saya.

Saya kagumi kecakapannya, kecerdasannya dan kewibawaannya.

Saat itu, saya ingin menjadi seperti dia.

Dia (perempuan) dulu adalah kakak yang saya hargai.

Saya lembutkan suara saya ketika berbicara dengannya.

Saya hargai dia karena saya pikir dia gadis yang manis, walaupun dia dari “organisasi sebelah”.

Dia (laki-laki) dulu senior yang saya banggakan.

Tenang dan sangat sophisticated dalam hal teknologi. Saya suka dia. Dia smart.

Dia (laki-laki) adalah teman saya yang dulu semasa perjuangan sangat dielu-elukan.

Saya akui dia pintar berbicara, menarik perhatian banyak orang.

Terlepas dari urusan cintanya, sebagian orang sangat bangga padanya.

25 sept 2013, 22:12 WIB

Dia (perempuan) sekarang bukan lagi jadi idola saya.

Kecakapannya, kecerdasannya dan kewibawaannya, sudah luntur.

Bukan karena dia bilang saya semacam kacang kupa dengan kulitnya.

Hanya karena saya sudah berganti idola.

Apakah dia tahu saya lebih baik dari diri saya sendiri?

Kontak mata langsungpun kita tidak pernah.

Dia (perempuan) adalah kakak yang masih saya hargai.

Saya masih berpikir sebenarnya dia gadis yang manis.

Dia hanya membaca tulisan saya, lalu menilai saya.

Apakah dia bisa menilai saya dari tulisan saya???

Saya membaca tulisan Djenar, lalu menilai Djenar.

Apakah saya bisa menilai Djenar dari "Jangan Main-main (dengan kelaminmu)"???

Saya bahkan bukan sahabat Djenar. Apakah dia (kakak perempuan) itu sahabat saya???

Dia (laki-laki) memang tenang dan sangat sophisticated dalam hal teknologi.

Saya pikir dia kakak yang cukup saya kenal karena dulu kita pernah beberapa kali berinteraksi.

Saya berbicara padanya selayaknya kepada abang.

Tapi dia berbicara kepada saya seakan-akan saya orang lain.

Dia (laki-laki) sekarang adalah 1 dari teman saya yang lain.

Saya akui dia masih pintar berbicara, menarik perhatian banyak orang dalam berkomentar.

Entah sebenarnya maksudnya berperan bijak atau apa?

Apakah ini saya ataukah tulisan saya?

Memang karena isinya atau karena saya yang membuatnya?

Bagaimana jika teman saya dari “organisasi sebelah” yang membuatnya?

Atau “orang atas” yang membuatnya?

Apakah sinematis dan dramatis jadinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun