[caption caption="7.000 warga Malinau Kalimantan Utara terpaksa tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak menerima undangan dari KPU (Foto: RJ)"][/caption]
Perhelatan pemilihan kepala daerah secara langsung di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, 9 Desember 2015 lalu ternyata menyisakan banyak persoalan. Berdasarkan data hasil perhitungan KPU Malinau, sebanyak 7000 warga di Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau, ternyata tak bias menggunakan hak pilihnya karena tak mendapat undangan dari KPU.
Jika dilihat dari jumlah pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT) jumlah tersebut secara persentase sejumlah 41 persen dari total jumlah pemilih tetap yang berjumlah sekitar 17.000 orang.
Menurut Yunus Poddalah, yang merupakan tim sukses dari calon pasangan Martin Labo-Dato Nasir (Mandat), sebagian besar masyarakat yang tak diundang tersebut berasal dari daerah yang menjadi basis Mandat.
“Kita sudah check, ini merata di hamper semua basis Mandat. Ini aneh karena pada Pileg dan Pilpres yang lalu mereka masih terdaftar sebagai pemilih dan sempat menggunakan haknya,” ungkap Yunus, Senin (14/12/2015).
Menurut Yunus, nilai 7000 itu hanya di satu kecamatan saja, belum ternasuk di kecamatan lain.
Tidak hanya tak diundang memilih, kecurangan juga terindikasi pada banyaknya pemilih dari luar, yang namanya tak terdaftar di DPT, tapi ikut memilih hanya bermodalkan KTP.
Pelanggaran-pelanggaran lain adalah banyaknya temuan pihak Camat beserta PPK, KPPS yang membuka kotak suara secara illegal.
“Mereka buka tengah malam di luar dari jadwal dan tanpa kehadiran dari saksi kami,” ungkap Yunus.
Pasangan Yansen TP – Topan Amrullah (Yatop) yang menjadi saingan Mandat sendiri adalah pasangan incumbent. Ia diduga banyak melakukan intimidasi ke Camat dan Kepala Desa untuk mmeberikan dukungan padanya.
Menurut Yunus, atas banyaknya kecurangan yang terjadi, yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada, pihaknya akan mengajukan tuntutan secara hokum.