Mohon tunggu...
Ratna Islamiati
Ratna Islamiati Mohon Tunggu... -

Hidup hanya sekali, jadi niatkanlah untuk lurus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisiku Beku di Dalam Kulkas....

13 September 2011   10:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

puisiku hanya onggokan sampah saat ku lihat banyak anak-anak harus bertelanjang dan tak sekolah puisiku hanya onggokan sampah saat ku dengar jerit tangis para ibu yang menjerit karena lilitan utang puisiku hanya onggokan sampah saat ku tatap mata-mata sendu dan gelisah para bapak yang kebingungan akan nafkah puisiku hanya onggokan sampah saat aku di hadapkan dengan pencabulan dan perkosaan merajalela di mana-mana puisiku hanya onggokan sampah jika ku lihat para istri mengerucut bibirnya setiap suami pulang tidak membawa sepeser uang puisiku tak berharga, puisiku mati rasa, puisiku tak berdenyut anak-anak kurus lalu lalang dengan perut buncit sambil gigit jari anak-anak liar telanjang tanpa alas berdiri diam di lorong-lorong gelap gadis-gadis dengan rok mini menawarkan keperawanan yang memang sudah basi di mata mereka gadis-gadis menjerit tanpa suara hanya air mata kedukaan pemuda-pemuda kebingungan dengan menenteng map-map biru berisi selembar kertas sampah pemuda-pemuda berjalan dengan senyum menggoda hanya untuk sumpal perut mereka puisiku menangis, puisiku meratap, puisiku menjerit akan ku jual kemana puisiku ini? akan ku lelang kemana puisiku ini? Om...maukah kau beli puisiku? Tante...maukah kita janji transaksi untuk harga puisiku ini? ku obral kehormatan bangsaku ku gadai harga diri bangsaku namun itupun tak mampu menebus puisi-puisiku kau !!! ya, kau...kau berjas rapi, kau bersafari, kau berdasi, kau bergincu, kau bersanggul seperti burung merak, kau tidur saat semua pertaruhkan masa depannya di pundakmu, kau senyum culas saat kantongmu tebal penuh voucher-voucher jutaan,ratusan,milyaran atau entah berapa jariku tolol tak pandai berhitung.... kau buat puisiku tak berharga lagi kau buat puisiku tak bernyawa lagi kau buat puisiku haram dan haram lagi kau buat semua puisiku hancur lebur hingga tak tertolong lagi ! dan aku diam meratapi puisiku kini.... karena puisiku hanya diam beku didalam kulkas...

hanya sosok pencari jejak-jejak kontemporernya

**** AL ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun