Novel ini awalnya tak menggelitik ku namun entah kenapa tiba-tiba novel ini jatuh tepat di bawah mata kakiku...apakah pertanda ini harus aku miliki...lihat judulnya yang amat kontroversial membuatku agak jenggah, jujur aku penikmat sastra uniq,religi dan lebih cenderung ke arah penceritaan tentang sejarah peradaban bangsa, namun bukan novel yang kerap membuat kening berkerut... Namun mungkin sudah rezeki nya si penulis novel, akhirnya berakhirlah antrianku di ujung kasir, lalu terjadilah transaksi dan novel yang setebal 332 halaman publish tahun 2006 oleh Dastan Books ini berakhir di dalam tas ku juga Novel yang di tulis oleh Da'ud ibn Tamam ibn Ibrahim al-Shawni dan di terjemahkan kembali oleh Bima Sudiarto dan Elka Ferani ini ternyata setelah di baca membuatku benar-benar harus mengerutkan kening dan mulai berpikir ulang lagi, banyak sisi ekstrem dalam novel ini yang begitu berani penyajiannya. sedikit review akan novel ini Kau bilang Adam berdosa gara-gara hasutanku? Kalau begitu, atas hasutan siapa aku melakukan dosa? Aku sebenarnya melakukan apa yang Dia perintahkan, dan aku sepenuhnya patuh pada keinginan Allah. Mau bagaimana lagi? Tak ada ruang yang luput dari kuasa-Nya. Aku bukanlah tuan bagi keinginanku sendiri. Aku menyembah Allah selama 700 ribu tahun! Tak ada tempat tersisa di langit dan bumi di mana aku tak menyembah-Nya. Setiap hari aku berkata pada-Nya, “Ya Allah, anak keturunan Adam menolak-Mu, namun Engkau tetap bermurah hati dan meninggikan mereka. Tapi aku, yang mencintai dan memuja-Mu dengan pemujaan yang benar, Engkau buat menjadi hina dan buruk rupa.” Jujur saat kalimat ini muncul pada bagian lembaran novel ini aku merinding membacanya....membayangkan bagaimana pergumulan dahsyat sang penulis saat akan membuat untaian kalimat yang amat amazing untuk ku ini, berapa pegangan yang harus dia siapkan sebagai pendamping saat mau menghadirkan setiap dialog yang akan terjadi. Dan kembali ke tukilan review novel ini " Lihatlah segala penderitaan dan kesengsaraan yang telah ditimpakan-Nya atas dunia ini. Lihatlah betapa Monster itu melakukan semuanya hanya untuk menghibur diri! Jika ada yang terlihat murni, dibuat-Nya ternoda! Jika ada yang manis, Dia buat masam! Jika ada yang bernilai, dibuat-Nya jadi sampah! Dia tak lebih dari sekadar Badut dan Pesulap Murahan, Pembohong Gila! Dan kegilaan-Nya masih terus membuatku lebih gila lagi! The Madness of God menjadikan ketergelinciran Iblis, dan dakwaannya kepada Tuhan karena telah “menyesatkannya”, sebagai landasan bagi pertanyaan-pertanyaan mengenai kemungkinan kehendak-bebas di hadapan kemahakuasaan Tuhan. Pertanyaan yang berulang kali diajukan adalah: jika Tuhan Mahakuasa, dan tiada sesuatu pun yang dapat terjadi di luar kehendak-Nya, maka bagaimana mungkin makhluk dapat disalahkan karena dosa-dosanya? Seiring dengan bergulirnya cerita, pembaca akan tenggelam dalam keyakinan tentang keesaan, kemahakuasaan, dan keadilan Tuhan. The Madness of God penting dibaca oleh para monoteis yang kritis. Shawni meramu adikaryanya ini dengan gayanya yang amat unik dan khas. Novel ini, terlepas dari judulnya yang provokatif, merupakan usaha Shawni dalam menyelaraskan keimanannya dengan akalnya. Yang pasti setelah baca ini hal akhir yang aku lakukan adalah menghirup udara sepuas-puas-nya dan kembali ku hembuskan dengan perlahan, novel ini hampir menguras sebagaian energiku. Namun sedikit saranku bagi yang ingin membaca buku atau novel ini kusarankan bacalah hingga selesai dan dengan pehaman agama yang sudah kuat, jangan membaca setengah-tengah atau berhenti di tengah di jalan selesaikan hingga benar-benar selesai, bahkan akupun membacanya hingga tiga kali hanya untuk meyakinkanku kembali untuk mentelaah dan mengkajinya lagi. Hebat untuk sang penulis, yang meramu dialog begitu terkesan mistis buatku...." dan memang Tuhan dan iblis itu tidak pernah tidur "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H