lelah fisik ku masih tersisa hingga pagi ini, sisa-sisa aktivitas kemarin. Belajar bahagia...kalimat menarik yang mengusik ku dari beberapa hari kemarin, bahagia kog dipelajari,bukankah bahagia musti dicari lalu di nikmati. Bahagia suatu ungkapan ekspresi yang menyiratkan tentang suasana hati. Lea adalah sosok yang menyita seluruh perhatian kami saat itu, gadis kecil dengan segudang kebaikan yang di tawarkan kepada kami semua yaitu team pemerhati buat anak-anak luar biasa. Aku bilang luar biasa karena anak-anak yang aku ceritakan disini adalah anak-anak dengan memiliki keterbelakangan mental dan ketidak sempurnaan fisik . Dan sosok Lea inilah yang menyita perhatianku. Awal kedatanganku dengan rombongan team kami ber sembilan menuju SLB di bilangan Tangerang-Banten untuk program pelayanan seperti yang sering kami lakukan selama ini. Teriakan dan pelukan menyambut kami ketika kami baru sampai, sosok Lea menghambur ke arahku lalu menarik-narik rok panjang ku. Mengajak ku ke arah tempat duduknya,lalu dia menunjukansketsa gambar wajah seorang perempuan ( gambar /lukisan untukusia anak-anak ) dia berusaha berucap sesuatu dengan gerakan bahasa tubuh yang mengisaratkan bahwa lukisan itu adalah aku. Aku tersenyum bahagia dan mengatakan dengan mataku bahwa aku bahagia dan bilang bahwa lukisan itu indah sekali. Lea adalah gadis cilik dengan usia 4 tahun, dan penderita cacat fisik untuk golongan B dan C. Ya Lea menderita tuna wicara dan tuna rungu, selain bisu Lea juga tuli, namun satu hal yang membuatnya berbeda adalah Lea memiliki keahlian menyita perhatian orang di sekitarnya,dengan kelincahan nya dan kebiasaannya memamerkan semua lukisannya Lea selalu mudah diterima oleh teman-temannya. Setiap kedatanganku Lea selalu menodong untuk mengecup pipiku itu pembayaran atas lukisan yang dijual kepadaku begitu katanya. Aku selalu tersenyum dengan ulahnya itu. Di antara teman-teman seusianya Lea lebih cepat beradaptasi dan lebih mudah bergaul, sering ku perhatikan dia membantu beberapa temannya dalam hal makanan yaitu membantu mengambilkan atau memasukan makanan ke mulut temannya jika ada temannya yang susah untuk makan. Sosok Lea juga kerap menginspirasi kami dalam penyusunan program kegiatan, semua program kami lakukan pasti melibatkan Lea, ya...Lea meski tidak memiliki kemampuan bicara dan mendengar dia juga suka bergaya dan menari...insting musiknya dengan hati...dan gerakan tangannya terayun seolah alam membantunya untuk menyelaraskan gerakannya dengan musik...dan ekspresi wajahnya yang kerap berubah menyeimbangkan antara musik dan gerakan tubuhnya. Lea mengajariku bagaimana menikmati indahnya hidup, mensyukuri dan berbahagia dengan apa yang sudah di miliki. Sering dia duduk di pangkuanku, jika aku harus membacakan dongeng untuknya juga teman-temannya, setiap selesai membaca tidak lupa hadiah kecupan selalu di berikan kepadaku. Lea hadir kesekolah selalu di antarkan supir dan di jaga baby sitternya, dari informasi yang kudapat orang tua Lea adalah tipe karier dan hampir tidak ada waktu untuk Lea, kesehariannya hanya di habiskan dengan pengasuhnya. Oleh karenanya ke sekolah adalah hal yang paling membahagiakan untuknya. Pernah ada kejadian Lea menangis saat aku harus pamit untuk kembali, dia menarik ujung-ujung baju ku bahkan jilbabku juga di tarik-tarik ekspresi dari marahnya, hingga aku kewalahan, dan bisikan maut yang ku janjikan akhirnya menenangkannya. Aku membisikannya jika esok aku berjanji akan kembali lagi dengan ku kenalkan ke anak-anakku, Lea tersenyum dan mau melepaskan pelukannya. Dan janji itu ku tepati, aku datang dengan Aufal, Raffif dan Sazfa...dan ternyata ke tiga anak ku merasa sayang dengan sosok Lea, dan Lea paling senang menciumi anak ku Raffif karena Raffif berpipi gembul. Sosok Lea kerap memberiku suntikan semangat di saat aku mulai lelah dalam aktivitasku, Lea dengan kepolosannya dan segudang kebahagian adalah matahari pagi buat seisi penghuni sekolah Luar biasa itu. Bahagia buat Lea adalah memberi... Bahagia buat Lea adalah tersenyum... Bahagia buat Lea adalah kebersamaan... Dan Lea gadis cilik dengan segudang kebaikan itu kini telah berpulang ke Rahmatullah karena kanker darah yang dideritanya. Dan kenangan-kenangan Lea masih tersemat di diriku...kecupan kebahagiaan, tangisan gembira, dan marah di saat keinginannya tak terpenuhi. Kini aku hanya bisa diam di ujung lorong, menunggu teriakan Lea yang lain...menunggu sosok Lea lain yang akan menarik-narik ujung rok ku lagi, yang selalu memberiku kecupan kebahagiaan karena pujianku, yang akan menyambutku dengan pelukan hangat, ku tunggu Lea untuk berbagi bersama dan belajar bersama tentang apa itu bahagia. Dan tanah itu masih basah...ku letakkan lukisan terakhirnya yang menseketsa wajahku dengan apik... " Lea ibu guru datang sayang....semoga di sana kelak banyak teman yang kan menjagamu "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H