Sedih rasanya ketika mendengar kabar negeri tercinta,tanah tumpah darah telah dijadikan tempat pembuangan sampah yang berbahaya.Sungguh tidak berperasaan dan tidak bermoral sama sekali manusia yang mengaku Indonesia sebagai tanah tumpah darahnya tetapi malah mendatangkan musibah limbah beracun ke haribaan Ibu Pertiwi.
Seringnya kita mendengar,melihat kedatangan barang impor yang ternyata limbah berbahaya membuat miris.Sudah demikian brutalkah orang-orang serta pejabat yang berwenang/terkait,jika membiarkan hal ini terjadi?
Sejumlah pemerintah daerah di kawasan timur Indonesia mengaku telah didekati serta diiming-imingi oleh beberapa negara yang ingin mengekspor limbahnya secara langsung ke daerah tersebut. Bagi pejabat daerah yang mulai dipusingkan dengan upaya mencari sumber pemasukan dalam rangka otonomi daerah, maka penawaran ini sangatlah menggiurkan.
Siapa yang takkan tergiur bila negara tetangga akan menawarkan modal untuk melaksanakan pembangunan dengan imbalan alokasi sebagian wilayah sebagai tempat pembuangan sampah.
Tetapi bukan hanya uang atau modal yang akan datang,bencana polusi tanah ,air maupun udara akan segera mengikutinya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 pasal 1, yang dimaksud dengan limbah bahan berbahaya dan beracun ( B3) adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia.
Larangan total impor limbah B3 sebenarnya telah diatur dalam PP No 19/1994 pasal 27 tentang Pengelolaan Limbah B3. Namun ketentuan tersebut diubah melalui PP No 12/1995 dengan tujuan membuka kemungkinan impor limbah B3 untuk penambahan bahan baku industri. Ternyata membuka kembali impor limbah B3 tersebut hanya sekedar mempertahankan beberapa industri aki, yang tidak sebanding dengan biaya lingkungan, sosial, dan politik yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia. Banyak pihak yang tidak setuju dan mendesak pemerintah untuk melarang total impor semua jenis limbah, namun keputusan tetap jalan terus.
Keberadaan SK Menteri Perdagangan No 349/Kp/XI/1992 tentang larangan impor sampah atau limbah plastik ke wilayah Indonesia tidak ditaati karena adanya intervensi ‘tangan yang lebih kuat’.
Perangkat hukum yang berlaku di Indonesia juga masih banyak mengandung kelemahan, karena belum dimasukkannya ketentuan ancaman hukuman pidana bagi pelanggarnya, khususnya pengimpor limbah.
Kita juga menyaksikan para jahanam pengimpor limbah hanya dikenai hukuman yang jauh lebih ringan dari pencuri ayam.Padahal kerusakan yang ditimbulkan akibat limbah B3 yang tidak dikelola dengan benar akan terasa puluhan tahun,bahkan ratusan tahun terhadap jutaan penduduk Indonesia. Kemana harus disembunyikan muka para pemimpin negeri ini,bila hak untuk mendapatkan hidup sehat serta jaminan kesehatan bagi rakyatnya tidak bisa mereka berikan???
Sumber : Bisnis.com & Berita satu.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H