Mohon tunggu...
Ratna Astika
Ratna Astika Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudirman Said Memikat Ingatan; Dulu Politisi adalah Pahlawan

13 Juli 2017   12:08 Diperbarui: 13 Juli 2017   16:31 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudirman Said membuat pernyataan dalam media sosial, dulu politisi adalah pahlawan. Pernyataan itu sebenarnya bisa dimengerti bila menilik kalimat sebelumnya. Kalimat utuhnya adalah: "kalau para politisi kita membaca sejarah para pendiri bangsa, mereka pasti akan jaga perilaku & harga diri. Dulu politisi adalah pahlawan" (@sudirmansaid, 04 April 2017).

Dari pernyataan ini, Sudirman memperlihatkan betapa sesungguhnya peranan sebagai politisi itu adalah sesuatu yang mulia. Politisi memiliki tanggung jawab besar untuk mengambil peran yang penting di dalam masyarakat. Politik sesungguhnya menyangkut kebaikan bagi banyak orang. Politik menyangkut kepentingan atau kebaikan umum. Politik menyangkut perkara bersama. Masyarakat adalah sekumpulan individu yang hidup bersama. Dan sebuah kehidupan tidak bisa begitu saja dibiarkan mengalir tanpa hukum, tanpa aturan, atau pengelolaan-pengelolaan demi kebaikan bersama. Segera ketika sebuah kehidupan diatur, dikelola, demi kebaikan bersama, sesungguhnya itulah politik dalam arti yang sesungguhnya.

Politik sering pula dirujukkan pada terminologi Yunani-Klasik yakni polis, sebuah wilayah-wilayah kecil seluas kota dimana orang-orang hidup dalam sebuah aturan. Dalam bidang politik, kita sering mendengar sebutan negara polis, sebuah negara kecil dengan jumlah penduduk yang begitu kecil. Dalam kehidupan di bawah negara polis, orang-orang hidup bersama, diatur oleh sebuah kepemimpinan dan kedaulatan sungguh dimiliki orang-orang banyak itu. Maka seringkali kata 'demokrasi' disematkan dalam kehidupan masyarakat polis.

Bagi Sudirman Said, alasan kenapa politisi adalah seorang pahlawan, sebab dia memiliki rujukan sejarah sebagai panutan. Dia membaca sejarah bahwa orang-orang terdahulu, para pendiri bangsa ini, memiliki perilaku yang terpuji. Mereka memiliki harga diri. Mereka berkomitmen untuk membangun negeri ini. Perkara kepentingan umum jauh lebih dikedepankan dan diutamakan. Sementara perkara kepentingan pribadi tidak menjadi boleh disangkut-pautkan dengan kepentingan bersama. Perkara politik, di masa mereka, para pendiri bangsa, adalah perkara bagaimana kesejahteraan rakyat ke depan. Perkara politik adalah perkara bagaimana mengisi kemerdekaan ini dengan sesuatu yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Memang acapkali terjadi perdebatan sengit. Mungkin di sidang-sidang konstituante, atau lainnya. Masing-masing kepala yang berkumpul memiliki masing-masing gagasan yang berbeda-beda. Tapi mereka berperkara sedemikian rupa itu menyangkut perkara kebaikan umum. Mereka memperdebatkan perihal ideologi yang relevan. Mereka memperdebatkan strategi dan perencanaan. Tapi mereka, sampai sejauhmana, memiliki kualitas karakter kejujuran. Mereka memiliki integritas. Wawasan mereka luas. Kepentingan mereka bukan sekedar perkara atau kepentingan pribadi atau golongan.

Maka sekali lagi, tak heran jika Sudirman Said menampar diri kita, terutama para politisi, untuk selalu berperilaku terpuji dan menjaga harga diri. Sebab seharusnya memang mereka membaca sejarah. Dan sejarah tentang para politisi yang mampu menjaga perilaku dan harga diri bukan sepenuhnya sesuatu yang langka. Jangan berfikir bahwa tidak mungkin sesempurna sebagai manusia. Memang tidak sempurna, memang kesalahan adalah sesuatu yang mustahil dihindari. Tetapi mereka, para pendiri bangsa, adalah manusia biasa. Dan mereka mampu memberikan keteladanan yang baik untuk ditiru sebagai manusia biasa yang punya komitmen pada kebaikan bersama.

Dalam waktu yang lain, Sudirman Said mengutip ungkapan Soekarno: "...perbuatan tidak bisa luhur dan besar, jikalau ia tidka terpikul oleh Roh dan Semangat yang luhur dan besar pula adanya!" (Soekarno, 1928). (@sudirmansaid, 28 Maret 2017).

Keluhuran dan kebesaran sebuah tindakan memang pada akhirnya adalah perkara hati. Tindakan yang luhur bersumber dari ruh dan semangat yang luhur. Melalui pernyataan-pernyataan Sudirman Said ini, rasanya perlu untuk kita sering membaca sejarah. Tak ada jalan buntu untuk sebuah kebaikan yang menggebu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

4 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun