Mohon tunggu...
MHanover
MHanover Mohon Tunggu... Penulis -

Maria Nereng atau dikenal dengan Ike Nereng. Jarak boleh memisahkan, tetapi hatiku tetap rindu untuk kembali kepada Ibu Pertiwi, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengemis di Hannover, Jerman

28 September 2014   03:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:14 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengemis di mana-mana sama saja, hanya tampilannya yang berbeda.

Di Hanover, Jerman sering  kita temukan pengemis, umumnya mereka berasal dari negara yang sedang dilanda konflik. Mereka di tampung di negara ini, kemudian diberi jaminan sosial oleh pemerintah dari setempat. Namun, entah mengapa uang yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga harus mencari tambahan salah satunya dengan cara mengemis.

[caption id="" align="alignleft" width="346" caption="Hannover, Jerman"][/caption]

Pengemis memiliki alasan berbeda di balik profesi ini. Ada yang mengemis karena untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dana pendidikan, serta untuk membeli minuman. Alasan yang terakhir ini yang kadang tidak masuk akal. Mereka sering duduk di kursi atau pojokan kota bersama teman-teman dengan dandanan ala punk ditemani seekor anjing yang setia. Umumnya mereka adalah anak muda yang pengangguran. Setiap orang yang lewat disorong gelas plastik untuk diisi recehan, kadang dengan sedikit paksaan. Alasan kedua mengemis dengan cara mengamen, mereka menyanyi dengan diiringi alat musik seperti gitar, gendang bahkan piano. Ada yang sendiri dan berkelompok. Lumayan buat hiburan para pengunjung di seputar pertokoan. Sementara alasan pertama ini kadang mereka  tampil satu keluarga lengkap bernyanyi  dan berjoget, tetapi ada juga yang berdua dengan kawan atau  balitanya hanya meminta-minta saja. Salah satu yang paling menarik menurut saya, pengemis dengan cara melukis di atas jalan, seperti tampak pada gambar di atas.

Suatu hari karena lelah saya duduk bangku depan mall sedang menunggu anak-anak memilih barang. Saya melihat seorang pengemis tua wanita langsung menghampiri sampah dan mengoreknya, karena ada seorang gadis melemparkan bukusan sisa KFC. Diraihnya  bungkus ayam goreng itu, ternyata ia terlihat kecewa karena hanya tersisa roti serta tulang saja. Wanita tersebut terlihat memutuskan untuk memakan sisa daging yang masih menempel di tulang ayam tersebut, rupanya ia sangat kelaparan. Namun ketika saya mau menghampiri dengan maksud ingin memberi uang, ia segera menghindar, sepertinya takut tertangkap. Hannover sering ada razia untuk para pengemis, tetapi mereka tidak pernah kapok, pasti muncul lagi. Penduduk umumnya sudah diperingatkan untuk tidak memberi kepada pengemis karena takut menjamur. Susah untuk mematuhinya, jika yang mengemis wanita bersama balita dan orang jompo.

Kebiasaan pengemis satu lagi yang aneh. Suatu sore ketika kami sedang menghabiskan waktu di tengah kota, mendadak terdengan suara ibu muda berteriak minta dikasihani. Tampak seorang pria rupanya ia tidak tahan untuk tidak memberi, mungkin karena ada balita bersama pengemis itu, walaupun penampilan ibu si anak masih kuat dan enerjik. Saya lihat pria itu memberi 2 Euro. Jumlah yang tidak kecil, namun ia bukan berterima kasih malah minta nambah dengan suara yang keras. Seharusnya pengemis itu bersyukur atas rejeki tersebut, tidak mudah orang di sini memberi dengan cuma-cuma sebesar itu tanpa melakukan apapun. Masih banyak cara untuk mengemis yang kami lihat, ada yang tampil seperti bukan pengemis, mendadak mendekat dan berbisik minta diberi uang dengan alasan tidak punya dana untuk ongkos transport pulang, yang paling banyak buat urusan mengisi perut.

Kehidupan di Eropa memang berat mungkin karena harga-harga yang mahal serta kehidupan yang penuh perjuangan, sehingga dana sosial yang diberikan kurang mencukupi atau memang mereka tidak dapat mengatur pengeluaran. Sehingga berapa pun yang diberikan tetap kurang. Memang tidak mudah mencari pekerjaan di negeri ini, tetapi mereka diberi jaminan sosial dalam bentuk uang langsung, kesehatan dan pendidikan buat anak-anak mereka. Pengemis cukup terjamin di sini, tetapi seperti yang saya lihat gaya hidup yang sudah berubah. Jika dulu  mengemis karena tidak punya uang buat makan,tetapi sekarang mereka mengemis juga untuk mengisi pulsa telepon genggam. Lebih baik menjadi peminta dari pada tidak eksis di jejaring sosial blackberry , WA dan facebook atau sejenisnya. Sehingga keluarga di kampung halaman berpikir mereka sukses, walaupun kenyataannya mereka pengemis intelek.

Kehidupan sudah susah semakin dipersulit dengan pengeluaran yang tidak penting. Ironis sekali bukan.

Maria, Hannover 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun