Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 yang dilaksanakan hari ini (09/04) menunjukkan hasil yang menarik untuk diamati, berdasarkan hasil perhitungan sementara Quick Count (QC) yang dilaksanakan oleh beberapa lembaga survey yang menunjukkan hasil sebagai berikut:
Hasil tersebut menunjukkan informasi yang seragam dalam hal peringkat 5 besar perolehan suara Partai Politik peserta Pemilu 2014 ini, dimana PDI-P di peringkat pertama disusul oleh Partai Golkar di peringkat kedua dan selanjutnya berturut-turut Partai Gerindra, Partai Demokrat dan PKB.
PDI-P yang pernah optimis dan mentargetkan untuk mendapatkan perolehan suara hingga 30 persen, ternyata hanya mendapatkan kisaran suara 19 persen. Jokowi Effect yang diprediksi oleh banyak pihak akan membawa PDI-P mendapatkan kemenangan telak di Pileg ternyata terbukti tidak sedahsyat yang selama ini banyak dibicarakan.
Partai Golkar menempati urutan kedua dengan perolehan suara di kisaran antara 14-15 persen. Hal ini menunjukkan kekuatan Partai Golkar yang stabil dibandingkan dengan perolehan suara di Pemilu sebelumnya tahun 2009 yang sebesar 14,45 persen. Walaupun belakangan banyak didera dengan isu-isu dan kasus negatif, Partai Golkar berhasil menunjukkan bahwa Partai Golkar adalah partai yang masih tetap didukung dan dipilih.
Partai Gerindra dan PKB berhasil meraup kenaikan suara yang signifikan dibandingkan dengan Pemilu 2009, dengan perolehan suara masing-masing berkisar di 11 persen dan 9 persen, dibandingkan Pemilu 2009 dimana masing-masing mendapatkan suara sebesar 4,46 persen dan 4,94 persen. Partai Gerindra dinilai berhasil mendekati pemilih muda, diindikasi banyaknya kader-kader muda yang aktif di mesin partai. Sedangkan PKB yang tidak banyak diprediksi ternyata 'berhasil' dalam pemilu kali ini. PKB dinilai banyak melakukan cara-cara cerdik yang efisien untuk mendongkrak popularitasnya termasuk menggunakan figur Gus Dur dan kekuatan komunitas Nahdatul Ulama (NU) yang merupakan komunitas loyal PKB.
Partai Demokrat harus legowo dengan hasil Pemilu periode ini, perolehan suara sebesar sekitar 9 koma sekian persen dibandingkan dengan 20,85 persen merupakan penurunan yang sangat drastis. Partai Demokrat tidak bisa lepas dari SBY dan Pemerintah. Ketidakpuasan terhadap performansi pemerintah yang dinilai tidak bagus, banyaknya lawan politik SBY termasuk isu, kasus dan skandal yang menimpa kader dan partai merupakan indikasi yang menunjukkan kenapa Partai Demokrat harus rela menerima kekalahan di Pemilu kali ini. Partai Demokrat, Pemerintah dan SBY yang banyak berbicara tentang pemberantasan korupsi bahkan hingga ke akar-akarnya, banyak tersangkut pada kasus-kasus korupsi seperti kasus Bank Century, Wisma Atlet, Hambalang, SKK Migas dll. Termasuk perseteruan SBY dan Anas Urbaningrum yang membuat citra Partai Demokrat menjadi semakin terjun jauh kebawah.
Seperti diketahui bahwa Partai Demokrat berhasil memenangkan Pemilu 2009 dan membawa SBY memenangkan Pilpres 2009 untuk kedua kalinya karena strategi pencitraan yang dilakukan berjalan sangat mulus dan berhasil. SBY yang tidak mempunyai dukungan kuat secara politis, berhasil memanfaatkan pencitraan semaksimal mungkin hingga terpilih menjadi Presiden. Namun dia harus menanggung kekecewaan rakyat  pada akhirnya.
Tren naik turunnya Partai Politk menunjukkan demand akan perubahan yang sangat tinggi yang diharapkan oleh rakyat. Pada Tahun 2009, Partai Demokrat mencapai puncak kejayaannya dan diharapkan oleh rakyat agar meneruskan janji-janji politik manis SBY pada masa pemerintahan 5 tahun sebelumnya. Rakyat berharap besar pada sosok SBY yang tampak gagah dan berwibawa. Rakyat menggantungkan nasib negara ini pada slogan-slogan "Bersama Kita Bisa", "Bersih, Cerdas, Santun", "Lanjutkan" dan "Berjuang untuk Rakyat". Partai Demokrat yang diharapkan rakyat akan membawa perubahan ternyata mandul. SBY lebih sibuk mengurusi partainya sendiri dan aktif melakukan pencitraan 'to-the-max' agar rakyat senang.
Perubahan yang sifatnya sangat urgent dan diharapkan oleh rakyat, hanya bisa dinilai dengan apa yang dirasakan, kata-kata manis dan citra bagus yang dibangun dan dipertahankan, tidak bisa membohongi kenyataan.
Kemudian, PDI-P sebagai partai yang menurut hasil Quick Count merupakan partai pemenang Pemilu periode saat ini, bisa bernasib sama jika tetap mencalonkan Jokowi sebagai Presiden. Megawati sepertinya ikut terbius dengan popularitas dan citra kesederhanaan merakyat yang dibangun oleh Jokowi. Sebagai tokoh kunci dibalik PDI-P pastinya Megawati menginginkan PDI-P menjadi partai yang besar dan berhasil yang dapat diukur dengan besarnya dukungan rakyat terhadap PDI-P.
Saat ini, mungkin masih banyak rakyat yang berharap banyak akan perubahan yang akan dibawah oleh Jokowi dan partai yang mengusung pencalonan dirinya menjadi Presiden. Citra Jokowi yang sudah terlanjur menjadi sangat bagus ditambah dengan popularitasnya yang sangat tinggi, juga membutakan sebagian rakyat, yang saat ini mungkin sudah mulai mendukung dan akan memilih Jokowi menjadi Presiden. Kunci dari dukungan rakyat adalah harapan akan perubahan.
Seperti diketahui, Megawati mendadak mengumunkan pencalonan Jokowi menjadi Presiden pada tanggal 14 Maret 2014 kemarin. Megawati sepertinya menimbang bahwa masa depan partai akan lebih bagus jika popularitas Jokowi dimanfaatkan untuk memperkuat dukungan rakyat terhadap PDI-P. Megawati mungkin berfikir bahwa jika Jokowi terpilih menjadi presiden nanti, PDI-P akan menjadi partai yang semakin kuat. Jokowi selalu memberikan 'kode politik' pada Megawati bahwa dia ingin fokus di DKI, tetapi sepertinya bayangan kekuasaan yang akan dia dapat jika menjadi Presiden sangat menggiurkan, dan dia jatuh dalam keinginan dan ambisi pribadi yang bisa merugikan dirinya sendiri, partai politik yang mengusungnya dan bahkan rakyat Indonesia secara keseluruhan jika dia terpilih menjadi presiden nanti. Sebagai tokoh karbitan dan aji mumpung tanpa pengalaman yang tiba-tiba ingin menjadi presiden dengan modal pencitraan akan sangat berbahaya.
Pelajaran yang bisa dipetik dari hasil sementara Pemilu 2014 ini adalah; jika PDI-P tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti Partai Demokrat, hendaknya Megawati melakukan evaluasi terhadap pencapresan Jokowi dan mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana demi masa depan partai. Harapan akan perubahan yang sangat besar dari rakyat akan berujung pada kejatuhan PDI-P dengan hilangnya dukungan dari rakyat ketika Jokowi yang sama seperti SBY yang hanya dengan bermodal pencitraan dan pengalaman yang minim, tetap ngotot untuk maju mengikuti Piplres 2014 pada tanggal 9 Juli nanti. Niat Megawati agar PDI-P menjadi partai yang semakin besar akan berbuah hal yang sebaliknya, partai yang jatuh terjerembab seperti Partai Demokrat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H