Mohon tunggu...
Ceni Cendekia
Ceni Cendekia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Muda dan berkarya. Cinta Indonesia. Follow Twitter @ratnaceni yaa..

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank BTN Riwayatmu Kini

29 April 2014   00:27 Diperbarui: 4 April 2017   16:39 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398680769356298962

istimewa
Siapa yang tidak kenal dengan Bank Tabungan Negara alias Bank BTN? Semua orang pasti kenal. Bank ini dikenal sebagai bank yang paling sering memberikan kredit perumahan kepada masyarakat. Ya, KPR BTN merupakan produk dari BTN yang paling terkenal. Menjangkau seluruh Indonesia dan menjangkau berbagai macam kalangan sosial. Namun dibalik prestasinya tersebut, ternyata bank ini terancam bankrut.

Sebuah rilis media menyatakan bahwa BTN merupakan sebuah bank dengan tingkat kredit macet paling tinggi. Nilai kredit macet di Bank BTN paling bontot ini terus membesar setiap tahun. Sejak tahun 2009 - 2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp 1,06 triliun (2009) menjadi Rp 3,15 triliun.

Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi. NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75% naik  menjadi 3,15% tahun lalu. Meningkatnya kredit macet di BTN tersebut membuat beban bank makin menumpuk. Masalah besarnya adalah untuk kredit macet yang masuk kolektibilitas 5, BTN harus menyiapkan pencadangan hingga 100% atau senilai kredit macet tersebut. BTN terancam pailit jika terus begini.

Selain permasalahan keuangan, BTN juga bermasalah dalam hal ketenaga-kerjaan. Bagaimana tidak, rasio produktivitas karyawan PT Bank Tabungan Negara (BTN) merupakan yang terendah dibandingkan tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya seperti Bank Mandiri, Bank Niaga Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Menurut Edwin Sinaga yang merupakan pengamat perbankan, bahwa perhitungan revenue per head account terlihat bahwa BTN kurang efisien. Ia berpendapat bahwa tingkat produktivitas karyawan BTN semakin rendah karena efisiensi dan kemampuan BTN sangat terbatas dalam berekspansi.

Tapi sialnya, walaupun tidak produktif. BTN tetap menjadikan karyawannya mendapatkan gaji yang diatas rata-rata. Kasus ini seakan mengingatkan kita dengan peribahasa "besar pasak daripada tiang".

Akhrinya, saya simpulkan bahwa BTN memang sudah melekat di hati rakyat. Namun ia sudah tidak mampu lagi berkembang dengan zaman yang terus bergerak. Perlu suntikan modal tapi bukan dalam bentuk subsidi. Mungkin akuisisi merupakan cara yang tepat untuk menyelamatkan BTN dan tetap menjadikan BTN sebagai Bank yang dekat dengan rakyat.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun