Mohon tunggu...
Ratna Adining Tyas
Ratna Adining Tyas Mohon Tunggu... -

Inilah aku apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perlunya Pendidikan HAM Sejak Dini

20 Mei 2013   15:24 Diperbarui: 4 April 2017   17:36 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.

Pada saat ini banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi karena kurangnya wawasan tentang pendidikan HAM yang ditanamkan sejak dini. Hal ini bertujuan memberikan pengertian dan wawasan kepada seluruh masyarakat tentang arti pentingnya memahami hak-hak dan kewajiban setiap warga negara terhadap hak asasi manusia. Pendidikan hak asasi manusia diberikan secara baik dan benar agar kehidupan manusia lebih berkualitas di tengah eforia dalam kebebasan dalam mensikapi penerapan hak asasi manusia.

Pendidikan dan pelatihan HAM itu telah menjadi agenda nasional dan internasional. Beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Ibu Martha Tilaar sebagai Duta Pendidikan dan Pelatihan HAM Indonesia.  Perhatian yang serius ini merupakan bukti konkrit bahwa pendidikan dan pelatihan HAM diharapkan menjadi bagian yang integral dalam memperkuat dan memperkokoh lahirnya budaya HAM di Indonesia, khususnya dalam mewujudkan warga negara Indonesia yang demokratis.

Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh negara dan elemen pengontrol HAM di Indonesia. Pertama, pengenalan HAM sejak dini melalui aspek pendidikan formal.
Kedua, pengenalan HAM sejak dini melalui aspek budaya, yakni pop culture. Pendidikan formal adalah ruang mendidik anak bangsa yang paling efektif.

Termasuk halnya memberikan pengetahuan tentang HAM. Metodenya bisa melalui pemberlakukan kurikulum nasional maupun wacana esktrakulikuler bagi peserta didik. Wacana ekstrakulikuler artinya pengetahuan HAM diberikan pada waktu-waktu tertentu demi mengefektifkan pengetahuan HAM tersebut yang cenderung kurang diminati oleh peserta didik. Jadi metode penyampainnya dilakukan senyaman mungkin.

Aspek budaya berupa budaya pop atau pop culture pun perlu dipertimbangkan. Sebab sasaran pop culture adalah remaja. Wilayah-wilayah budaya pop melalui musik, lifestyle, hingga ruang-ruang pop culture seperti mall dan televisi melalui siaran remaja- diformulasikan dengan unsur-unsur pengetahuan HAM. Langkah ini sebagai langkah efektifitas remaja atau pengenalan HAM sejak dini, karena aktivitas remaja saat ini cenderung beraktivitas pada wilayah pop culture.
Meskipun langkah ini terkesan pragmatis dan opurtunis, tetapi yang perlu dipandang adalah efek penyampaiannya.

Pendidikan HAM di SD diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perekembangan anak. Hal ini dimaksudkan agar materi mudah dipahami, dimengerti dan dimaknai bagi anak. Sebagai seorang pendidik, guru perlu memiliki pengetahuan tentang HAM yang memadai dan melaksanakannya di kelas.

Kegiatan ini salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui taraf perkembangan implementasi pendidikan HAM di sekolah, termasuk menemukan kendala dan peluang dalam menerapkan model pembelajaran yang efektif terkait muatan materi HAM di sekolah.
hal itu juga dipertegas dengan pasal 4 ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. "Dalam UU itu disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa," katanya.

Pada diskusi ” Institut Dialog antar Iman di Inodenisa”. Pada diskusi tersebut pengacara senior yang juga aktivis HAM Adnan Buyung Nasution mengungkapkan keprihatinannya terhadap menurunnya toleransi beragama di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. . "Bahkan, dalam satu golongan agama pun perasaan dan kebutuhan untuk saling menghormati dan menjaga eksistensi bersama telah berkurang," ucapnya. Buyung mencontohkan munculnya sikap agresif terhadap golongan lain di dalam Islam sendiri, yang dipahami sebagai aliran sesat oleh golongan mainstream. "Hal ini menunjukkan kemunduran dalam memahami hidup bersama berdasarkan pluralisme, untuk bersikap toleran terhadap pluralitas itu sendiri-sendiri” tutur Buyung.

Padahal, pluralitas sendiri hanya bisa dibangun dalam konsep ketatanegaraan yang mengakui demokrasi dengan penegakan HAM sebagai inti demokrasi. Kurikulum Karena itu, Buyung menekankan pentingnya pengenalan dan pemahaman HAM diberikan sejak dini melalui kurikulum tersendiri dalam jalur pendidikan formal. Namun, seperti diungkapkan Direktur Hotline Surabaya Esthi Susanti, dunia pendidikan saat ini tidak memiliki perhatian besar untuk menanamkan nilai-nilai penghargaan atas HAM. "Sudah lama dunia sekolah dibangun di atas konsep materialisme semata. Ini dosa pendidikan," ujar Esthi. Seharusnya, lanjut Esthi, dunia pendidikan harus menanamkan nilai- nilai cinta kasih, kebenaran, dan keadilan yang diyakini secara universal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun