Blowing in The Wind
Mami bercerita pada masa kecil kita dulu, aku sering mendongeng padamu, sekalipun aku belum bisa membaca buku, dan kamu menyimak dengan baik. Ketika kita duduk di kelas SD kau selalu merasa seorang putri yang akan pergi bersama pangeranmu dengan kuda putih. Aku bilang, “Seorang putri itu tidak berkulit hitam seperti kamu,” dan kau bersikukuh dengan pendapatmu.
Kau masih ingatkan, begitu takutnya kau tidur sendirian, waktu aku masih ngobrol dengan Ninin (kakak kita), kau dengan setia menemani dan mendengarkan obrolan kita hingga kau tertidur. Kau masih ingat juga, ketika kau mengunjungi aku yang sakit di RKZ, kau datang dengan balon-balon itu.
Ketika remaja kau menjadi perempuan yang cantik, dan aku merasa seperti sukrasono yang mempunyai saudara Sumantri, itulah yang aku paling ingat. Saat kau jatuh cinta, engkau ceritakan semuanya dan waktu engkau akan menikah dengan Agung, kau katakan dengan main-main, ”Aku akan menikah dengan pangeran,” kujawab waktu itu,”Pangeran kok naik vespa.”
Sebetulnya, waktu kau masuk di ASRI, aku sangat membanggakanmu lebih ketika kau masuk ke gerakan seni rupa baru, padahal secara normative Ujang Syaiful (adik kita) kan lebih pintar dari kita, dia mahasiswa ITB kan, waktu ke Malang kita sering ngobrol tentang seni, agama, filsafat , dan apa saja yang menarik.
Terakhir (dua bulan yang lampau) kau datang dan membeli buku di toko kecilku. Hubungan kita sebagai adik kakak, bukan berarti, tidak pernah bertengkar yang tidak pernah dilakukan oleh saudara kita yang lain,
“Tidak ada perasaan di hatiku bahwa kamu seorang difable, di mataku kamu sama normalnya dengan diriku, mungkin saudara-saudara kita yang lainnya walaupun dengan kadar yang sedikit berhati-hati ngomong denganmu, aku tidak menganggap begitu, nanti keenakan kamu,” ucapmu
Kami tertawa-tawa bersama, dan aku bilang, ”Mudah-mudahan yang lain-lainnya tidak seperti kamu, kan aku suka dimanja-manja begitu,”
“Enak kamu kalau begitu,” katamu
Kau masih ingatkan, ketika aku menangis meminta mantel pada Papi, dan permintaanku dikabulkan dan Mami membentakmu karena engkau meniru aktingku didepan Papi.
Aku masih ingat, kau adalah cucu kesayangan Nenek, dia hanya membagi kuenya untukmu.
Dua bulan kemarin kamu datang ke Malang, kau bercerita bahwa Mami pernah berbicara begini, ”Kau kuliahlah di Malang, agar bisa menjaga mbakyumu.”
Dan kau telah melakukan itu, sekarang kau sudah berada di kota Malang bersamaku, selamat jalan Nik!
* Blowing in The Wind – Lagu Bob Dylan Kesukaanmu Nik
Malang 11 September 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H