Maraknya unggahan video singkat akhir-akhir ini bisa memengaruhi orang-orang untuk memberikan komentar negatif. Mirisnya, video tersebut diambil tanpa izin pada orang-orang yang terlibat dalam video tersebut; dipotong bagian-bagian tertentu; dijadikan meme; bahkan direkayasa sedemikian rupa. Pengunggah hanya memikirkan AdSense, tidak sedikitpun memikirkan nasib orang-orang yang ada dalam video tersebut.
Tak jarang pengunggah memelintir narasi untuk menggiring sudut pandang netizen ke arah negatif, lalu netizen terprovokasi kemudian menuliskan komentar pedasnya pada kolom komentar. Keuntungan pengunggah adalah menjadikan video tersebut viral dan mendapat AdSense. Namun, pengunggah dan netizen tak sadar bahwa perbuatannya bisa meghilangkan profesi seseorang.
Video klarifikasi permintaan maaf menjadi hal lumrah walau belum tentu orang tersebut salah. Dari sini peran pendidikan budi pekerti menjadi penting untuk generasi selanjutnya.Â
Film garapan Wregas Bhanuteja berhasil memvisualisasikan apa yang akhir-akhir ini terjadi. Film yang tayang pada 2 November lalu menyuguhkan isu sosial yang sangat erat terjadi di masyarakat, terutama di bidang media sosial atau dunia maya.
Alur cerita bermula ketika terjadi pertengkaran singkat Ibu Prani (Sha Ine Febriyanti) menegur seorang pria yang menyela antrian yang telah disediakan saat membeli kue putu. Namun pria tersebut mengelak dan menjawab dengan nada tinggi, sehingga Ibu Prani memarahi pria tersebut. Karena situasi yang makin ramai, pembeli lain mulai merekam kejadian tersebut dan mengunggahnya. Â
Malang, video tersebut ditonton banyak orang dan menjadi viral. Sementara, netizen yang tidak paham dengan konteksnya berbondong-bondong memberikan komentar negatif, bahkan menghujat Ibu Prani tidak pantas menjadi guru BK. Selain itu, kejadian ini membuat  penilaian kandidat Wakasek yang tidak adil terhadap Ibu Prani yang kala itu mencalonkan diri menjadi Wakasek.Â
Kedua anaknya yaitu Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda) ikut membantu menyelesaikan masalah ibunya dan berusaha merahasiakan hal tersebut dari sang ayah, Pak Didit (Dwi Sasono) yang sedang mengalami gangguan bipolar.
Dampak dari video viral ini bukan hanya dirasakan oleh Ibu Prani, tapi juga oleh keluarganya bahkan orang-orang sekitar yang ingin membantu Ibu Prani. Betapa dampak video viral itu sangat besar dan mengancam kehidupan keluarga Ibu Prani.
Dalam film yang berdurasi hampir 2 jam itu, Wregas sang sutradara sekaligus penulis naskah memasukan simbol-simbol yang mempunyai makna tersurat maupun tersirat di dalamnya, seperti pakaian Ibu Prani yang di dominasi oleh warna kuning, penutup telinga anti-bising, ibu-ibu senam, ring light, istilah "refleksi", dll.
Secara keseluruhan, Budi Pekerti berhasil menyajikan isu yang erat sekali pada kehidupan sekarang ini; berhasil menyampaikan pesan moral; dan mengingatkan penonton untuk tidak menilai suatu video viral dengan mengambil satu sisi saja. Penonton juga harus teliti dengan memahami konteks video secara keseluruhan. Bisa saja video tersebut telah direkayasa sedemikian rupa, yang memang diunggah untuk menarik penonton dan mendapatkan AdSense yang melimpah. Alur yang sangat realistis ini wajib menjadi tontonan di bulan November ini.