Mohon tunggu...
Ratna Purnama Sugiarto
Ratna Purnama Sugiarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis baru

Si pemburu senja~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengemis Berkedok Pemulung di Pamulang

13 Juli 2023   16:46 Diperbarui: 13 Juli 2023   16:58 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mendengar kata "pengemis" mungkin sudah tak asing lagi ditelinga warga Jakarta. Banyaknya faktor yang bisa menyebabkan seseorang memutuskan diri untuk menjadi pengemis. Namun, apapun itu alasannya, penulis tidak membenarkan hal tersebut. Sedikit beralih dari Jakarta, penulis ingin beranjak ke daerah Tangerang, tepatnya sepanjang jalan menuju Ciputat dan Pamulang. Yang mana daerah tersebut kerap kali dilewati penulis saat berangkat dan pulang kuliah. Sekitar satu minggu ke belakang ini, penulis sengaja mengamati para pemulung yang ada di sekitar daerah tersebut. Disclaimer bahwa penulis hanya mengamati di sepanjang jalan tersebut saja, bukan keseluruhan daerah tersebut.

Jika diamati sekilas, di hari pertama dan kedua akan terlihat aktivitas pemulung yang wajar.  Seperti, para pemulung yang berderet di pinggir jalanan dengan jarak yang lumayan jauh satu sama lain dengan membawa karung goni baik berukuran sedang maupun besar atau dengan membawa gerobak. Dan sesekali terlihat kaum pemulung wanita dengan membawa anak usia balita sampai dengan usia sekitar tiga belas tahun. 

Di hari ketiga, penulis melihat ada beberapa hal yang ganjil, misalnya ada beberapa pemulung yang ketika diamati setiap pagi, mereka tidak berjalan mencari barang-barang bekas, akantetapi berdiam diri di tempat yang sama dengan posisi yang sama: duduk di pinggir trotoar dengan anak-anaknya, duduk beralaskan kardus, serta ada gerobak kosong di pinggirnya. Beberapa pemulung ini menyebar di pinggir jalanan Ciputat. Begitupun di pinggir jalanan Pamulang, bedanya, penulis melihat kasus yang sama di waktu sore hari ketika pulang kuliah. 

Perbedaan lain yaitu di jalanan Pamulang pemulung kebanyakan kaum wanita yang membawa anak balitanya. Jaraknya cukup dekat dengan pemulung satu dan lainnya. Namun lagi-lagi tidak ada aktivitas memulung seperti pemulung pada umumnya, tapi hanya berdiam diri dengan karung goni yang terisi sebagian, entah di dalamnya terisi apa dan tergeletak di pinggirnya.

Di hari keempat di Ciputat, beberapa pemulung masih tetap duduk di tempat yang sama, dan penulis juga melihat satu-dua pemulung berjalan mencari barang bekas di tong sampah pinggir jalan. Sementara di Pamulang, sore hari, masih dengan pemulung wanita yang sama dengan posisi yang sama duduk di pinggir jalan. Di hari kelima, di pinggir jalan Ciputat masih terlihat posisi pemulung yang sama, sementara di Pamulang, penulis melihat ada pengendara motor yang membagikan makanan kepada para pemulung yang berderet di sepanjang jalan tersebut. Hari keenam dan ketujuh masih sama, penulis melihat beberapa pemulung yang sama duduk di tempat yang sama dan tidak melakukan aktivitas memulung.

Dari kondisi tersebut penulis simpulkan bahwa ada dua kemungkinan terhadap kasus yang telah dipaparkan di atas, yaitu mereka sebenarnya pemulung yang sedang beristirahat di jam-jam yang penulis amati atau mereka bukan pemulung, melainkan pengemis yang berkedok pemulung. Di mana pengertian pengemis dan pemulung itu jauh berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengemis adalah orang yang mengemis. Mengemis adalah meminta dengan merendah-rendah dan dengan penuh harapan. Sedangkan pemulung adalah orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas (seperti puntung rokok) dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas; memulung juga didefinisikan sebagai orang yang memulung. Dari kedua definisi tersebut sangat terlihat sekali perbedaannya. Mungkin menurut banyak orang baik pengemis dan pemulung merupakan pekerjaan yang hina, tapi menurut penulis pribadi, lebih baik menjadi pemulung dari pada pengemis. Pemulung menggunakan segenap tenaganya dengan berbagai keterbatasan yang mereka punya untuk mencari barang sisa kemudian menjualnya. Di situ ada usaha dan tenaga yang mereka punya untuk mencari nafkah. Lain halnya dengan pengemis yang hanya menengadahkan tangan berharap belas kasihan orang.

Bagaimana pendapat kalian? Silakan tulis di kolom komentar. Terima kasih yang sudah membaca tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun