Mohon tunggu...
Ratna Dks
Ratna Dks Mohon Tunggu... -

happy mother, love reads, fans drakor and listen to the music

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bhuvaloka

4 Juni 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:33 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini, tepat dua puluh lima tahun usia Yudha. Ibunya membuat syukuran kecil untuk putra semata wayangnya. Ia membuatkan Yudha nasi kuning di rumah dan menyuruh suami dan putranya menutup percetakan lebih awal agar bisa makan malam bersama.

“ Tidak terasa sudah dua puluh lima tahun usiamu, sudah cukup matang bagimu menikah,“ sambil menyendokkan nasi kuning dan ayam goreng kesukaan putranya Ibu berujar.

“ Inginnya seperti itu Bu. Tapi Yudha belum punya calon,“ saat mengambil piring yang disodorkan Ibunya, Yudha menjawab.

“ Kata Bapak, Nana anak pemilik toko emas yang sering mencetak kalender ditempat Kita naksir padamu,“ Ibu melirik Yudha simpul.

“ Nantilah Yudha pikirkan ,“ Yudha berkilah. Sejujurnya Ia sama sekali tak tertarik pada Nana atau gadis manapun.

Hatinya terlanjur terpatri pada seorang gadis yang selalu menyambanginya semenjak bangku sekolah dasar. Gadis itu dengan tatapannya yang teduh dan senyum yang selalu disematkan di bibirnya membuat Yudha enggan memalingkan wajah pada gadis lain.

***

“Kita bertemu di Derikan Park ,“ pagi itu gadis yang disukainya datang kembali. Dengan baju warna hijau favoritnya. Tak seperti biasa kali ini Ia mengajak Yudha bertemu, sesuatu yang ditunggunya sejak dulu. Semenjak Ia masih anak ingusan, beranjak remaja, menjadi pria dewasa yang telah lulus sarjana dan ikut terjun mengelola usaha percetakan milik Bapaknya.

“Derikan Park ,“ Yudha menggumamkan nama itu dan beranjak mendekati jendela. Membuka daun jendela dan memandang kosong ke jalan yang lenggang di muka rumahnya.

Ia ingin sekali datang ke tempat yang disebutkan gadis Itu, Ia ingin menemuinya dan bersitatap secara langsung. Berkenalan, berbincang santai, kemudian mereka berjalan-jalan menuju sebuah bangunan megah yang dimukanya terdapat halaman luas dan air mancur.

Tempat dimana gadis yang disukainya sering menghabiskan waktu, berdiri di dekat air mancur dan mengepak-ngepakkan jari-jemarinya diantara riak air yang jatuh sambil tertawa riang dan melambai padanya.

“ Yudha, Kau belum bersiap-siap ?,“ teguran Bapak di pintu kamarnya membuyarkan lamunan Yudha.

“ Maaf. Yudha akan segera menyusul Bapak ke mobil ,“

Bapak mengangguki dan berlalu dari kamar Yudha, sedang putranya segera meraih handuk dan masuk ke kamar mandi.

***

Mobil yang dikemudikan Bapak berjalan dalam kecepatan sedang, Bapak melakukan itu karena tahu kebiasaan putranya semenjak kecil. Saat berada di mobil, Yudha akan membuka jendela lebar-lebar dan membiarkan tiupan angin menerpa wajahnya.

Selain angin, Yudha juga menikmati bunyi-bunyian diluar sana. Diantara bunyi klakson yang menjerit, gesekan angin dan teriakan kondektur angkot, lamat-lamat Ia selalu merasa mendengar lagu pengiring tari yang pernah Ia lihat di sebuah pertunjukkan seni budaya.

# ula nai aku tenahken nande iting

Adi mama pe ras mami labo senang

Aku kelana, kalak perliah

Emaka idaramindu gelah sideban

Dilaki sibayak bapana

Gelah banci kena gawah-gawah kenna

Ku gundaling berastagi ku tahura lau kawar

Ku pantai biru pe kena i taruhkenna

Adina aku kusayangi ula pedah ku gundaling

Ku pulo sari penindu labo-labo terbabai aku

Emaka labo salah mama ras mami ngelarang

Kita ndube erteman

Ikutken dage ajarna adina aku biringndu

Lupaken saja…#

Pertunjukan seni itu diadakan di tepi kolam sebuah taman pinggir jalan. Banyak orang yang menonton ketika pertunjukkan tari dilakukan, salah satunya gadis itu.

Ditengah-tengah lagu, beberapa penonton laki-laki perempuan dengan pasangan masing-masing mencoba mengikuti gerak tari yang menceritakan tentang perjodohan tersebut. Bagimana pandangan pertama, jatuh cinta, pinangan hingga naik pelaminan digambarkan dalam dua belas gerak tari.

Yudha melihat ke seberang penonton, gadis itu tersenyum. Yudha memberi isyarat padanya untuk menemaninya menari. Tapi gadis itu hanya membalas dengan senyuman dan gelengan sebelum menghilang dibalik kerumunan penonton.

“ Pak,“ setibanya di percetakan Yudha mulai menyiapkan beberapa kertas untuk mencetak kartu nama pesanan customer.

“ Iya, “ Bapaknya yang tengah melakukan press buku agenda menoleh.

“Apa Bapak pernah mendengar nama Derikan Park di Bandung ini ?,” Bapaknya menggeleng dan tersenyum lebar.

“ Itu bukan di Bandung nak, tapi di Sumatera. Cerita dari orang tua kami dulu, Kakek buyutmu pernah menjadi kuli kontrak di perkebunan tembakau Tanah Deli. Sebelum bertemu nenek buyutmu, Ia pernah rajin bertandang ke Derikan Park untuk melihat para putri kerajaan Deli. Salah satu putri menarik perhatiannya, tapi sayang Ia tak pernah punya kesempatan bertemu lagi semenjak sang putri ditawan karena menolak lamaran Sultan dari kerajaan lain.”

Yudha tertegun menyimak cerita Bapaknya, Ia tak menyangka Derikan Park itu benar-benar ada. Tapi bukan di Bandung kota kelahirannya, melainkan di Sumatera kota yang belum pernah Ia kunjungi. Gadis itu, apakah gadis itu putri yang pernah dilihat Kakek buyutnya. Jika benar, maka tidak mungkin Ia masih hidup.

“ Aa Yudha, kok melamun,” suara Nana terdengar dari arah depan kios percetakan Mereka. Membuat Yudha menoleh dan memaksa tersenyum.

“Mau ambil kalender ya Na ?,” Yudha berjalan ke lemari penyimpanan barang-barang pesanan yang sudah selesai di cetak.

“ Iya, tapi kalau banyak mah Nana nggak mau bawa. Aa saja yang anterin ke rumah ,“ Nana yang masih kuliah merengek manja pada Yudha. Yudha mengangguki permintaan Nana.

Bapak Yudha yang melihat manjanya Nana pada Yudha memaklumi, Ia sudah mengenal Nana dan keluarganya cukup lama. Tahu bagaimana Nana yang anak bungsu dan berstatus mahasiswi sehari-harinya, anaknya aslinya cuek terhadap lawan jenis. Tapi pada Yudha, bahasa matanya mengatakan kalau anak itu jatuh cinta.

Sebaliknya Yudha, Bapak bisa melihat dari kesehariannya. Biarpun banyak customer perempuan yang terkesan dengan ketampanan dan pembawaannya yang kalem, Yudha tetap saja tak bergeming. Membuat Bapaknya sebagai orang tua kadang heran, kenapa Yudha seperti tak punya ketertarikan pada satu wanitapun ?. Apa Ia mengalami miss orientasi seksual ?.

***

“ Kau mengantarnya pulang lagi kan ?,“ gadis itu menatap kecewa. Membuat Yudha jadi merasa bersalah.

“ Maaf, Aku memang mengantar Nana pulang. Tapi itu karena Aku harus membawakan kalender yang dipesan Toko Ayahnya,“ Yudha mencoba menjelaskan, Ia tak ingin ada kesalahpahaman diantara mereka berdua.

“ Kau selalu sempat untuk mengantarnya pulang. Kapan Kau sempatkan bertemu denganku di Derikan Park ?,” gadis itu menatap sendu.

Yudha memandanginya lekat-lekat, Ia ingin sekali. Sangat ingin berjumpa gadis yang dicintainya tersebut, tapi apakah mungkin gadis itu benar-benar ada jika Ia pergi kesana. Ke tempat yang ditunjukkannya.

“ Aku tak akan menemuimu lagi, mulai besok Aku hanya akan menunggumu di Derikan Park. Kalau Kau menepati janjimu, Aku akan mentraktirmu makan di Restaurant Jangkie,” Gadis itu pergi sebelum Yudha sempat berkata-kata.

***

Sehari, dua hari, sepekan, dua pekan, gadis itu benar-benar tak menampakkan dirinya lagi. Padahal Yudha sudah sangat sesak menahan rindu. Ia tak tahu harus mengungkapkan pada siapa semua rahasia hatinya.

“ Bapak tahu Restaurant Jangkie ?,” pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari bibir Yudha saat mereka sekeluarga tengah sarapan pagi.

Ibu yang tengah makan langsung tersedak mendengarnya, Bapak yang melihat reaksi Ibu buru-buru mengambilkan minum untuknya.

“ Kenapa Kau tanyakan tentang restaurant itu Nak ?,” Ibu menunjukkan keherananya.

“ Yudha hanya ingin tahu. Apa Kita pernah kesana ?,”

“ Tidak. Tapi almarhumah Kakak Ibumu pernah ingin kesana. Saat mengumpulkan bahan skripsi kuliah Ilmu Budayanya yang mengambil tema Tari Sarampang Dua Belas dan perkembangannya.” Bapak menuturkan.

“ Itu di awal tahun delapan puluhan saat Sarampang Duabelas mulai diijinkan dibawakan berpasangan sesuai syair lagunya. Untuk pertama kali, tarian laki-laki dan perempuan tersebut di pertunjukkan di Taman Sri Deli,“ Ibu menerawang saat menceritakannya.

“ Almarhum Kakak Ibumu bercerita dalam suratnya, Ia bertemu seorang pemuda tampan di acara pertunjukkan tari tersebut. Mereka janji bertemu di Restaurant Jangkie, tapi pertemuan tersebut tak pernah bisa terjadi. Kakak Ibumu mengalami kecelakaan di dekat kantor LonSum saat menuju restaurant tersebut ,“

Ibu menitikkan air mata saat Bapak menjelaskan peristiwa puluhan tahun silam tersebut. ingatannya seolah dikembalikan ke masa silam.

“ Usia Ibu dan Kakaknya hanya berselisih setahun, Mereka dekat. Makanya ketika peristiwa itu terjadi Ibu benar-benar terpukul. Saat itu Kami berdua masih pacaran,“ Bapak merengkuh bahu Ibu dan membawanya ke kamar untuk menenangkan diri.

***

Hampir sebulan gadis itu menghilang, menyisakan gelisah panjang yang menganggu tidurnya. Seperti malam ini, Yudha tak mampu memejamkan mata. Ingatannya terus terpatri pada gadis itu,dan keinginan terakhir yang gadis itu ucapkan.

Haruskah Aku pergi kesana ?, apa yang akan Ku dapati ?,” pertanyaan demi pertanyaan menganggu pikir Yudha.

Cerita tentang almarhumah Kakek Buyut dan Kakak Ibunya di masa lalu seperti teka teki yang ada kaitannya dengan gadis itu. Gadis yang selama ini dicintainya.

Yudha menjauhi tepi jendela dan mendekati meja komputer, mengetik pada halaman browsing nama tempat untuk mereka bertemu yang disebutkan gadis itu padanya.

“ Derikan Park, itu nama Taman Sri Deli sebelumnya. Lusa akan diadakan Kirab Bale Melayu yang start-nya dari sana. Jika Aku datang, apa gadis itu akan muncul disana ?,“

***

Dalam penerbangan langsung dari Bandung menuju Medan menggunakan pesawat AirAsia, Yudha masih mengingat peristiwa tadi pagi saat Ia menyampaikan niatnya untuk berkunjung ke Medan. Orang tuanya tak tampak terkejut, malah mendukung keputusannya.

Bapak tak ingin Kau terus bertanya-tanya tentang hal yang tak Kami mengerti. Selesaikanlah takdirmu, setelah itu kembalilah pada Kami ,“ ucapan Bapak yang tak dipahaminya membuat Bapak akhirnya menjelaskan.

Bahwa saat Yudha duduk di bangku sekolah dasar, anak itu kerap kali menanyakan hal-hal yangcukup aneh ditelinga Mereka.

” Siapa itu Mambang Yasid dan Mambang khayali ?, dimana letak Istana Maimun itu ?, dimana Meriam Puntungnya ?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat orang tuanya membawa Yudha ke Psikiater, hasil pemeriksaan menyimpulkan kalau Ia menderita Hyperactivity Disorder.

“ Tapi Kami tak yakin analisa Pskiater pertamamu benar. Karena Kau anak yang baik dan pintar, tidak pernah berbuat ulah baik dirumah maupun disekolah. Hanya pertanyaanmu saja yang terdengar janggal. Jadi tak mungkin Kau menderita ADHD.”

Bapak kemudian membawa Yudha ke Psikiater lain, hasil kedua menyimpulkan hal berbeda. Yudha terlahir sebagai anak indigo yang rohnya memiliki ingatan kuat pada masa lalunya. Hanya saja ingatan itu terputus-putus karena reinkarnasi terlalu cepat atau kurang dari lima puluh tahun.

“Sekarang Aku mengerti, kenapa gadis itu selalu hadir menemuiku. Dan kenapa Aku bisa jatuh hati padanya. Kami berhutang takdir untuk mengikat janji bersama.”Yudha membatin. Ia mulai bisa mengurai satu persatu kegelisahan yang selama ini menggelayutinya.

***

Taxi yang ditumpangi Yudha berhenti di depan Masjid Raya, Ia turun dan sekilas memperhatikan peserta kirab yang tumpah ruah dimuka jalan antara Mesjid Raya dan Taman Sri Deli.

Peserta Kirab yang jumlahnya mungkin ribuan tersebut berdiri menunggu Walikota membuka acara Kirab.

Yudha tak terlalu memperhatikan kemilau baju kebesaran melayu yang dikenakan para peserta Kirab. Langkahnya terlanjur bergegas menyeberang jalan menuju Taman Sri Deli yang berada di muka mesjid.

Untuk waktu yang cukup lama Yudha dibuat tertegun, taman ini sama persis dengan yang ada di mimpinya. Bedanya hanya air kolam yang sekarang tampak keruh dan taman telah sesak oleh pedagang kaki lima.

Kita bertemu di Derikan Park,“ suara gadis itu tiba-tiba terngiang dikepalanya. Membuyarkan semua ketersimaan Yudha.

Yudha menyapukan pandang ke sekeliling Taman, tak ada sosok gadis yang dicintainya diantara lalu lalang orang. Ia yang tak puas menyisir tiap jengkal taman.

“Ia berbohong padaku, Ia tak menepati janjinya,” Yudha yang tak menemukannya tertunduk lesu. Langkahnya gontai meninggalkan Taman Sri Deli.

Diayun langkah sekenanya, menyeberang jalan ke arah Mesjid Raya dan berbelok ke kanan. Menapaki lajur trotoar yang dipadati penonton kirab dan membiarkan kaki membawanya.

“ Tolong menepi, sebentar lagi Bus yang membawa Raja-Raja Nusantara akan lewat. Jangan sampai Anda tertabrak,“ teguran petugas lalu lintas yang berjaga membuat Yudha mendongakkan kepala.

Jauh diseberang sana, dihadapannya. Bangunan megah dengan halaman luas dan air mancur itu berdiri.

“Maaf, Saya harus menyeberang ,“ sebelum Petugas sempat mengiyakan Yudha sudah duluan berlari. Masuk ke halaman Istana Maimun, mencari sosok gadis yang di cintainya di sekitaran air mancur.

Belasan menit Ia mencari dengan penuh pengharapan, sosok itu kembali tak ditemukan. Sekali lagi, Ia harus menelan kekecewaan dan meyakinkan hatinya bahwa gadis itu tak mungkin datang. Gadis itu sudah mati.

***

“ Jaka-nya katanya batal datang, mendadak cacar air,“ suara Panitia yang berdiri disamping kereta kencana dekat pintu masuk memberitahu panitia lainnya.

“ Jadi gimana ?, nggak mungkin saat kirab nanti di kereta kuda cuma ada Dara Sumut,“ Panitia melirik Dara Sumut yang sudah duduk manis dengan balutan kebaya hijau.

“ Suruh Mas yang pakai topi merah itu saja menggantikan,“ Dara Sumut menunjuk pada pemuda yang tengah berjalan menuju pintu keluar.

“ Mukanya lumayan good looking. Kayanya nggak ada salahnya dipakai,” Panitia lain setuju.

“ Mas yang pakai topi merah,“ Dara Sumut itu turun dari kereta kuda dan berteriak pelan ke arah pemuda bertopi merah.

***

Yudha reflek mendongakkan kepala, ketika mendengar suara gadis yang dikenalinya. Gadis itu memanggil dengan nama atribut yang dikenakannya.

“Dia tidak menipuku, Dia menepati janjinya “ Yudha setengah berlari menghampiri.

“ Jaka yang menjadi pasangan kirabku berhalangan datang karena sakit. Kau bisa gantikan kan ? kalau Kau mau gantikan, Aku akan mentraktirmu makan siang di restaurant Jangkie,” gadis itu mengulang janji yang pernah diucapkannya.

“Oh ya salah, restaurant itu sekarang namanya TipTop,” Gadis itu mengedipkan mata dan tersenyum simpul.

Tak perlu nama, tak perlu perkenalan, dan tak perlu jawaban. Ucapannya sudah cukup menjelaskan untuk apa gadis itu dilahirkan dan berdiri dihadapannya. Untuk menyelesaikan takdir Mereka berdua……

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun