PELATIHAN GURU BERBASIS MOOC
UNTUK MENGATASI LEARNING LOSS AKIBAT PANDEMI COVID-19
Suasana pandemi akibat menyebarluasnya virus Covid-19 yang diikuti dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sepanjang tahun 2020 dan 2021 menyebabkan interaksi guru dan peserta didik dalam pembelajaran tidak lagi dapat dilakukan dengan moda tatap muka penuh. Pembelajaran jarak jauh, baik secara daring maupun dengan cara-cara lainnya, menjadi pilihan utama untuk mencegah guru dan peserta didik terjangkit virus Covid-19. Beragam aplikasi manajemen pembelajaran (learning management system) dan tatap muka virtual (video conference) pun digunakan guru dan peserta didik. Namun, setelah moda pembelajaran tersebut berlangsung sekian lama, muncul kekhawatiran sebagian kalangan tentang kemungkinan terjadinya kemunduran akademik (learning loss) pada diri peserta didik. Logikanya, seorang peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran selama satu bulan pasti akan mengalami banyak kesulitan belajar, apalagi jika selama kurang lebih dua tahun ia tidak pernah mengikuti kegiatan tatap muka penuh. Tulisan ini memaparkan secara singkat definisi learning loss, penyebab, dampak, dan alternatif pemecahannya melalui pelatihan guru berbasis MOOC.
A. Definisi Learning Loss
Secara harfiah learning loss diartikan sebagai ‘kehilangan belajar’. Namun, secara pedagogik learning loss dimaknai sebagai ‘kemunduran akademik’ atau ‘penurunan prestasi belajar’, yakni penurunan prestasi peserta didik akibat menurunnya pertumbuhan akademik yang dipicu oleh hal, masalah, atau situasi tertentu (Betebenner dan Wenning, 2021). Istilah learning loss mengacu pada hilangnya pengetahuan dan keterampilan, baik secara spesifik maupun umum, atau kemunduran dalam kemajuan akademik, yang paling sering disebabkan oleh kesenjangan berkelanjutan atau diskontinuitas pendidikan peserta didik (https://www.edglossary.org). Pembelajaran pada hakikatnya merupakan sebuah proses pertumbuhan peserta didik, baik intelektualitas maupun perilaku. Pertumbuhan itu harus terus berjalan agar potensi, minat, bakat, dan kompetensi peserta didik mencapai kemajuan yang optimal. Gangguan terhadap proses pertumbuhan itu, baik berupa disrupsi, interupsi maupun diskontinuitas pembelajaran secara individual maupun klasikal, dapat memicu terjadinya learning loss. Di masyarakat kita learning loss lebih dikenal dengan istilah ‘tertinggal pelajaran’. Misalnya, peserta didik yang tidak masuk selama 2 minggu karena sakit dapat tertinggal pelajaran dibandingkan teman-teman sekelasnya.
B. Penyebab Learning Loss
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa situasi pandemik itu akan berlangsung sedemikian lama (sekitar 2 tahun, bahkan mungkin lebih). Merebaknya pandemi Covid-19 dan pemberlakuan PPKM membawa implikasi luas bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pembelajaran dengan moda tatap muka penuh tidak lagi diijinkan. Akibatnya, sekolah-sekolah yang memiliki sarana memadai langsung mengalihkan pembelajaran tatap muka penuh menjadi tatap muka virtual dengan aplikasi Google Classroom, Whatsapp, Telegram, Zoom, Google Meet, atau aplikasi lainnya. Sekolah-sekolah yang guru dan peserta didiknya tidak memiliki gawai, tablet, laptop atau sejenisnya mengupayakan cara-cara lain yang meminimalkan kontak fisik guru dan peserta didik. Ada pula yang memberikan penugasan harian atau mingguan (setiap hari tertentu orang tua peserta didik harus ke sekolah untuk mengambil tugas dari guru), bahkan program kunjungan guru (home visit).
Pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Covid-19 berpotensi menimbulkan learning loss. Sebagian guru memang telah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran jarak jauh. Sebagian orang tua juga telah memberikan bimbingan pada anak-anak mereka saat belajar di rumah. Namun, tetap saja pertumbuhan sikap dan pengembangan keterampilan tidak akan dapat mencapai taraf optimal jika pembelajaran hanya dilakukan secara muka virtual (vicon), melalui LMS, atau dengan media sosial. Kekhawatiran akan terjadinya learning loss itu sesungguhnya sangat wajar karena pada kenyataannya strategi guru dalam berinteraksi dengan peserta didik selama masa pandemi sangat beragam. Sebagian guru memang sudah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Namun demikian, sebagian lainnya (dan jumlahnya justeru lebih banyak) masih menggunakan cara-cara biasa tanpa banyak melibatkan penggunaan perangkat teknologi dan informasi.
Hasil survei nasional tentang dampak Covid-19 terhadap anak (Usnadibrata, 2020) mendukung kekhawatiran tersebut. Data hasil survei menunjukkan fakta bahwa 73% orang tua mengatakan anak-anak mereka belajar jauh lebih sedikit, 26% orang tua mengatakan bahwa guru sama sekali tidak memantau anak-anak mereka, 79% peserta didik tidak dapat mengakses bahan ajar yang memadai, 35% orang tua mengatakan sangat memerlukan materi belajar buat anak-anak mereka, dan 20% orang tua mengalami kesulitan membeli materi belajar bagi anak-anak mereka. Hasil survei lain (Woessmann, 2020) menunjukkan bahwa selama pandemi peserta didik di Jerman menghabiskan waktu sebanyak 3,6-7,4 jam untuk kegiatan yang berkaitan dengan sekolah, 74% peserta didik belajar selama lebih dari empat jam sehari, dan 38% peserta didik belajar selama lebih dari 2 jam sehari. Sementara itu, aktivitas menonton TV, bermain game komputer, dan menggunakan ponsel meningkat hingga 5,2 jam per hari.
Secara umum, learning loss disebabkan oleh gangguan, baik berupa disrupsi, interupsi maupun diskontinuitas, selama proses pembelajaran sehingga kemajuan belajar peserta didik terhambat. Learning loss dapat timbul, misalnya, akibat peserta didik sering tidak masuk kelas, liburan yang terlalu lama, penutupan sekolah, kurangnya kehadiran guru di kelas, rendahnya interaksi guru dan peserta didik, dan sejenisnya. Libur akhir semester yang terlalu lama dapat menimbulkan learning loss. Jika selama liburan peserta didik sama sekali tidak belajar atau tidak diberi penguasan tertentu, kesiapan belajar mereka pada awal semeser berikutnya menjadi menurun. Akibatnya, prestasi akademik mereka pun menurun. Learning loss juga dipengaruhi oleh budaya lokal. Pada masyarakat tertentu terdapat adat istiadat yang mengharuskan peserta didik membantu orang tuanya atau masyarakat tempat ia tinggal selama beberapa hari, misalnya saat musim panen, pesta adat, hajatan, atau semacamnya. Selama itu pula ia tidak dapat masuk sekolah. Learning loss juga dapat terjadi pada peserta didik yang sempat putus sekolah dan kemudian memutuskan untuk kembali bersekolah.
Namun, learning loss tidak selalu disebabkan oleh faktor peserta didik. Metode pembelajaran yang kurang efektif dan pengaturan jadwal pelajaran yang kurang tepat juga dapat mendorong terjadinya learning loss. Peserta didik yang selama bertahun-tahun diajar oleh guru yang kurang berkualitas akan mengalami penumpukan learning loss. Inilah salah satu alasan mengapa guru sebaiknyanya tidak mengajar peserta didik yang sama tiap tahun. Jadwal pelajaran dengan sistem blok juga dapat memicu learning loss bagi sebagian peserta didik. Dengan sistem blok, materi pelajaran yang biasanya harus dipelajari selama 1 semester dapat diatur jadwalnya (dipadatkan) sehingga selesai, misalnya, dalam satu bulan. Jika jadwal blok itu ditaruh di awal semester, jarak dengan semester berikutnya terlalu jauh sehingga berpotensi menimbulkan diskontinuitas pembelajaran.
C. Dampak Learning Loss
Learning loss telah sejak lama menjadi perhatian para praktisi (guru dan dosen) dan peneliti. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa peserta didik mengalami penurunan prestasi seusai menikmati libur musim panas. Penurunan nilai Matematika lebih besar daripada nilai membaca. Di tingkat perguruan tinggi, angka penurunan itu bahkan lebih besar lagi (Quinn dan Polikoff, 2017). Dalam konteks pandemi Covid-19, pemberlakuan PPKM, locked down, penutupan sekolah (school closure), atau kebijakan sejenis lainnya dapat menimbulkan learning loss secara signifikan. Hasil penelitian Dorn et al (2020) menunjukkan bahwa peserta didik yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah, berkulit hitam, dan berasal dari ras Hispanik memiliki risiko paling tinggi terhadap learning loss. Chetty et al. (2020) dalam Hanushek dan Woessmann (2020) menemukan fakta bahwa kemajuan belajar peserta didik dalam pelajaran Matematika mengalami penurunan tajam selama krisis pandemi Covid-19.
Dampak learning loss tidak hanya berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik. Learning loss juga dapat mengganggu pertumbuhan GDP nasional jangka panjang. Dorn et al. (2020) membuat skenario estimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh learning loss. Menurut estimasi mereka, selama 12,4 bulan belajar di rumah, terjadi angka putus sekolah sebanyak 1,1 juta, hilangnya GDP hingga tahun 2040 sebesar 306-483 milyar dollar, dan kehilangan penghasilan tahunan sebesar 169-221 milyar dollar.
E. Peran Guru dalam Mengatasi Learning Loss
Lalu, bagaimana cara mengatasi learning loss? Learning loss dapat diminimalkan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu penyebab-penyebabnya. Seperti dijelaskan sebelumnya, learning loss disebabkan banyak, antara lain, faktor guru, faktor peserta didik, faktor orang tua, faktor sumber belajar, faktor infrastruktur wilayah, faktor budaya, dan faktor-faktor lainnya. Dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, learning loss disebabkan terutama oleh terbatasnya interaksi guru-peserta didik, kurangnya bimbingan langsung guru, lemahnya bimbingan orang tua, kurangnya sumber belajar, ketiadaan perangkat pengakses informasi, kurangnya infrastruktur internet, dan rendahnya motivasi belajar peserta didik. Namun, faktor yang paling dominan adalah peran guru selama pembelajaran jarak jauh. Harus diakui bahwa dalam tradisi pendidikan di Indonesia kehadiran dan bimbingan guru masih memegang peran penting dalam mendukung kemajuan belajar peserta didik. Dalam hal belajar, tak jarang peserta didik lebih patuh pada gurunya daripada pada orang tuanya. Akibatnya, tanpa kahadiran guru secara fisik, peserta didik mengalami banyak kesulitan belajar yang tidak mampu dipecahkan meskipun sudah melalui bimbingan orang tua. Apalagi, tidak semua orang tua peserta didik memiliki kemampuan untuk membimbing belajar anaknya. Oleh karena itu, peran guru menjadi sangat sentral dalam meminimalkan learning loss selama masa pandemi dan bahkan setelah pandemi berakhir. Tanpa memberikan penguatan pada peran guru, upaya untuk mengatasi learning loss akan berakhir sia-sia.
Learning loss dapat diminimalkan dengan meningkatkan kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh sering diidentikkan dengan penggunaan teknologi canggih. Padahal, pembelajaran jarak jauh pun dapat diselenggarakan dengan cara-cara yang lebih sederhana, terutama bagi wilayah-wilayah yang jaringan komunikasi dan akses informasinya terbatas. Sayangnya, tidak semua guru memiliki kemampuan untuk mengelola pembelajaran jarak jauh. Apalagi, tidak pernah ada penyiapan atau pembekalan khusus bagi guru-guru untuk melakukan pembelajaran jarak jauh. Sebagian besar dari mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran jarak jauh, terutama, melalui kegiatan belajar mandiri, mengikuti webinar, bimbingan teman, dan sejenisnya yang dilakukan secara insidental dan terbatas. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh guru-guru melalui sejumlah kegiatan itu tentunya masih terbatas. Hanya sedikit guru yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan khusus tentang pembelajaran jarak jauh. Oleh karena itu, perlu ada satu bentuk pelatihan yang dapat diikuti oleh ribuan guru dengan materi yang benar-benar dibutuhkan dan terkait dengan pembelajaran jarak jauh. Semua guru dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan tersebut secara mudah dan dapat belajar kapan saja dan di mana saja tanpa terkendala keterbatasan jaringan komunikasi dan akses informasi. Karakteristik pelatihan seperti itu terdapat pada platform pelatihan yang disebut Massive Open Online Courses (MOOCs).
F. Pelatihan Guru Berbasis MOOC
Agar dapat memainkan peran sentral dalam mengatasi learning loss, guru harus memiliki kompetensi pembelajaran jarak jauh yang memadai. Jika ingin kompetensi guru Indonesia meningkat, perlu ada jenis pelatihan yang dapat diikuti secara terbuka oleh semua guru. Pelatihan konvensional berbentuk tatap muka terbukti tidak dapat menjangkau 2-3 juta guru Indonesia karena, salah satunya, anggaran Kemdikbudristed untuk peningkatan kompetensi guru sangat terbatas. Namun, sebenarnya terdapat solusi yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kompetensi guru, yaitu dengan pelatihan guru berbasis MOOC. Mengapa MOOC? MOOC menawarkan banyak keunggulan yang tidak dimiliki platform lain. Apa saja keunggulan MOOC? Berikut ini dipaparkan secara umum ikhwal MOOC.
G. Definisi MOOC
Apa itu MOOC? Istilah MOOC diciptakan oleh Stephen Downes dan George Siemens. Definisi MOOC dapat dirunut dari kata-kata yang menyusun akronim tersebut. Massive berarti pelatihan/kursus ini dimaksudkan untuk dapat diakses oleh sejumlah besar peserta. Open artinya peserta tidak perlu membayar biaya atau persyaratan khusus apa pun untuk masuk, mendaftar, dan mengikuti pelatihan/kursus. Online berarti didasarkan pada pola e-learning yang dapat diakses melalui laman internet. Course berarti kursus, pembelajaran, atau pelatihan. MOOC dapat dilihat sebagai pengembangan sumber daya pendidikan secara terbuka dengan membawa beberapa karakteristik baru.
MOOC adalah platform pembelajaran/kursus jarak jauh yang memungkinkan siapa pun mengikuti secara gratis, terbuka, daring, dan non-kredit yang tersedia di internet. MOOC dapat diikuti oleh peserta dalam jumlah peserta besar yang terlibat dalam kegiatan mingguan dengan tujuan mempelajari sesuatu yang baru. Siapa pun yang tertarik untuk belajar hal-hal baru dapat masuk dan mendaftar di platform MOOC. Para peserta dapat meningkatkan keterampilan mereka sekaligus berkesempatan mendapatkan sertifikat dan terhubung dengan peserta lain (Pedagogis, 2015). MOOC pertama kali diperkenalkan pada tahun 2008. Pada tahun 2012 MOOC populer sebagai moda pembelajaran jarak jauh (Kim et al., 2015). Perkembangan MOOC berakar pada cita-cita keterbukaan pendidikan yang menekankan bahwa pengetahuan harus dibagikan secara bebas dan keinginan belajar harus dipenuhi tanpa terkendala demografis, ekonomi, dan geografis. Kemudahan akses selama 24 jam, pembelajaran mandiri, dan efektivitas biaya telah menarik minat jutaan orang di seluruh dunia untuk mengikuti pelatihan/kursus/perkuliahan berbasis MOOC.
H. Karakteristik MOOC
Karakteristik umum MOOC sudah dijelaskan pada bagian definisi, sedangkan karakteristik khususnya tergantung pada jenis desain MOOC yang dipilih. cMOOC, misalnya, memiliki 4 karakteristik utama, yaitu otonomi, keragaman, interaktivitas, dan keterbukaan (www.tonybates.ca). Dalam cMOOC peserta bebas memilih konten atau keterampilan yang ingin dipelajari, pembelajarannya bersifat personal, dan tidak ada kurikulum formal. Keragaman mengacu pada keragaman perangkat yang dipakai, karakteristik peserta dan tingkat pengetahuan mereka, dan konten. Interaktivitas mengacu pada pembelajaran kooperatif dan komunikasi antarpeserta yang menghasilkan pengetahuan baru. Keterbukaan mengacu pada kemudahan akses, konten, aktivitas, dan asesmen. Bagi pendukung cMOOC, hasil belajar tidak diperoleh dari transmisi atau transfer pengetahuan melainkan dari berbagi pengetahuan antarpeserta.
Sementara itu, xMOOC menggunakan perangkat lunak yang dirancang untuk memungkinkan registrasi peserta dalam jumlah sangat banyak. xMMOC juga menyediakan fasilitas untuk menyimpan dan memutar materi digital, termasuk prosedur asesmen otomatis dan melacak performa peserta. xMOO menyediakan video-video pembelajaran/kursus standar yang dapat diunduh peserta sesuai kebutuhan. Video ini berdurasi 15-50 menit. Video-video tersebut tersedia selama masa 10-13 minggu pembelajaran/kursus. Kadang-kadang xMOOC juga menyediakan salinan slide, file audio pelengkap, tautan sumber belajar, dan artikel daring yang dapat diunduh peserta. Soal-soal tes yang dikerjakan peserta dinilai dan diberi umpan balik secara otomatis oleh sistem. Peserta dapat mengunggah pertanyaan, permintaan bantuan, atau komentar terhadap konten pembelajaran/kursus tetapi hanya tersedia sedikit ruang untuk moderasi. Moderasi lebih bersifat klasikal, bukan individual. Peserta biasanya memperoleh sertifikat pembelajaran/kursus setelah mengerjakan tes akhir yang dinilai oleh sistem. Perangkat lunak xMOOC menyediakan data-data analitik yang memberikan informasi tentang peserta dan performanya.
I. Jenis-Jenis MOOC
Berdasarkan teori belajar yang mendukungnya, MOOC dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu cMOOC dan xMOOC (Levy, 2014). cMOOC didasarkan pada teori belajar Konektivisme yang menekankan kekuatan jejaring dengan individu lain, mengumpulkan beragam pendapat, dan berfokus pada tujuan akhir. Di dalam jejaring, peserta menggunakan platform digital seperti blog, wiki, dan media sosial untuk membuat koneksi dengan konten, komunitas belajar, dan peserta lain untuk menciptakan dan mengkonstruksi pengetahuan. Dalam cMOOC peserta mengambil peran ganda, sebagai guru dan peserta didik, saat mereka berbagi informasi satu sama lain dan terlibat dalam pengalaman dan diskusi bersama. cMOOC betul-betul mencerminkan pengertian ‘terbuka’ (open) dari platform itu sendiri karena konten pendidikan terus-menerus dihasilkan oleh komunitas daring dan dibagikan kepada peserta lain secara terbuka (https://blogs.onlineeducation.touro.edu).
Berbeda dengan cMOOC, xMOOC didasarkan pada struktur kelas yang lebih tradisional. xMOOC lebih berpusat pada guru/narasumber daripada peserta didik. xMOOC biasanya merupakan kombinasi dari video pembelajaran/pelatihan/perkuliahan yang telah direkam sebelumnya dengan kuis, tes, atau teknik penilaian lainnya. xMOOC menyerupai perkuliahan/pembelajaran yang berpusat pada dosen/guru. Jika cMOOC terfokus pada penciptaan dan pemeroleh pengetahuan baru, cMOOC lebih terfokus pada duplikasi pengetahuan. Jenis-jenis pelatihan/kursus ini dapat ditemukan di Coursera, EdX, Udacity, NovoEd. dan ClassPert. MIT, Harvard, dan Stanford merupakan penggagas utama xMOOC. Terlepas dari tujuan kedua jenis MOOC itu untuk menyediakan pendidikan terbuka dan gratis (relatif murah) kepada publik, xMOOC dan cMOOC memiliki struktur dan kualitas yang sangat berbeda. Setiap bentuk MOOC menetapkan jenis lingkungan belajar yang berbeda dan metode pemerolehan pengetahuan yang berbeda pula.
J. Kesimpulan
Pandemi Covid-19 menyebabkan proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan moda pembelajaran jarak jauh. Guru dan peserta didik tidak dapat berinteraksi langsung secara fisik. Sebagian guru memanfaatkan kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh teknologi informasi dan komunikasi untuk memastikan bahwa peserta didik tetap belajar di rumah dengan bimbingan orang tua. Sebagian lainnya masih mengandalkan cara-cara sederhana tanpa bantuan teknologi. Tidak ada yang menyangka situasi pandemik itu akan berlangsung cukup lama. Muncul kekhawatiran banyak kalangan terhadap kemungkinan timbulnya learning loss akibat terlalu lamanya peserta didik tidak berinteraksi langsung dengan guru. Learning loss sejatinya adalah penurunan prestasi peserta didik akibat menurunnya pertumbuhan akademik yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu. Learning loss disebabkan oleh adanya disrupsi, interupsi, dan diskontinuitas pendidikan sehingga kemajuan belajar peserta didik terganggu. Dampak learning loss tidak hanya berkaitan dengan perkembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik, tetapi juga berpengaruh terhadap masa depan peserta didik, bahkan perekonomian negara.
Guru memiliki peran sentral dalam mengatasi learning loss. Namun, guru juga menjadi salah satu penyebab terjadinya learning loss, terutama berkaitan dengan strategi pembelajaran kurang efektif. Agar dampak learning loss dapat diminimalkan, guru harus ditingkatkan kompetensinya. Sebagian kecil guru telah memperoleh pelatihan-pelatihan terkait dengan tugas pokok mereka. Namun, masih lebih banyak guru yang sama sekali belum pernah mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan lembaga-lembaga diklat atau dinas pendidikan setempat. Pola-pola kegiatan diklat yang diselenggarakan diklat selama ini kebanyakan berbiaya besar, di wilayah tertentu, dan dengan jumlah peserta terbatas. Akibatnya, sasaran yang dapat dijangkau kegiatan tersebut menjadi sangat terbatas dan tidak merata. Kendala seperti itu sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan pelatihan guru berbasis platform MOOC. MOOC memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh platform lainnya. Pelatihan berbasis MOOC bersifat terbuka sehingga dapat diikuti oleh banyak guru (bahkan dapat diikuti ribuan peserta). Guru dapat memilih topik-topik kursus (course) yang ingin dipelajari. Guru dapat mengatur sendiri waktu belajarnya sesuai rentang waktu kursus yang tersedia tanpa khawatir menganggu tugas-tugas utamanya di sekolah. Konten materi kursus dikemas dalam bentuk pembelajaran mikro (microlearning) yang memudahkan guru memahami pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Dalam situasi pandek seperti sekarang ini MOOC menjadi salah satu alternatif terbaik untuk meningkatkan kompetensi guru secara efektif, berbiaya ringan, dan masif. Peningkatan kompetensi tersebut pada gilirannya akan memudahkan guru dalam mengelola pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Covid-19 dengan lebih efektif. Pembelajaran jarak jauh yang efektif akan meminimalkan dampak akibat learning loss.
K. Daftar Pustaka
Betebenner, D. W., Wenning, R. J. 2021. Understanding Pandemic Learning Loss and Learning Recovery: The Role of Student Growth & Statewide Testing. Center for Assesment. Narional Center of the Improvement of Educational Assesment, Dover, New Hampshire, Januari 2021.
Chetty, Raj, et al. 2020. “How Did Covid-19 and Stabilization Policies Affect Spending and Employment? A New Real-Time Economic Tracker Based on Private Sector Data”. Diunduh dari https://opportunityinsights.org/wp-content/uploads/2020/05/tracker_paper.pdf.
Dorn, Emma et al. 2020. Covid-19 and student learning in the United States: The hurt could last a lifetime. Public Sector Practice. June 2020. McKinsey & Company.
Hanushek, E. A., Woessmann, L. 2020. The Economic Impacts of Learning Losses. OECD. September 2020.
https://blogs.onlineeducation.touro.edu/distinguishing-between-cmoocs-and-xmoocs/.
https://www.edglossary.org/learning-loss/.
https://www.tonybates.ca/2014/10/13/comparing-xmoocs-and-cmoocs-philosophy-and-practice/.
Levy, D. 2014. Two Types of MOOCs: An Overview. Adult Education in Israel, 13(February), 106–117.
Lim, V., et al. 2017. Massive Open and Online Courses and Open Education Resources in Singapore. 1–10. http://arxiv.org/abs/1708.08743.
Kim, B., et al. 2015. MOOCs and Educational Challenges around Asia and Europe. DOI:ISBN 978-89-20-01809- 1(93370)IAL (Institute for Adult Learning) Singapore Sg. (n.d.). Diunduh dari https://www.udemy.com/user/ialsg/.
Pedagogical, M. 2015. Research report on MOOCs Pedagogical framework. Diunduh dari https://www.langmooc.com/wp-content/uploads/2016/12/Research_report_MOOCs_Pedagogical_framework.pdf.
Quinn, D. M., Polikoff, M. 2017. Summer learning loss: What is it, and what can we do about it? A report. Diunduh dari https://www.brookings.edu/research/summer-learning-loss-what-is-it-and-what-can-we-do-about-it/.
Woessmann, Ludger. 2016. “The Economic Case for Education”, Education Economics, Vol. 24/1,pp. 3-32.
Yousef, A. M. F., et al. 2015. The State of MOOCs from 2008 to 2014: A Critical Analysis and Future Visions. Sprinegr International Publishing Switzerland 2015. S. Zvacek et l. (Eds.): CSEDU 2014, CCIS 510, pp. 305-307, 2015. DOI: 10.1007/978-3-319-25768-6_20.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H