Dalam seuntai hampa maya, resah kukecap luka
Kubangan darah yang menganga
Sesak tubuh yang tergulai layu di sudut waktu
Dalam ranah dengungan, serta teriakan menukik pelik
Desahan lara menyeruak di ujung gema
Getaran bising yang menukik rawa-rawa raga
Melawan sembab memar yang mendengus pelan, perlahan
Kucari tanda tanya yang entah di mana
Tentang rasa yang berseteru dalam kelam malam
Ruang kembali berulang kali kudobrak, dengan sialnya
Menyesal telah kukunci ia begitu rapat
Lukaku kian menganga, hingga perih ubahnya menjadi bisa
Tanda sedang memberikan sedetak koma
Meski terdengar dengusan hawa hampa menyeka
Berdiri masih kupilih enggannya
Bersama bayang-bayang lara, yang membius dalam balutan siksa bernama derita
Sanggahanku masih membara, lantang
Meski maya kurasa, namun nyata rupanya
Metamorfosis sudah menyambah alamku
Retak dan kembali utuh menjadi siklus
Tolong katakan padanya, ubah semua dongengnya
Biarkan maya melintas dan menjejal nyata
Lelah, lara kian memperdaya, usut air mata menyeka
Kusesali, memang demikian semesta memintanya
Jika itu memang tanda tanya yang kucari
Katakan padanya, jangan membaca laraku lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H