Mohon tunggu...
Ratika JihanKhairunnisa
Ratika JihanKhairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi statistika

Saya mahasiswi prodi D-III Statistika di salah satu sekolah ikatan dinas di Jakarta. Suka matematika, sains, sejarah, sastra, alam, memasak, dan berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa yang Terjadi dengan Mr. Mask?

10 Juli 2024   17:30 Diperbarui: 10 Juli 2024   17:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi yang cerah untuk Ali mengawali harinya yang baru di minggu pertama kuliah di semester baru, semester tiga. Begitu juga dengan teman satu kos dan satu kelas dengannya, Edo, yang sayangnya sedikit terlambat bangun karena tidak bisa tidur nyenyak semalam. Ali sudah bersiap-siap dengan mengubah gaya rambutnya yang semula seperti mangkuk, menjadi lebih rapi dengan belahan di tengah ala artis-artis Korea. Tidak lupa, dia mengganti model kacamatanya yang semula kotak seperti batako, menjadi bulat, menambah pesonanya yang tersembunyi. Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional ini, dikenal dengan sifatnya yang pemalu melebihi putri malu. Ali selalu menggunakan masker selama satu tahun dia kuliah. Dia membuka masker hanya saat presentasi dan itulah momen yang paling ditunggu teman-teman sekelasnya, bahkan beberapa dosen.

Ali tiba di kelas cukup awal sekitar pukul setengah sepuluh pagi, sementara kelas dimulai pukul sepuluh. Dia melangkah dengan sedikit menunduk dan bergegas menempati tempat duduk favoritnya, pojok belakang dekat jendela. Teman-temannya heran melihat dia yang tampil berbeda tanpa masker. Ali mengeluarkan notes-nya. Melihat beberapa temannya yang tidak berhenti melihat ke arahnya, dia gugup, lalu pergi lewat pintu belakang dan menuju toilet.
“Ali kamu ganteng banget OMG,” kata Vania dengan suara cemprengnya.
“Iya ya ampun, dia buka masker,” jawab Dila seperti orang kesurupan melihat cowok ganteng dadakan.

Tiba-tiba Edo masuk dan segera duduk di sebelah kanan bangku yang dipilih Ali, lalu melanjutkan tidur. Vania, Dila, dan teman-teman yang lain bergegas menghampiri Edo untuk mencari tahu informasi tentang Ali. Dila mencoba bertanya, “Edo, Ali kenapa tiba-tiba berubah gitu?” Edo tidak menjawab pertanyaan Dila. Vania pun mencoba untuk bertanya ke Edo sambil duduk di bangku Ali, “Edo, kamu tahu Ali kenapa?” Edo juga tidak menggubris pertanyaan Vania. 

Tanpa sengaja, Vania menjatuhkan notes Ali dan amplop di dalamnya keluar. Dila melirik amplop pink itu, dan segera mengambilnya. Satu menit kemudian, Dila tertawa dengan keras sambil menepuk-nepuk meja. “Oh pantesan, Mr. Mask lagi fall in love guys,” kata Dila dengan suara yang cukup keras. Seisi kelas menoleh ke arah Dila yang memegang sehelai kertas berwarna pink. Dila pun membaca isi kertas itu dengan suara lantang, layaknya sedang  berpidato, sementara teman-temannya mendengarkan dengan seksama. “Jadi, Ali ada rasa sama Intan selama ini? Mungkin dia ngubah penampilannya biar Intan tertarik sama dia,” Ria bergumam lirih.

Semua menoleh ke arah Ria dan mengangguk tanda setuju. Tiba-tiba Ali dan Intan masuk secara bersamaan. Intan segera duduk di samping Edo, begitupun Ali. Semua teman-teman memfokuskan pandangan mereka ke arah Ali dan Intan dengan senyum menggoda. Intan yang merasa ada yang salah dengan teman-temannya dengan spontan bertanya, “Ada berita bahagia apa hari ini?” Vania dengan nada meledek menjawab, “Kamu punya secret admirer di kelas ini Tan.” Namun, dengan santainya Intan membalas, “Oh, itu udah biasa. Pas aku SD juga udah punya banyak penggemar.”


Sementara Ali kebingungan mencari amplop di dalam notes-nya yang hilang. Dila yang menyadari hal itu segera meluncurkan ledekan mautnya ke Ali, “Aku terlalu biasa untuk kamu yang luar biasa Intan, tetapi kamu bagaikan mentari yang datang saat langitku mendung.” Ali menjawab dengan nada marah, “Kamu kok nggak sopan banget sih main ambil barang orang!”  Tanpa pikir panjang, Ali merebut paksa kertas di tangan Dila, lalu mengambil tasnya dan keluar kelas.

Edo yang sebenarnya mendengar percekcokan pagi ini tidak tahan untuk meluapkan emosinya, “Ali berubah gara-gara diceramahin kakak perempuannya yang salting abis ditembak semalam. Kalau sampai dia masih culun kayak dulu, aku yang disuruh ngurusin dia. Kakaknya itu takut kalau Ali ngga bakal dilirik cewek kalau penampilannya nggak menarik. Aku sampai nggak bisa tidur, dengar ocehan kakaknya. Amplop itu bukan punya dia, tapi punya Intan, kakaknya, ketinggalan semalam,” terang Edo dengan nada geram.

Semua menyesal mengingat ledekan mereka yang tidak berperikemanusiaan ke Ali, terutama Dila yang sampai menangis.
“Santai guys, Ali nggak marah beneran kok, paling ke perpus ngadem,” kata Intan.
“Tapi bawa tas loh,” jawab Dila sambil menahan tangis dan rasa bersalah.
Tiba-tiba Ali memberitahu informasi pengunduran sesi kelas hari itu lewat grup WhatsApp.
"Kelas hari ini diundur jadi jam 1, online."
“Guys, ada yang bawa masker?” tanya Ali seolah dia tidak marah.
Semua menoleh ke arah Edo dengan wajah nelangsa.
“Tuh kan, nambahin kerjaan aku buat ngurusin dia!” jerit Edo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun