Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyibukkan Lansia

27 Desember 2014   06:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:23 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_386302" align="aligncenter" width="500" caption="Mbah Karto, pembuat dolanan wayang kertas, payung dan angkrek (dok.Ratih&Fandi)"][/caption]

Sering informasi dari piramida kependudukan terbaca seperti ini “Jumlah kelompok usia produktif yang lebih besar, berpotensi menanggung 50 orang usia tidak produktif.” Benarkah demikian? apakah karena lansia, dianggap tidak bekerja, tidak produktif dan lebih banyak diam dirumah menjadi bukti lahirnya asumsi seperti itu (lansia menjadi bebang tanggungan usia produktif)?

Berangkat dari rigidnya data-data statistik yang terbaca sangat kaku, kita lalu membayangkan jika fakta dilapangan persis seperti apa yang disajikan dalam analisis kependudukan. Bulan lalu, saya berkunjung ke salah satu dusun di Bantul, Dusun Pandes namanya. Dusun ini terkenal sebagai dusun pembuat mainan tradisional yang sudah sangat jarang kita temukan selain datang ke Pandes.

Saya sangat terkesan dengan kegiatan orang-orang tua, lansia yang ada di dusun ini. Pembuat dolanan tradisional ini adalah simbah yang berusia 80 tahunan. Mbah Karto (pembuat payung Megar) yang menyambut kami di rumah adiknya nampak tidak siap kedatangan tamu kala itu. Dengan tertatih-tatih Mbah Karto berbicara, seperti mengajak masuk ke dalam atau sekadar duduk di kursi. Suaranya yang terdengar parau dan tidak jelas, sempat membingungkan kami, lalu Mbah Karto kembali merekatkan kertas minyak ke jeruji bambu yang sudah tersedia.

Mbah Karto, nampaknya senang sekali dengan pekerjaan yang nampak sepele di mata saya. Sekilas memang terlihat sederhana pekerjaan itu, tapi bagi Mbah Karto yang tubuhnya sudah renta, sepertinya pekerjaan membuat dolanan adalah kegiatan yang paling ampuh membunuh kejenuhan mereka. Dari kegiatan ini mereka juga mendapat penghasilan, kecil atau besar penghasilannya itu bukan masalah, yang paling penting lansia ini menunjukkan kemandirian.

Seperti Mbah Karto, ada juga simbah (lupa namanya) yang menjadi pemimpin kelompok baris berbaris layaknya tentara keraton. Mbah tersebut dijadikan sebagai pelatih karena profesinya selama ini juga bekerja di dalam keraton Jogja. Dusun Pandes kala itu sedang mengadakan latihan baris berbaris seperti prajurit kerajaan untuk menyambut hari jadi kelurahan dusun Pandes. Sebagian besar yang ikut latihan hanya bapak-bapak, ibu-ibu dan simbah. Saya tanya, kenapa yang ikut hanya orang tua saja, dijawab mbah kalau kebanyakan anak mudanya sibuk, ada yang kuliah juga.

[caption id="attachment_386303" align="aligncenter" width="448" caption="Warga dusun Pandes yang sementara latihan menyambut hari jadi kelurahan (dok.Ratih&Fandi)"]

14196118471082167756
14196118471082167756
[/caption]

Jangan remehkan fisiknya

Biasanya dari film-film yang saya tonton, bagian yang paling senangi jika ada adegan atau peran yang melibatkan orang tua. Film-film yang menggambarkan bagaimana kehidupan lansia, sekalipun hal itu tidak disampaikan secara gamblang, biasanya penonton sendiri yang menangkapnya. Dari sini saya melihat ada perbedaan mencolok kondisi lansia yang ada di negara kita (umumnya) apalagi di kampung saya dengan yang ada di negara lain, terutama negara maju.

Lansia di daerah saya biasanya ketika memasuki masa pensiun sudah tidak bekerja, tidak banyak pekerjaan yang dilakukan. Kecuali sebelum pensiun ada yang telah berencana membuka warung, tempat fotokopi atau membangun rumah kos. Kalau di Jogja salah satu yang unik bagi saya adalah kehidupan lansianya. Biasanya di pagi hari jika jalan belum dipadati kendaraan saya masih menemukan simbah yang naik sepeda, sambil membawa macam-macam barang di kursi belakang tempat duduknya.

Ada juga simbah yang setiap pagi sudah menggelar dagangan di depan sekolah dasar daerah Babarsari. Pernah sekali, saya penasaran dengan dagangannya, ternyata mbah itu menjual getuk. Dari sini saya mulai menyukai makanan ini, cara simbah memotong getuknya hanya dengan seutas benang menurut saya unik, kenapa simbah tidak pakai pisau ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun