Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengingat Kejayaan Butta Toa, di Selatan Celebes

8 Desember 2013   11:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:11 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah adat Kabupaten Bantaeng (http://www.ugo.cn/)

Bantaeng, satu daerah di penjuru selatan profinsi Sulawesi Selatan pernah memiliki sejarah kejayaan kerajaan di masa lampau. Menguasai hampir sebagian wilayah di bagian selatan, menjadikan kabupaten ini dijuluki sebagai Butta Toa. Butta toa (Tanah Tua) sudah ada sejak tahun 500 masehi dan tercatat dalam kitab negarakertagama dengan sebutan “buttaya ri bantayan”.

[caption id="" align="alignnone" width="560" caption="Rumah adat Kabupaten Bantaeng (http://www.ugo.cn/)"][/caption]

Kerajaan Bantaeng di masa lampau memiliki keterkaitan dengan kerajaan besar di Nusantara ini seperti Singosari. Pada masa itu kerajaan Songosari memperluas wilayahnya dengan melakukan hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Selain kerajaan Singosari, kekaisaran Cina menjadi penanda sejarah keberadaan kabupaten Bantaeng.

Salah satu kawasan di kota Bantaeng bernama “Lembang Cina” merupakan tempat yang didiami pedagang Cina di masa lampau. Kejayaan Bantaeng di masa lampau adalah bukti bahwa di tanah ini telah tertanam sejarah besar peradaban lintas budaya. Walaupun saat ini dihadapkan pada kenyataan bahwa sejarah kebesaran Bantaeng hampir sudah tidak terdengar lagi gaungnya. Kejayaan Bantaeng redup ketika tidak ada satu simbol penanda kebesaran kerajaan yang bisa disaksikan oleh putra-putri tanah Bantaeng.

Kerajaan Onto yang dahulu menjadi pusat pemerintahan kerajaan Bantaeng, bahkan jarang diketahui masyarakat setempat sebagai pusat pemerintahan kerajaan Bantaeng. Rumah adat Balla Lompoa yang terletak di jalan arteri (poros Bantaeng-Bulukumba) hanya dipahami sebagai rumah adat khas daerah Bantaeng.

Tidak berbeda jauh dengan kabupaten lain yang juga memiliki rumah adat masing-masing, keberadaan fisik bangunan dianggap mampu menunjukkan bukti bahwa ada peninggalan sejarah di daerah tersebut. Selebihnya geliat perkembangan penduduk Bantaeng yang dinamis telah mengubah warna kehidupan sosial masyarakat. Sejarah kejayaan dan kebesaran Bantaeng terkikis dan tidak banyak yang mengetahuinya.

Sesekali saya berbincang dengan teman-teman saya (SMA) mengenai sejarah Bantaeng, namun saya dan teman-teman hanya bisa merangkai sepotong-sepotong sejarah Bantaeng. Parahnya yang kami ketahui lebih banyak kesan “horror” dibandingkan sejarah sebenarnya. Di sekolah dasar, saya tidak banyak mengetahui sejarah tanah kelahiran saya, baik dari guru maupun orang tua.

Saat itu (SD) kami diajarkan pelajaran muatan lokal, mengenali dan membaca huruf lontara. Tidak banyak sejarah tentang Bantaeng yang bisa di ulas secara mendalam di bangku sekolah dasar, bahkan ketika menginjak bangku SMA. Ketika memasuki perguruan tinggi, saya merasa malu dengan teman kuliah yang berasal dari daerah atas* (sebutan untuk kabupaten beradat bugis, seperti Pinrang, Bone, dan Sengkang), Tator, Palopo dan Luwu.

Saya pernah minder ketika mereka membahas soal sejarah dan pahlawan dari tanah mereka. Karena saat itu saya tidak bisa bercerita banyak tentang Bantaeng. Saat itu nama Bantaeng bahkan kurang begitu populer di kalangan teman-teman kampus. Beberapa teman hanya mengetahui kab. Bulukumba di bagian selatan Sulsel, padahal letak Kab.Bantaeng dan Bulukumba berbatasan langsung.

Sedikit demi sedikit saya kemudian mencari literature tentang Bantaeng di perpustakaan kota Makassar, tidak banyak memang. Daerah selatan di Sulsel lebih banyak mengisahkan kejayaan kabupaten Bulukumba sebagai tanah para pembuat kapal Phinisi, kapal legendaris Sulawesi Selatan. Dari sini saya memahami bahwa sejarah kejayaan kerajaan di Bantaeng tidak banyak diketahui karena ketidakmampuan kita mempertahankan “simbol kejayaan”.

Jika sejak dahulu kawasan pusat pemerintahan di Bantaeng yang ada di Onto terus dikembangkan atau dijadikan kawasan budaya/heritage kerajaan Pesisir Selatan, maka keberadaan Bantaeng tidak lagi menjadi bahan “pertanyaan” orang dari daerah lain. Rumah adat di Onto dikenal dengan sebutan Balla Tujua, berjumlah tujuh rumah yang terletak di perkampungan tua Onto di lereng gunung Lompo Battang.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Balla Tujua di kabupaten Bantaeng (http://shernyliaatte.blogspot.com/)"]

Balla Tujua di kabupaten Bantaeng (http://shernyliaatte.blogspot.com/)
Balla Tujua di kabupaten Bantaeng (http://shernyliaatte.blogspot.com/)
[/caption]

Kejayaan itu mungkin telah redup, namun sejak lima tahun terakhir (2008), nama Bantaeng mulai berkibar kembali. Beberapa prestasi tingkat nasional berhasil di raih Bantaeng. Kabupaten Bantaeng kembali bersolek, banyak perubahan fisik yang terlihat jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya.

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="pantai di kabupaten Bantaeng (http://www.ugo.cn/)"]

pantai di kabupaten Bantaeng (http://www.ugo.cn/)
pantai di kabupaten Bantaeng (http://www.ugo.cn/)
[/caption]

Predikat sebagai kota kecil yang nyaman dan bersih ditandai dengan diperolehnya piala adipura pada tahun 2010. Penataan pantai-pantai di cantik Bantaeng menjadi embrio baru wisata bahari. Sektor perkebunan dan pertanian juga menjadi sektor unggulan agrowisata. Sedikit demi sedikit, geliat pembangunan perlahan merangkak, memberi harapan baru bagi Bantaeng.

[caption id="" align="alignnone" width="560" caption="Piala Adipura diarak keliling kota Banateng (http://www.bantaengkab.go.id/)"][/caption]

Hari jadi Bantaeng yang ke 759 ()semoga selalu menjadi pengingat, pemantik sejarah bahwa di Tanah Tua ini, di Butta ini kita pernah berjaya sebagai tanah para raja. Bukan untuk menjadi ajang berbangga dan egosentris antar daerah, melainkan sebagai wujud pelestarian budaya dan lambang peradaban di masa lampau. Bahwa sejarah di tanah ini merupakan bagian dari sejarah bangsa, yang bersama-sama ikut membangun peradaban bagi manusia di masanya.

*Dirgahayu Bantaeng, ke 759. Bentangkan kembali kejayaan di hamparan raya selatan, Sulawesi Selatan..

R.Purnamasari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun