Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kopi Merapi dan Strategi Menggerakkan Petani

31 Mei 2015   07:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_421455" align="alignnone" width="570" caption="Dewi, salah satu karyawan Koperasi Kopi Merapi Turgo menjelaskan perihal bisnis koperasi dan keanggotaannya kepada saya sambil menunjukkan contoh-contoh produk olahan kopi. (Foto:Ratih Purnamasari/30/05/2015)"][/caption]

Perjalanan kami ke Dusun Merapi dua minggu lalu untuk menemui Sumijo, seorang petani kopi di lereng Merapi akhirnya memberi informasi baru tentang keberadaan Koperasi Kopi Merapi Turgo. Sumijo sebelumnya (16/05/2015) banyak bercerita tentang pengembangan perkebunan kopi Merapi hingga menjadi sebuah usaha koperasi.

Sumijo (Ketua Koperasi Kopi Merapi Turgo) menuturkan kala itu bahwa usaha Kopi Merapi saat ini mulai berkembang, ditandai dengan pemesanan kopi dari hotel di Jogja, hingga Chef Ragil di Jakarta. Salah satu hotel yang menjadi langganan pemesan kopi Merapi bisa memesan kopi hingga 80 bungkus (per bungkus/250 g) sedangkan pesanan kopi dari Chef Ragil sendiri mencapai 200 kilo (jenis green bean).

Tingginya permintaan kopi Merapi baik dalam bentuk bubuk dan green bean diakui Ibu Dewi (32 tahun) yang juga pengurus koperasi. Hingga saat ini pemesanan kopi dalam bentuk green bean sudah mencapai 400 kilogram namun koperasi hanya mampu memenuhi pesanan sebanyak 200 kilo/tahun.

[caption id="attachment_421456" align="aligncenter" width="570" caption="Biji-biji kopi yang masih basah tengah dijemur tak jauh dari kantor koperasi (Foto:Ratih Purnamasari/30/05/2015)"]

1433030598346969035
1433030598346969035
[/caption]

Usaha Koperasi Kopi Merapi

Keberadaan Koperasi Kopi Merapi dimanfaatkan dengan baik oleh Sumidjo dengan mengembangkan usaha warung kopi tradisional di Dusun Petung. Kegiatan wirausaha Sumidjo, rupanya lebih dikenal lebih dulu ketimbang Koperasi Kopi Merapi. Memahami keahlian dan pemahamannya tentang kopi, petani kemudian memilih Sumidjo sebagai Ketua Koperasi Kopi Merapi sejak tahun 2007 hingga sekarang.

Peran Sumidjo dalam pengembangan usaha Koperasi Kopi Merapi sangat signifikan terlihat dari berbagai penghargaan nasional yang berhasil diraih unit usaha bersama “Kebun Makmur” melalui Koperasi Kopi Merapi. Jaminan mutu dan kualitas Kopi Merapi akhirnya mendapatkan penghargaan tertinggi yakni SNI Award pada tahun 2007, bersaing dengan beberapa unit usaha skala nasional. Penghargaan lain selain SNI Award yang diraih Kopi Merapi, juga datang dari Kementerian Pertanian dengan kategori Ketahanan Pangan dan Lingkungan.

Selain penghargaan dalam negeri, testimoni seorang Maya Sutoro (aktivis kemanusiaan yang juga adik Presiden Barack Obama) dan pakar kopi asal Belanda Sipke de Schiffart tentang Kopi Merapi merupakan penilaian penting bagi jaminan kualitas dan mutu Kopi Merapi.

[caption id="attachment_421457" align="aligncenter" width="570" caption="Banner bergambar foto Maya Soetoro adik Barack Obama ketika mendatangi warung Merapi 2013 silam (Foto:Ratih Purnamasari/30/05/2015)"]

143303069414893282
143303069414893282
[/caption]

Dewi menuturkan, pengelola koperasi berusaha memberikan yang terbaik bagi pelanggan dan konsumen Kopi Merapi. Misalnya, untuk memenuhi pasokan bahan baku Kopi Merapi, koperasi juga menerima kopi dari beberapa daerah namun jumlahnya tidak banyak atau melampaui bahan baku Kopi Merapi.

“Koperasi tidak ingin menjual merek Kopi Merapi saja padahal kualitas kopinya bukan dari biji Kopi Merapi, cara seperti itu dianggap menipu konsumen.” Ujarnya.

Yang mengejutkan lagi, selain untuk konsumsi, ternyata Koperasi Kopi Merapi juga melayani pemesanan dari salon kecantikan yang memanfaatkan kopi untuk perawatan tubuh! Kualitas kopi yang dijual untuk kebutuhan perawatan tubuh memang bukan kualitas nomor satu, karena pihak koperasi tidak mau menjual kopi jenis konsumsi dengan harga yang sama untuk kebutuhan perawatan tubuh. “Eman-eman, Mbak, sayang, kalau kopi bagus Cuma dipakai buat lulur!,” kata Dewi.

Saat ini, koperasi berencana mengembangkan bidang usaha kopi ke usaha pembuatan permen kopi. Sumidjo menganggap bahwa usaha kopi kedepannya tidak lagi menghasilkan satu jenis olahan saja, tapi bisa menghasilkan variasi pangan.

Sumodjo sang ketua koperasi sebetulnya punya kegelisahan. Cita-cita besarnya menjadikan kopi sebagai minuman khas dari Indonesia agar orang Indonesia dapat menikmati kopi terbaik di negerinya sendiri.

Sayangnya, pengetahuan petani kopi di lereng Merapi masih minim. Semangat mereka sepertinya belum sejalan dengan cita-cita Sumidjo.

Harapan Sudmijo, dengan pengembangan desa wisata, Kopi Merapi akan menggerakkan semangat para petani agar kembali menggarap kebun kopinya dengan serius, tidak mudah tergoda dengan alih bisnis ke tambang pasir. Setidaknya dengan menjadi daerah tujuan wisata, akan semakin banyak kunjungan orang dari berbagai daerah untuk menikmati Kopi Merapi.

[caption id="attachment_421458" align="aligncenter" width="570" caption="Penghargaan oleh Presiden SBY kepada Koperasi Turgo yang diwakili oleh Sudmijo tahun 2008 (Foto:Ratih Purnamasari/30/05/2015)"]

14330308871838716282
14330308871838716282
[/caption]

[caption id="attachment_421459" align="aligncenter" width="570" caption="Kopi bubuk robusta alam kemasan yang dijual di Koperasi Merapi Turgo (Foto:Ratih Purnamasari/30/05/2015)"]

1433031017704865810
1433031017704865810
[/caption]

Kendala

Dewi menuturkan,  minimnya bahan baku Kopi Merapi masih jadi kendala disebabkan karena perkebunan kopi belum digarap serius oleh petani. Padahal, memelihara kebun kopi butuh perhatian ekstra dan kesabaran memelihara komoditasnya.

“Sejak ada penambangan pasir ada petani malah ganti kebun kopi sama sengonnya jadi tambang pasir. Orang Dinas jadi malas ngasih bibit ke petani.”

Masalah pemenuhan bahan baku juga akibat minimnya pengetahuan petani kopi tentang kualitas biji kopi yang layak dijual. Banyak petani menjual biji kopi yang masih hijau, tidak menuggu hingga merah dulu. Kopi petani juga biasa dijual ke tengkulak dengan harga Rp.3.000/kg padahal kalau dijual ke koperasi bisa dibeli hingga Rp.6.000/kg.

Perbedaan kualitas biji kopi hijau dan merah sangat jauh. Aroma kopi merah yang telah disangrai lebih tajam dan rasa pahitnya lebih lembut, dibanding kopi hijau sangrai, rasanya pekat dan gosong/hangus.

Kelemahan dari pengelolaan Koperasi Kopi Merapi yang dikelolanya. Pengurus koperasi kekurangan tenaga untuk menyosialisasikan ke petani-petani kopi agar menjual hasil panen ke koperasi. Untuk menyiasati ini, perlahan-lahan koperasi memperkenalkan alur bisnisnya lewat pertemuan antar pengurus desa dan paguyuban petani.

Selanjutnya, untuk meningkatkan kualiatas biji kopi, Koperasi menggunakan strategi khusus ke petani agar tidak bandel menjual biji kopi hijau tadi. Dengan unit bisnisnya koperasi menjanjikan akan membeli semua biji kopi asalkan bijinya merah.

Petani diminta bersabar demi keuntungan yang lebih besar. Biasanya cara ini ampuh membuat petani kopi patuh dan akhirnya petani merasakan sendiri keuntungan menjual biji kopi yang sudah matang merah.

Cita-cita Koperasi Kopi Merapi

Prediksi nilai jual kopi indonesia di pasar global mencapai 4-5 trilyun, tentumembawa semangat optimisme bagi Sudmijo dan jajaran koperasi.

Sugiman,  seorang petani paling senior di kebun kopi Petung berharap pegawai dinas sesekali sering meninjau tanaman kopi petani, agar petani tahu memelihara tanaman kopi dengan benar. Sebagai petani lansia yang bersemangat, Sugiman punya pengetahuan yang cukup baik terkait cara pemerliharaan tanaman kopi yang ditunjukkan pada saya. Ia optimistis, jika jajaran penyuluh di Dinas Perkebunan rajin memantau tanaman kopi milik petani, maka petani akan bergairah dan antusias menanam kopi.

[caption id="attachment_421460" align="aligncenter" width="570" caption="Bersama Sugiman petani kopi di Dusun Petung sedang menunjukkan tanaman kopi di kebunnya (Foto:Ratih Purnamasari/16/05/2015)"]

14330311031090842501
14330311031090842501
[/caption]

Wirausahawan, petani maupun pengurus koperasi Kopi Merapi hanya berharap bahwa bentuk penghargaan terhadap komoditi dan kerja keras mereka tidak melulu soal modal, akan tetapi juga pemenuhan tenaga penyuluh dan fasilitator yang mendampingi mereka berproses dan membangun kemandirian.

Mungkin sekarang belum sesuatu yang besar nampak dari hasil kasat mata upaya para petani kopi di Merapi menembus pasar dan komoditi pertanian. Tapi melihat keseriusan, kesungguhan dan kemajuan yang perlahan mereka bangun dan raih, menyebarkan optimisme yang mengikuti harumnya kopi di seantero nusantara. Mereka ini hanyalah pelopor untuk sesuatu yang lebih besar di masa depan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun