Masalah Penanggulangan Kesehatan masih menjadi masalah utama yang belum teratasi oleh Pemerintah Indonesia. Mulai dari rendahnya anggaran pemerintah untuk kesehatan hingga rendahnya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan kebersihan dan kesehatan diduga menjadi pemicu utama. Berikut adalah berbagai Permasalahan Kesehatan yang tampak dominan di Indonesia.
- Kurangnya SDM Tenaga kesehatan Profesional
Sumber daya manusia di bidang kesehatan terbilang kurang dalam segi kuantitas, kualitas , distribusi dan produktivitas (WHO, 2010). Total dokter yang tersedia adalah 2,9 per 10.000 penduduk, itu merupakan setengah dari jumlah rata-rata di negara maju yaitu 5,6 per 10.000 penduduk. Namun, jumlah perawat dan bidan di Indonesia malah 2 kali lipat lebih banyak dari negara maju (Indonesia, 20,4 per 10.000 penduduk, regional, 10,9 per 10.000 penduduk) menurut WHO pada tahun 2012. - Tingginya Angka kematian pada bayi dan ibu melahirkan
Pada tahun 2012, dengan jumlah penduduk 239.871.000, Indonesia memiliki kemungkinan hidup saat lahir untuk laki-laki 66, dan wanita 71 sama dengan rata-rata global. Tapi, angka kematian dewasa (kematian antara 15 dan 60 tahun per 1000 penduduk) untuk kedua jenis kelamin adalah 190 lebih tinggi dari rata-rata global yang 176. Dengan rasio kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup adalah 220 lebih tinggi dari rata-rata global yang 210. - Tingginya Angka kematian akibat penularan penyakit
Penyakit menular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Hampir 250 orang meninggal tuberkulosis (TB) setiap hari, dengan lebih dari setengah juta kasus baru diperkirakan terjadi setiap tahun (WHO GTB 2009). Prevalensi Tuberkulosis (per 100.000 penduduk) adalah 289 lebih tinggi dari rata-rata regional (278) Rata-rata Dan dunia (178) (WHO, 2012). Malaria masih menjadi penyakit vector-borne besar di sebagian besar Indonesia. Wabah skala besar demam berdarah dengue dilaporkan setiap tahun. Meskipun kusta telah dieliminasi di tingkat nasional, Indonesia menempati urutan ketiga dalam hal beban global. Tingkat kematian kasus flu burung pada tahun 2008 hampir 81%. Upaya yang signifikan terus diinvestasikan dalam pencegahan dan pengendalian flu burung dan penyakit menular, dengan pandemi kesiapsiagaan pada intinya. Pengenalan kembali dan penyebaran polio pada tahun 2005 di beberapa provinsi, setelah jangka waktu 10 tahun, dan dilaporkan campak dan difteri wabah menunjuk kelemahan dalam program diperluas rutin imunisasi. Pada akhir tahun 2006, diperkirakan 293,200 orang Indonesia hidup dengan HIV-AIDS (KPA Nasional Publication, 2009). - Rendahnya Alokasi Dana Pemerintah untuk pembiayaan Kesehatan
Dibandingkan dengan tetangga Malaysia dan Thailand, Indonesia menghabiskan relatif sedikit pada pelayanan kesehatan. Estimasi total pengeluaran kesehatan per kapita pada tahun 2003 adalah US $ 33 di Indonesia dibandingkan dengan US $ 149 di Malaysia dan US $ 90 di Thailand Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih tergolong tidak cukup, total belanja kesehatan per kapita 112 USD, dan total pengeluaran kesehatan dari APBD adalah 2,6%. - Tingginya Prevalensi perokok aktif dan kurangnya pengendalian perilaku merokok di tempat umum.
Mengingat tingginya prevalensi penggunaan tembakau di negara ini dan mengingat fakta bahwa untuk penyakit tidak menular (NCD) tembakau adalah penyebab paling penting kedua morbiditas dan mortalitas, pengembangan dan implementasi pengendalian tembakau yang efektif - Tingginya angka kelaparan dan kekurangan gizi
Masalah ini masih tetap menjadi masalah yang paling mengerikan yang dihadapi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat miskin. Meskipun perbaikan umum dalam ketersediaan pangan, kesehatan dan pelayanan sosial, kelaparan dan kekurangan gizi yang ada di hampir setiap kabupaten di Indonesia. Saat ini, sekitar setengah dari populasi masyarakat masih kekurangan zat besi dan beresiko gangguan kekurangan yodium. Prevalensi bayi BBLR (berat badan lahir rendah) di Indonesia adalah dalam kisaran 7-14%, bahkan mencapai 16% di beberapa kabupaten. Tingginya prevalensi BBLR umumnya akibat dari kekurangan gizi pada ibu hamil. Hal ini berada pada kisaran 12 sampai 22% wanita berusia 15-49 menderita kekurangan energi kronis (BMI <18,5), dan 40% dari ibu hamil menderita anemia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!