Â
Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan. Semua pihak sepakat, pesantren ikut bersumbangsih dalam upaya kemerdekaan bangsa. Kiai yang ikut berjuang, santri yang setia menjadi makmum kiai, serta gerakan-gerakan kompak kalangan Islam di masa silam terekam panjang dalam catatan sejarah Indonesia (Nurcholish Madjid. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Dian Rakyat).
Di era kekinian, pesantren telah mengikuti perkembangan zaman. Ada banyak intelektual hebat dari pesantren. Mereka tersebar di segala bidang, mulai sains, pendidikan, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Tentu saja, muncul banyak para da'i yang merupakan lulusan pesantren.
Sebagai negeri yang majemuk, pesantren di Indonesia memiliki banyak ragam. Meski demikian, mayoritas berpaham ahlus sunnah wal jama'ah dan bersikap moderat terhadap segala aspek kehidupan. Moderat yang dimaksud adalah tidak berlebihan atau ghuluw dalam memandang semua hal.
Keyakinan atau ketauhidan memang nomor satu. Namun tidak lantas membuat disparitas jauh dengan mereka yang berbeda keyakinan. Pasalnya, nusantara memiliki banyak suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan aliran kepercayaan.
Pada masa sekarang ini, para pendakwah bermunculan. Mereka yang tidak berasal dari kalangan pesantren nusantara, membuat panggung-panggung kecil di media sosial internet. Lantas, menyebarkan pandangan dan ideologinya.
Kadang kala, pendakwah yang seperti ini, karena tidak punya landasan kemajemukan dalam berpikir maupun bertindak, berlebihan dalam memandang perbedaan. Mereka membuat oposisi biner, seperti: sesat dan tidak sesat, salah dan benar, surga dan neraka, asli dan palsu, dan lain sebagainya.
Problemnya, yang baik selalu mereka identikan dengan mereka, sedangkan yang buruk disasarkan pada liyan. Pendakwah seperti ini yang punya potensi membuat gesekan.
Dengan kondisi seperti ini, kalangan atau alumni pesantren tidak boleh tinggal diam. Tidak boleh hanya kasak-kusuk dari belakang. Mereka mesti berperan dalam melaksanakan dakwah berbasis Aswaja yang moderat. Bila tidak, yang dominan di ruang publik sekadar mereka yang tidak punya gairah moderasi dalam beragama.
Tentu, tidak berarti pula bahwa mereka yang tidak lulusan pesantren tidak boleh berdakwah. Poin pentingnya, mereka yang berdakwah seharusnya menghembuskan spirit keberagamaan yang saling menghormati dan menghargai di bumi bineka tunggal ika ini. Â