Awal bulan ini kita dikejutkan dengan berita dari kabupaten Garut yang mengabarkan bahwa sejumlah remaja telah dibaiat masuk dalam kelompok NII (Negara Islam Indonesia). Usia para remaja ini sekitar 13-20 tahun dan sebagian masih bersekolah namun sebagian lagi memutuskan tidak bersekolah tanpa persetujuan dari orangtuanya.
 Awalnya pihak keluarga tidak mengetahui akan hal ini. Namun setelah salah satu dari mereka mengalami kecelakaan dan harus berterus terang kepada keluarga. Pihak keluarga kemudian bercerita kepada ulama setempat dan pihak MUI menindaklanjuti itu.
Kepada para tokoh, para remaja (dan sebagian orang tua) bercerita bahwa mereka yang berjumlah puluhan itu diajari hidup secara Islam yang seharusnya . Pengajaran yang kemudian disebut Hijrah itu dilakukan oleh salah satu guru sekolah mereka.Â
Digambarkan bahwa selama ini mereka memang sudah memeluk agama Islam, tapi 'islam yang masih' gelap.Â
Karena itu Guru yang menjadi mentor mereka itu memberi gambaran soal Islam yang benar, bagaimana hidup pasca hijrah dan bergabung dalam NII. Lalu mereka dibaiat di salah satu masjid di kota Garut oleh salah satu tokoh. Sebelumnya pengajian eksklusif juga berlangsung di masjid itu.
Fakta ini memang mengejutkan kita semua.Â
Bukan karena NII atau lebih dikenal dengan Darul Islam (DI) yang muncul di Tasikmalaya pada tahun 1949. Negara sempalan yang berbasis syariat Islam itu didirikan oleh Sekarmaji Maridjan Kartosuwiryo.Â
Mereka banyak melakukan kekacauan dan kegelisahan di tingkat rakyat. Akhirnya NII dibubarkan dan dinyatakan terlarang tumbuh di Indonesia pada tahun 1962. Kartosuwiryo sendiri meninggal di Kepulauan Seribu pada tahun 1962.
Lalu berdasarkan apa sang guru tersebut menyebut bahwa mereka tergabung dalam NII ? Hanya ilusi? Setelah pembubaran NII beberapa pihak membuat bentukan lain (pecahan) yang mirip seperti Jamaah Islamiah (JI).Â
Beberapa lainnya tanpa nama. JI misalnya, memang tidak secara terbuka mendekrasikan membentuk negara berdasarkan agama, namun dalam ajaran-ajarannya mencerminkan hal itu.