Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Gampang Menilai Hanya dari Narasi Sosmed Tokoh

12 Juni 2021   08:07 Diperbarui: 12 Juni 2021   08:26 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia membatalkan keberangkatan haji tahun ini . Kabar itu bagi sebagian masyarakat Indonesia bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Kecewa ? iya. Sedih ? Iya. Banyak sekali calon jamaah haji berusia renta yang sudah menunggu bertahun-tahun untuk berangkat haji. Ada yang  masuk dalam waiting list selama lima tahun. Ada yang tujuh tahun, ada yang sepuluh tahun, bahkan lebih. Ada yang swaat mendaftar sudah berusia lebih dari 50 tahun, sehingga jika dia masuk dalam daftar tunggu selama sepuluh tahun maka dia akan berusia 56 tahun; suatu usia yang cukup tua untuk ritual haji yang sebagian besar menguras fisik.

Pembatalan ini mendahului pengumuman Saudi Arabia yang belum memberikan list negara-negara yang boleh berhaji. Meski sebelumnya negara itu sudah mengumumkan sebelas negara yang boleh masuk ke negaranya di luar ritual haji.

Yang menjadi pertimbangan berat bagi Saudi Arab untuk pelaksanaan haji tahun ini adalah kondisi pandemi yang mengharuskan mereka berhati-hati. Jemaah haji akan datang dari puluhan negara yang punya standar penanganan berbeda soal Covid-19. Seperti India misalnya. Meski negara itu sebagian besar warganya pemeluk agama Hindu namun warga muslim di sana banyak juga. Sementara itu, India baru-baru ini mengalami lonjakan penderita covid-19 usai ritual agama di Sungai Gangga februari lalu. Setelahnya, kita lihat India kewalahan dalam menangani penderita Covid-19.

Begitu juga dengan negara kita. Meski tidak sedahsyat India yang mengalami 'tsunami Covid-19' namun  beberapa daerah di Indonesia mengalami lonjakan pasien yang cukup banyak usai Idul Fitri. Contohnya adalah di kota Kudus dan Bangkalan Madura. Rupanya banyak pemudik dari luar kota dan luar negeri (pekerja migran) yang datang dan menularkan penyakit itu ke penduduk lokal. Di samping itu ada beberapa kota yang mengalami lonjakan meski tidak sebanyak dua kota itu.

Padahal sebelumnya, pemerintah sudah memberikan peringatan untuk tidak melakukan ritual mudik pada tahun lalu dan tahun ini. Ini karena pandemi belum bisa sepenuhnya dikontrol. Banyak orang yang masih tidak mau menaati protokol kesehatan dengan baik; tidak memakai masker, ogah mencuci tangan, bersalaman atau cipika cipiki ketika bertemu. Mereka berkilah bahwa itu membuat repot dan menyusahkan. Padahal itu adalah langkah awal agar virus tidak menempul di tubuh kita dan tujuan pemerintah untuk menyerukan itu semua adalah untuk menjaga diri kita dari bahaya Covid-19. Tidak ada pemerintah yang memberikan nasihat untuk memberikan efek buruk bagi warganya; sebagian besar bertujuan baik.

Hal yang juga menyedihkan kita semua adalah beberapa pihak memanfaatkan penanganan Covid-19 dan pembatalan haji tahun ini dengan tujuan yang tidak baik. Mereka dengan logika pendek memberikan narasi-narasi yang mendeskreditkan pemerintah. Perang narasi soal pembatalan Indonesia memberangkatkan haji menimbulkan efek negatif. Kenapa ? Banyak orang menilai bahwa pemerintah terlalu gegabah dalam menentukan keputusan itu sehingga ratusan ribu orang Indonesia yang sedianya akan berangkat haji tahun ini menjadi batal.

Contoh yang paling mudah dalam kasus ini adalah penceramah Haikal Hassan yang mengatakan bahwa sepanjang sejarah Indonesia , baru pertama kali ini masyarakat tidak berangkat haji. Padahal pada tahun 1974 , pemerintah Indonesia tidak memberangkatkan haji karena ada peperangan di jazirah Arab.

Haikal juga mengkaitkan pembatalan ini dengan Rizieq Shihab dan pengaruh China atas Indonesia. Isue ini digoreng-goreng selama beberapa hari sehingga mempengaruhi sebagian warga Indonesia terkait isu pembatalan haji.

Kini Haikal Hassan meminta maaf tapi Masyarakat Cyber Indonesia telah melaporkan yang bersangkutan ke polisi karena ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong. Cyber Indonesia punya tujuan agar siapapun tidak gampang untuk menyebarkan berita bohong kepada masyarakt melalui media sosial. Penyebaran bverita bohong itu mempengaruhi masyarakt lain dan mempresepsi salah atas keadaan sebenarnya.

Biarlah kita belajar dari hal ini untuk tidak gampang memprejudise  satu kebijakan dengan asumsi yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun