Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlu Toleransi pada Segala Suasana

30 Maret 2021   21:06 Diperbarui: 30 Maret 2021   21:16 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: CNN Indonesia

Pandemi Covid-19 ini mungkin akan berlangsung selama dua tahun sejak ditemukan di Wuhan 2019 dan akhirnya sampai di Indonesia pada Maret 2020. Sampai Maret 2021, pandemic ini belum juga usai meski vaksin sudah ditemukan namun belum semua orang mendapatkannya.

Pandemi Covid-19 bukan sekadar soal kesehatan, namun dampaknya sangat luas dan banyak. Ada dampak sosial, di mana banyak orang kehilangan orang yang dicintainya, entah itu kakek, nenek maupun teman dan kerabat. 

Selain itu tidak banyak orang yang bisa bekerja secara works from home, karena itu banyak sektor yang lumpuh bahkan mati suri seperti pariwisata, usaha di bidang informal dan pendidikan. 

Akibatnya banyak WNI yang kehilangan pekerjaan dan menganggur. Sehingga banyak orang yang jatuh miskin terutama yang bekerja di sektor informal seperti tukang becak, pedagang keliling. Hal ini terjadi karena daya beli masyarakat yang sangat rendah bahkan nol.

Di tengah berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi yang ada kita dikagetkan dengan peristiwa bom bunuh diri yang berlangsung di gereja Katedral Makassar, hari Minggu lalu. 

Saat itu misa ke dua sudah berakhir dan setengah jam setelah bom meledak, seharusnya misa ke tiga dimulai. Namun ada dua orang yang merupakan suami istri dan mengendarai sepeda motor, pembawa bom ternyata tewas bersama bom yang dibawanya. Melalui surat wasiat yang ditulisnya, dia mengatakan ke ibunya bahwa dia lakukan itu semua sebagai jihad.

Beberapa kali modus seperti ini dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal. Kita ingat bom Surabaya yang berlangsung tahun 2018. Ada tiga bom dahsyat meledak hampir bersamaan di tiga gereja dan terjadi saat jemaat akan beribadah. 

Saat itu puluhan korban meninggal, termasuk bom yang meledak di Sidoarjo dan di kantor Polisi di Surabaya. Bom itu dikutuk banyak orang karena jelas merobek toleransi yang terjadi selama ini di kota Surabaya. Kota pahlawan selama ini dikenal sebagai kota yang terbuka dan egaliter, dan jauh dari fanatisme berlebihan soal agama.

Banyak teori yang muncul setelah bom itu meledak. Namun yang paling menonjol adalah mengutuk dan menyesalkan peristiwa itu dan disampaikan oleh banyak pihak. Indonesia amat menghargai perbedaan dan banyak bangsa yang kagum pada Indonesia karena toleransi yang bisa diwujudkan secara baik oleh kita. Toleransi jelas amat dibutuhkan sejak dulu sampai kapanpun dan oleh bangsa manapun.

Karena itu, mungkin kita perlu mengingat kembali makna menghargai agama yang berbeda dan mengurangi rasa fanatisme kita atas sesuatu. Dengan menghargai pihak-pihak yang berbeda maka toleransi akan tejadi sepanjang masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun