Masih ingat teror bom kawasan Thamrin awal tahun 2016 lalu? Ya, teror di siang hari itu diduga didalangi oleh Bahrun Naim. Remaja asal Solo ini, merupakan alumni pelatihan di Suriah dengan ISIS. Setelah memerintahkan meledakkan Jakarta, Bahrun kembali memerintahkan anak buahnya, untuk meledakkan Singapura. Namun upaya itu gagal, karena Densus 88 berhasil menangkap 6 jaringan dia di Batam (5/8).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan gamblang menjelaskan, bahwa keenam terduga tersebut tinggal menunggu perintah. Kelompok ini ternyata juga berhubungan dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso. Bahkan mereka juga berhubungan dengan Nur Rohman, pelaku bom bunuh diri di Polres Surakarta, Jawa Tengah. Bahrun sendiri diduga masih berada di Suriah. Jika melihat penjelasan diatas, para terduga dan pelaku terorisme ini memang saling berhubungan, satu dengan yang lainnya.
Bisa jadi mereka ini pemain baru. Sedangkan pemain lama mulai mundur teratur, sambil menyiapkan regenerasi. Fakta ini jelas tidak bisa dianggap remeh. Meski keberanian masyarakat Indonesia tidak perlu diragukan menghadapi terorisme, bukan berharti paham kekerasan ini dibuarkan subur di negara kita.Â
Mau pemain baru ataupun pemain lama, paham radikalisme dan terorisme harus dilawan dan tidak boleh dipelajari. Kenapa? Mereka tidak hanya membelokkan ajaran agama, tapi juga gemar melakukan kekerasan. Mereka merasa benar sendiri, dan kelompok lain diluar mereka, dianggap salah. Bahkan, tanpa ada sebab akibat, kelompok lain juga bisa dianggap kafir oleh mereka.
Jangan anggap remeh keberadaan kelompok ini. Meski mereka umumnya masih belia, mereka tidak segan melakukan kekerasan ataupun membunuh. Mereka umumnya berasal dari kalangan baik-baik. Hanya saja karena pemahaman agamanya yang keliru, membuat perilakunya keluar dari ajaran agama. Apalagi, setelah pimpinan kelompok yang merupakan simpul jaringan teroris sudah mulai ditangkap, bahkan tewas dalam sebuah baku tembak, kelompok ini makin menyebar. Ada yang sendiri-sendiri, tapi ada juga yang kelompok. Meski demikian mereka masih saling terhubung.
Jika mereka bisa saling terhubung, kita, manusia yang sadar dan juga harus saling terhubung dengan yang lainnya. Tali silaturahmi antar umat beragama tidak boleh putus, hanya karena perbedaan yang sepele. Kita harus terus bergandengan tangan agar paham kekerasan ini, tidak masuk ke dalam pikiran kita, tidak masuk kedalam keluarga kita, dan tidak masuk ke lingkungan kita. Kita harus terus menjaga keberagaman yang menjadi karakter negeri ini. Jangan mau diprovokasi oleh kelompok tertentu, yang bisa merusak kerukunan yang telah terjalin.
Jika kita bisa saling bergandengah dalam ruang yang kecil, mari kita lebarkan ke dalam ruang lebih lebar. Jika kita bisa berbuat baik di lingkungan sekitar, sebarkanlah ke dunia luar. Mari memperbanyak berbuat baik, perbanyak pesan damai agar semua orang bisa saling menghargai. Apapun alasannya, meledakan diri dengan menggunakan bom, merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Mari kita jaga generasi penerus, agar tidak menjadi pelaku bom bunuh diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H