Mohon tunggu...
Ratih Noko
Ratih Noko Mohon Tunggu... Administrasi - Less is More

Pecinta buku dan travel

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Quick Count Pileg 2014 Konspirasi Media ? (Bag.2)

13 April 2014   07:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini dibuat untuk menanggapi beberapa komentar teman-teman di tulisan saya sebelumnya http://politik.kompasiana.com/2014/04/10/quick-count-pileg-2014-konspirasi-media--646153.html dan terima kasih atas respon dan sarannya yang konstruktif. Posisi saya disini hanya sebagai penonton demokrasi ya bukan penyelenggara, sama seperti kebanyakan orang, mudah-mudahan disini bisa saling belajar. Sumber data yang disajikan disini saya browsing dari internet, bisa diakses oleh saya, Anda, atau siapapun.

Mari kita hitung-hitungan sederhana bagaimana bisa hasil QC relatif hampir mirip dengan KPU. Jika pada tulisan pertama saya sajikan bagaimana jumlah sampel dihitung, kali ini kita coba bagaimana menentukan sample terpilih. Di buku-buku statistika atau internet semua sudah tersaji dengan lengkap mengenai metodologinya dan saya terapkan ulang disini. Penentuan jumlah sample dan cara penarikan sample ibarat kita ingin menyimpulkan rasa makanan. Seandainya saya ingin mensurvey rasa ayam goreng di daerah A, katakanlah ada 2 tipe penjual yang menjual ayam goreng yaitu KFC dan ayam goreng crispy pinggir jalan maka agar kesimpulan akurat, saya mungkin cukup mencicipi ayam goreng di satu gerai KFC. Kenapa? Saya yakin kualitas rasa ayam goreng di semua KFC sama, karena mereka melalui standar masak dan bumbu yang sama. Beda halnya jika saya mencicipi ayam goreng crispy pinggir jalan. Tidak cukup satu tapi harus banyak gerai untuk bisa menyimpulkan rasanya karena tukang masaknya juga beda-beda :D. Sama halnya dengan sampling, jika unit samplenya homogen tidak perlu banyak mengambil sampel kan ?

Sekarang mari kita lanjutkan dari tulisan sebelumnya seandainya kita akan membuat QC di Kota Padang dengan pemilih sebanyak 560.732 orang dan jumlah TPS sebanyak 1.532 TPS. Sesuai dengan metodologi maka sample pemilih sebanyak 89.252 orang atau 244 TPS. Bagaimana TPS sample yang kita ambil representatif ? Agar mendekati kenyataan kita gunakan dasar stratifikasi, bisa kecamatan, desa-kota, atau apa saja sehingga karakter sampel mirip dengan populasi. Kita buat sederhana saja, dasar stratifikasinya adalah proporsi kecamatan dengan 11 kecamatan di Kota Padang. Dari 244 TPS yang perlu kita tahu adalah penyebaran samplingnya dimana saja. Dengan dasar stratifikasi kecamatan maka jumlah sample per kecamatan akan proporsional terhadap jumlah pemilihnya. Semakin banyak pemilih di setiap kecamatan maka samplenya juga semakin besar. Selanjutnya jumlah pemilih sampel kita konversi ke jumlah TPS. Berikut ilustrasinya :

Nah selanjutnya bagaimana menentukan TPS terpilih ? Tentunya kita harus punya daftar TPS-nya dulu. Semua bisa kita dapatkan dengan mudah karena website KPU menyediakannya disini http://data.kpu.go.id/dptA6.php (terlepas datanya valid atau tidak), mulai dari data jumlah pemilih, nama kecamatan, kelurahan dan jml TPS. Dari daftar itu kita bisa menerapkan teknik sampling probability, dengan simple random sampling atau systematic random sampling. Mari kita gunakan sistematik saja yang berarti loncatan pengambilan samplenya berinterval sama. Jika di kecamatan Padang Selatan ada 122 TPS maka loncatannya 122/18 = 7 (jumlah TPS/Jumlah sampel TPS), artinya kita akan memilih TPS setiap 7 loncatan. Lalu untuk TPS pertama di angka berapa? Acak saja antara 1-7, misalnya kita dapat angka 3. Maka TPS sample yang terpilih di kecamatan Padang Selatan adalah urutan ke 3, 10, 17, dst. Berikut ilustrasinya.

13973229962050955680
13973229962050955680

Nah sekarang kita buat simulasi quick count. Kita anggap ada golput sebesar 40% , artinya tingkat partisipasi pemilih hanya 60%. Misalnya ada 3 calon kepala daerah yang akan bertarung di Kota Padang. Saya masukkan secara acak angka-angka dukungan di setiap calon sampai TPS ke-1532. Jika dukungan ketiga calon per TPS dijumlahkan maka totalnya sama dengan 60% jumlah pemilih KPU. Selanjutnya jumlahkan suara calon 1, 2, 3 dan buat persentasinya. Inilah yang disebut hasil perhitungan KPU karena penjumlahan dari semua TPS. Lalu bagaimana hasil QC nya? Jumlahkan semua calon 1, 2, dan 3 sample TPS terpilih dan dibuat juga persentasenya. Bagaimana hasilnya ? Apakah sama dengan hasil KPU? Cobalah jika penasaran J. Sekarang simulasi kedua kita coba buat beda, ubah angka acak TPS pertama misalnya angka yang terambil 6, maka TPS terpilih adalah urutan ke 6, 13, 20. Artinya sample TPS terpilih yang kedua berbeda dengan simulasi pertama. Selanjutnya alurnya sama, dijumlahkan per calon dan dibuat persentasenya. Apakah hasilnya mirip dengan yang pertama ? Saya harap jika mirip mudah-mudahan tidak disebut konspirasi :D. Nah, biasanya lembaga QC akan menutup kerangka samplenya ke publik sebelum hari pemilihan. Kenapa ? Seandainya saya petinggi partai dan saya mengetahui titik-titik sample QC maka saya akan menggempur di titik-titik sample saja agar elektabilitas parpol di mata QC naik :D.

Validkah Data Quick Count Untuk Perhitungan Kursi DPR RI ?

Menanggapi komentar bahwa QC tidak bisa memprediksi jumlah kursi DPR per dapil, saya sangat setuju dengan pendapat itu, karena QC nasional desainnya memang tidak dirancang untuk memprediksi kursi DPR per dapil. Bayangkan ada 77 dapil di Indonesia dengan perolehan persentasi suara partai yang berbeda-beda. Katakanlah PDIP juara QC tingkat nasional dengan perolehan 19 % tapi kalau di dapil II Sulsel apa segitu juga perolehannya ? Jika ada yang memaksa memproyeksi data QC nasional ke kursi dapil dipastikan hasilnya bias sebias biasnya hehehe. Jika mau, lakukan QC di semua dapil maka hasilnya akan jauh lebih akurat untuk memprediksi jumlah kursi per dapil. Tapi lumayan menguras biaya sepertinya :D, seandainya tiap dapil diambil 200-300 TPS sample maka akan ada sekitar 15.400 – 23.100 TPS sample atau 14 kali lipat dibandingkan QC nasional yang hanya mengambil sample 2000 TPS. Lalu kalau begitu masih bergunakah data quick count ? Mari kita hitung-hitungan lagi. Ohya, sebagai catatan saya tidak terlibat dalam QC nasional tahun 2009 & 2014 ya, tapi kita coba sama-sama mensimulasikan datanya dari sisi penonton.

Agar lebih fair dan bisa dikomparasi kita analisis dulu data QC tahun 2009. Saya ambil contoh QC LSI Pileg 2009. Data saya ambil dari http://syamsyah.wordpress.com/2009/04/09/hasil-quick-count-pemilu-2009-dari-beberapa-lembaga-survei-pemilu/ dan http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2009

Berikut simulasinya :

1397323263211909960
1397323263211909960

Ada 44 parpol yang bertarung di Pileg 2009, dan yang memenuhi parliamentary threshold (PT) hanya 9 parpol. Kolom 2 dan kolom 3 adalah komparasi persentasi antara KPU dan QC LSI. Baiklah kita abaikan dulu data KPU, seolah-olah yang kita tahu hanya data QC. Biasanya penyelenggara QC juga mengeluarkan VTO (Voters Turn Out) atau tingkat partisipasi pemilih, tapi belum mengeluarkan berapa data sah atau tidak sahnya suara. Nah, ini bisa jadi salah satu kekurangan QC hhmm oke tapi gapapa, nanti coba kita simulasikan disini apakah besar pengaruhnya terhadap konversi perolehan kursi DPR. Tingkat partisipasi pemilih pileg 2009 (VTO quick count) sebesar 71% dari pemilih terdaftar atau 121.598.463 pemilih sehingga angka ini yang kemudian menjadi dasar konversi persentase hasil QC ke suara pemilih seperti yang terlihat pada kolom ‘Suara_QC’. Di konversi dalam bentuk suara pemilih gunanya untuk membuat persentasi suara ulang dengan menyisihkan suara parpol yang tidak lolos PT. Maka di kolom ‘QC_Adj’ kita mendapatkan persentasi suara parpol yang sudah di adjustment. Selanjutnya sama seperti diawal kita konversi ke suara di kolom ‘Suara_QC_2’. Bagaimana memproyeksi suara ke jumlah kursi DPR ? Idealnya kita harus tahu perolehan suara setiap partai di setiap dapil lalu dicari angka BPP (Bilangan Pembagi Pemilih = total suara sah dibagi alokasi kursi di dapil tersebut). Kemudian suara masing-masing partai dibagi BPP untuk setiap partai untuk melihat dapat berapa kursi di dapil tersebut. Selanjutnya kursi perolehan tiap partai dijumlahkan dari 77 dapil. Nah berhubung seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa QC nasional tidak dirancang untuk melihat suara partai per dapil maka rasanya metode ini agak sulit diterapkan. Alternatifnya adalah memprediksi angka rata-rata BPP nasional yang berarti nilai yang sama untuk semua partai. Kelemahannya rata-rata BPP ini sangat sensitif terhadap pencilan artinya jika ada BPP yang harganya murah banget atau mahal banget maka rata-rata BPP nasional tidak representatif. Oke tapi kita coba saja ya dengan memakai rata-rata BPP nasional sebesar 217.140 (Jml suara nasional/total kursi nasional). Maka jika diproyeksikan ke jumlah perolehan kursi per partai akan tersaji di kolom ‘Estimasi Kursi DPR’. Lalu coba bandingkan dengan perolehan jumlah kursi sebenarnya di kolom ‘Jml Kursi DPR’. Jauh ya bedanya ? Golkar dengan estimasi QC memperoleh kursi 98 sedangkan realnya mendapat 107 kursi. Coba jangan dilihat nominalnya tapi persentasinya. Sama halnya jika kita mengatakan bahwa selisih suara partai A dan B kecil kok hanya 2%, yang lain mengatakan besar kok, 2% kan artinya sekitar 2.4 juta pemilih hehehee….makanya data quick count dan erornya disajikan dalam bentuk persentasi bukan angka nominal. Selisih rata-rata persentasi jumlah kursi DPR antara KPU dan QC sekitar 1%.Nah jika dilihat dari simulasi diatas, persentase perolehan kursi partai Demokrat berdasarkan quick count sekitar 24.8% dan real count sebesar 26.8%. Artinya QC dianggap masih ampuh dalam memprediksi partai Demokrat meraih >20% kursi DPR meskipun dari persentasi suara nasional tidak lebih dari 25%. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa syarat pengusungan capres ada dua, yakni meraih 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional.

Sekarang coba kita simulasikan hasil QC 2014 ke perolehan jumlah kursi DPR RI seperti metode diatas.

1397323156943559996
1397323156943559996

Nah kalau yang ini saya tidak berani membuat kesimpulan. Partai yang unggul angkanya mepet ke 20% alias bisa kemungkinan naik keatas atau kebawah dikarenakan ada si error :D.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun