Setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai peringatan hari buruh atau lazimnya disebut "May Day". Â Peringatan hari buruh selalu menjadi momentum untuk menyampaikan aspirasi para Buruh, termasuk aspirasi Pekerja Migran (TKI) yang bekerja di luar Negeri.Â
Kepedulian kepada Pekerja Migran membuktikan kecintaan dan juga dukungan kepada bangsa, karena seyogyanya negara bertanggung jawab terhadap penyediaan lapangan kerja yang memadai bagi warga negara, sebagaimana amanat konstitusi, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Sejak Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) disahkan dan berlaku pada pertengahan 2017 silam, telah melewati waktu hampir 2 (dua) tahun, namun hingga saat ini, belum terdapat kelengkapan aturan turunan dari undang-undang tersebut, sehingga langkah-langkah perbaikan yang dapat dijalankan sebagai pelaksanaan ketentuan UU PPMI belum diterapkan.Â
Pelayanan publik bagi Pekerja Migran mencakup di dalam dan luar negeri, yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan juga Pusat, yang mana mekanisme serta teknisnya diatur dalam peraturan turunan dimaksud.
Perlindungan dan pelayanan bagi Pekerja Migran dimulai dari dalam negeri, yang mengatur proses perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pelatihan akhir pemberangkatan (PAP) hingga Pekerja Migran diberangkatkan ke luar negeri/negara tujuan yang biasa di sebut dengan proses pra penempatan. Sementara, di Luar Negeri, cakupan pelayanan bagi Pekerja Migran adalah mulai dari sampai di negara penemaptan hingga kembali ke tanah air, antara lain mengenai Upah, akses bagi pekerja kepada perwakilan negara, dan perlindungan bagi pekerja.
Perlindungan bagi pekerja migran juga mencakup perlindungan terhadap perdagangan orang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) adalah suatu instrumen standar internasional yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 03 Desember 1981.Â
Dalam Pasal 6 CEDAW, negara-negara peserta wajib melakukan segala langkah tindak yang diperlukan, termasuk pembuatan perundang-undangan, untuk memberantas segala bentuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi perempuan.Â
Selanjutnya, untuk melindungi dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia bagi Pekerja Migran, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan ketentuan baru yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagai perubahan peraturan sebelumnya mengenai TKI.Â
Peraturan tersebut lebih menekankan dan memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, sehingga Pemerintah dapat memberikan perlindungan dini dari upaya oknum terhadap tindakan perdagangan orang.
------------------------------------------------------------------