Mohon tunggu...
Rasyuhdi
Rasyuhdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Nanjing university

Mencoba bermanfaat dari tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hari Santri Nasional dan Pertarungan Politik Ala Santri

29 November 2023   20:58 Diperbarui: 29 November 2023   21:07 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Politik dalam negeri menjadi sangat berwarna usai dua pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 secara resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum. Anis Rasyid Baswedan bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang juga cucu salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Ganjar Pranowo menggandeng Mahfud MD yang juga tokoh intelektual NU bahkan terkenal kedekatannya dengan Gus Dur.
 
Dua tokoh calon wakil presiden yang sudah ditetapkan mendaftar secara resmi di KPU merupakan hadiah yang istimewah dalam memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2023, hari santri yang diartikan sebagai mengenang jasa para pahlawan, kiai, guru dan santri pada masanya dalam melawan penjajahan. Tentu euforia saat ini dan dulu tidaklah sama, namun secara kontekstual dengan perjuangan dua tokoh santri yang bertarung untuk menjadi wakil presiden nantinya, sehingga juga diartikan dapat membawa maslahat bagi semua.
 
HSN dan Marwah Santri
 
Nuansa HSN 2023 saat ini sedikit berbeda ditengah percaturan politik ala santri yang merebutkan suara lumbung para kiai dan santri. Bukan barang baru terkait marwah santri yang berkiprah di panggung politik, karena NU beserta derivatnya (kaum nahdliyin, santri, dan pesantren) sendiri menjadi daya pemikat elektoral bagi partai politik, dengan pengikut 59,2 persen penduduk muslim Indonesia yang artinya ada 150 juta warga NU.
 
Merenungkan diri dalam memperingati HSN tentu sangatlah penting, apalagi yang memilih berjuang dengan amar ma’ruf nahi munkar diinstansi kepemerintahan dan menjadi wasilah (alat) tegaknya kemaslahatan umat. Sebagai warga nahdliyin harus sadar, bahwa saat ini tengah menjadi target elektoral yang sangat fantastis bagi partai politik, perjuangan yang harus dilakukan adalah memeberikan suara yang terbaik bagi calon yang berlatar santri dari yang paling terbaik dalam wujud niat perjuangan.
 
Dengan tetap menjaga marwah santri, yang tidak bisa terlepas dari akhlakul karimah, santun, ramah dan tegas dalam mengambil sikap, sehingga kita menjadi orang yang bermartabat yang dapat mengangkat oase ditengah panasnya perpolitikan Indonesia. Menjadi rahasia umum terkait perpolitikan Indonesia yang konstelasi menjadi tidak terpuji, dengan menggunakan politik uang (money politics), politik identitas dan lainnya, sehingga mencederai nilai-nilai kebangsaan dan agama.
 
 
Pertarungan Ala Santri NU
 
Santri bertarung dan menjadi rebutan bukanlah barang baru diperpolitikan indonesia, pada 2004 ada 5 pasangan calon pemilihan presiden dan wakil presiden, Megawati Soekarnoputri - Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais - Siswono Yudo Husodo dan Hamzah Haz - Agum Gumelar. Pada calon wakil Presiden tersebut, ada Empat dari Kaum berlatar santri,  Hasyim Muzadi, Salahuddin Wahid, Jusuf Kalla dan Hamzah Haz yang berlatar belakang Santri NU.
 
Bahkan di Pilperes 2009 dan 2014 ada Jusuf Kalla sebagai calon wapres yang berlatar belakang NU, dan 2019 ada KH Ma'ruf Amin sebagai calon wapres yang juga menjabat sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dapat ditarik kesimpulan bahwa santri NU menjadi lumbung suara potensial yang selalu diperebutkan pada setiap masa pemilu, sehingga tidak heran jika dalam peta politik nasional kaum santri sangat di perhitungkan.
 
Kementerian Agama RI tahun 2022 merilis data, bahwa di Indonesia terdapat 26.975 pondok pesantren dengan 2.65 juta santri tetap. Jika disimpulkan, secara konstituen lumbung suara hangat yang akan diperebutkan dalam masa pemilu 2024 adalah santri. Jumlah dari pesantren akan menjadikan lumbung suara yang sangat masif jika, bisa mendapatkan hati dari kiai dan para santri, karena santri NU juga mempunyai perinsip sami’na wa atho’na ( kami dengar dan kami patuh ) kepada para kiai dan guru.  
 
Kendati demikian, peta suara warga nahdlyin memang seolah menjadi penentu kemenangan pemilu, sehingga sejumlah lembaga survei seperti Litbang kompas merilis hasil survei terkait pemilih dari kalangan nahdiyin pada periode Mei 2023. Hasil survei menunjukkan PDI-P menjadi partai politik dengan elektabilitas tertinggi di kalangan warga NU 22,6 persen. Partai Gerindra berada di posisi kedua dengan elektabilitas 19,6 persen, Partai Demokrat dengan 7,4 persen, Partai Kebangkitan Bangsa 7,4 persen dan Partai Golkar 7,1 persen.
 
kontestasi politik dengan melibatkan santri terbaik warga nahdiyin menjadi suara penentu kemajuan negara dan agama, pertarungan ala santri tetaplah dengan akhlak yang baik, hindari short memory syndrome, yang kerap hanya berjanji-janji dalam berpolitik dan politisasi identitas yang hanya membawa agama dalam kepentingan sesaat. Sehingga dalam memperingati HSN 2023 kita juga berjuang dalam menentukan sikap politik diri sendiri, sehingga membawa Indonesia unggul dan santri makmur.

Artikel ini ditulis pada 19 Oktober 2023

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun