Mohon tunggu...
RASYIQA ATHAYA KUSWARA
RASYIQA ATHAYA KUSWARA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Film dan Televisi (Universitas Pendidikan Indonesia)

Saya hobbi menulis , memasak dan bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengulik Tuntas Serba-serbi Menjadi Ibu Muda

27 Maret 2023   00:04 Diperbarui: 27 Maret 2023   00:10 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kenyataannya Bintang menikah pada saat usia 21 tahun, dimana hal itu sudah diperbolehkan oleh negara karena diketahu, di Indonesia perkawinan usia muda diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut undang-undang ini, usia minimum untuk menikah adalah 21 tahun untuk pria dan 19 tahun untuk wanita. Dalam keadaan tertentu, misalnya B. Namun, jika calon pasangan memiliki izin dari orang tua atau wali yang sah, mereka boleh menikah di usia yang lebih muda dari batas usia minimum. Namun, pada tahun 2019, pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang menetapkan bahwa usia minimum untuk menikah adalah 19 tahun untuk pria dan wanita.

Hal ini dilakukan untuk mencegah perkawinan anak di bawah umur dan menekan angka pernikahan dini di Indonesia. Meskipun usia minimum untuk menikah telah ditetapkan di Indonesia, karena berbagai faktor seperti kondisi ekonomi, budaya, dan adat istiadat, masih banyak daerah yang masih sering terjadi pernikahan dini, dan masih ada daerah yang masih mengakar kuat. Menurut sebuah artikel berita yang diterbitkan pada 26 Maret 2023, usia legal pernikahan muda sedang diperdebatkan di beberapa negara. Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk menaikkan usia minimum pernikahan dari 19 menjadi 21 tahun untuk melindungi anak dari pernikahan dini. Di negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris Raya, beberapa negara bagian dan teritori telah menetapkan usia minimum yang lebih tinggi untuk menikah daripada usia federal saat ini yaitu 18 tahun. Beberapa negara bagian AS menetapkan usia minimum untuk menikah pada usia 21 tahun.

Secara ilmiah, keputusan seorang perempuan untuk meninggalkan pendidikan dan menikah pada usia muda dapat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan pada kehidupannya dan masa depannya. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa meninggalkan pendidikan atau tidak menyelesaikan pendidikan dapat membatasi pilihan karir dan peluang finansial di masa depan. Hal ini juga sama terjadi oleh Bintang yang memutuskan dia berani mengambil risiko berhenti kuliah dan memilih menikah dengan suaminya sekarang, “Aku merasa pada saat itu aku sudah cukup dengan duniaku. Kebetulan pacarku yang sekarang sudah jadi suami, usianya sudah matang, jadi saat itu yang membuat aku berfikir bahwa sepertinya aku siap menikah.” Dikutip langsung dari wawancara bersama Bintang.

Selain itu, menikah pada usia yang relatif muda juga dapat membawa risiko yang lebih tinggi terhadap perceraian dan ketidakbahagiaan dalam hubungan pernikahan, karena kurangnya kematangan emosional dan pengalaman hidup. Beberapa studi menunjukkan bahwa pernikahan pada usia muda dapat meningkatkan risiko stres, depresi, dan kecemasan pada wanita. Tidak dipungkiri pengalaman ini juga dirasakan oleh Bintang sebagai Ibu dua anak, “Jujur enggak mudah sih. Butuh support dari suami dan keluarga. 

Kehilangan waktu buat diri sendiri. Fokus terbagi-bagi, jadi insecure banget enggak pede ketemu orang. Apalagi ketika ngeliat temen yang seusia kok masih pada bebas hidupnya, kaya ga memikul beban berat. Sedangkan aku mau makan mie sampe mie rebus jadi mie goreng alias kuahnya hilang, mau minum kopi panas sampe dingin, mau nikmatin itu aja tuh susah. Jujur jadi ibu itu ternyata susah pake banget. Tapi aku berusaha enjoy buat ngejalaninnya karena aku tau ini enggak selamanya.” Dikutip dari Bintang.

Namun, ada juga beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi keputusan seorang perempuan untuk meninggalkan pendidikan dan menikah pada usia muda. Misalnya, keputusan tersebut mungkin didasarkan pada nilai-nilai budaya atau agama yang kuat, atau karena adanya faktor ekonomi yang mempengaruhi pilihan tersebut. Sama halnya dengan kasus yang dijalani Bintang, memilih berhenti melanjutkan pendidikannya di Universitas Terbuka dengan jurusan Ilmu Komunikasi. Meski begitu Bintang menyebutkan., “Tidak sama sekali. Sesekali berfikir tentang hidup orang lain mungkin iya. Tapi kalau menyesali apa yang udah aku lakuin enggak sih.” 

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa keputusan seperti ini sangat pribadi dan konteksnya mungkin berbeda-beda untuk setiap individu. Namun, keputusan semacam itu harus dipertimbangkan dengan matang dan berdasarkan pada informasi dan pengetahuan yang akurat tentang konsekuensi dan risiko yang mungkin terjadi. Begini pula pesan yang disampaikan Bintang pun terhadap perempuan yang memilih menikah muda dan juga calon- calon Ibu muda di luar sana, “Aku cuma mau bilang, punya anak itu enggak gampang, ga punya anak juga ga gampang, menikah ga gampang, ga menikah juga enggak a gampang. So, pilih betul2 ‘ga gampangnya’ untuk dirimu sendiri dan jangan pernah menyesalinya.” 

Alasan peningkatan usia minimum untuk menikah didasarkan pada risiko yang terkait dengan pernikahan dini, termasuk risiko kekerasan dalam rumah tangga, peningkatan risiko kesehatan reproduksi, dan penurunan risiko pendidikan dan pekerjaan bagi pasangan yang menikah di usia sangat muda. dan kelompok agama berpendapat bahwa menaikkan usia minimum untuk menikah akan membatasi kebebasan beragama dan hak untuk menikah pada usia dini. Ia berpendapat bahwa usia bukan satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan ketika memutuskan apakah seseorang siap. Ada sekitar 9,4 juta wanita berusia 10 hingga 24 yang merupakan calon ibu. Menjadi seorang ibu muda di Indonesia memiliki dampak yang kompleks terhadap kehidupan seorang perempuan, anaknya, keluarganya dan masyarakat di sekitarnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengaruh ibu muda Indonesia adalah:

  • Kesehatan ibu dan anak: Wanita yang hamil dan melahirkan pada usia yang relatif muda dapat menghadapi risiko kesehatan yang lebih tinggi. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu muda juga dapat mengalami komplikasi kesehatan seperti kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pengasuhan dan pendidikan anak-anak di masa depan.
  •  Stigma Sosial: Di Indonesia, ibu muda, terutama ibu yang belum menikah, masih menghadapi stigma negatif. Hal ini dapat mempengaruhi citra diri dan kesejahteraan psikologis mereka, serta mempengaruhi hubungan mereka dengan keluarga dan masyarakat sekitar.
  • Kendala Finansial: Ibu muda seringkali belum berpendidikan atau tidak memiliki penghasilan tetap. Hal ini dapat menciptakan kendala keuangan yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan anak-anak mereka.
  • Peran Ganda : Banyak ibu muda di Indonesia yang tidak hanya mencari nafkah untuk keluarganya, tetapi juga harus menghadapi tuntutan mengurus keluarga dan memenuhi kewajiban sosialnya. Secara keseluruhan, menjadi ibu muda di Indonesia memiliki dampak yang kompleks terhadap kehidupan perempuan dan masyarakat di sekitarnya.

Upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, pendidikan, menghilangkan stigma sosial, mendukung perekonomian dan mengurangi peran ganda dapat membantu mengurangi efek negatif menjadi ibu muda.Menjadi ibu muda dapat menjadi pengalaman yang menantang dan sulit bagi banyak wanita. Beberapa berita yang terkait dengan sulitnya menjadi ibu muda antara lain:

  1. Masalah Kesehatan Mental: Sebuah studi oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa ibu muda memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan yang dirasakan dalam mengurus anak dan memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari.
  2. Kesulitan Keuangan: Menjadi ibu muda dapat menjadi sulit secara finansial karena biaya yang terkait dengan kehamilan, persalinan, dan perawatan bayi yang terus meningkat. Banyak ibu muda juga harus berjuang dengan tanggung jawab keuangan tambahan seperti menyewa atau membeli rumah, membayar tagihan, dan menyediakan makanan yang sehat untuk keluarga mereka.
  3. Kesulitan dalam Mengambil Keputusan: Memiliki anak pada usia muda juga dapat membuat seseorang merasa sulit dalam mengambil keputusan penting seperti keputusan tentang pendidikan dan karir. Seorang ibu muda harus memikirkan bagaimana mengurus anak-anak mereka, sekaligus mencoba untuk mencapai tujuan pribadi mereka.
  4. Stigma Sosial: Ibu muda seringkali menghadapi stigma sosial dan diskriminasi karena kehamilan atau persalinan mereka yang terjadi pada usia yang masih relatif muda. Banyak orang mungkin memiliki asumsi negatif tentang ibu muda, yang dapat mengakibatkan merasa tidak nyaman atau tidak dihargai.
  5. Tantangan dalam Mempertahankan Hubungan: Menjadi ibu muda juga dapat menempatkan tekanan pada hubungan dengan pasangan atau orang tua. Ketika ada tanggung jawab yang besar dalam mengurus bayi, sulit untuk menemukan waktu dan energi untuk menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain di sekitar kita.

Namun, meskipun menjadi ibu muda dapat memiliki tantangan yang unik, banyak wanita yang berhasil melewatinya dengan dukungan dan sumber daya yang tepat. Penting bagi ibu muda untuk mencari dukungan dari keluarga, teman, dan sumber daya lainnya untuk membantu mereka mengatasi tantangan yang mungkin mereka hadapi.

Kelemahan dan kelebihan menjadi seorang ibu muda dapat bervariasi tergantung pada kondisi dan situasi individu. Beberapa kelemahan dan kelebihan yang dapat terkait dengan menjadi seorang ibu muda antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun