Mohon tunggu...
Rasyiq Arif Buamona
Rasyiq Arif Buamona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mantan mahasiswa

Mencoba produktif

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenal Seluk Beluk Diplomasi, Sebuah Seni Negosiasi dalam Hubungan Internasional

7 Agustus 2023   13:37 Diperbarui: 7 Agustus 2023   13:40 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diplomasi, telah lahir dan berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban dalam kehidupan manusia. Apabila hendak merujuk pada catatan sejarah, diplomasi dapat dijumpai sejak era Yunani kuno, Byzantium, Romawi, dan China, dengan tujuan untuk membangun sekutu dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan diplomasi sebagai pokok bahasan ilmu hubungan internasional (HI) yang memiliki usia lebih tua dari studi HI itu sendiri. Memang, karakteristik diplomasi pada masa tersebut berbeda dengan kondisi dewasa ini. Namun, diplomasi pada masa itu terbilang efektif dalam meningkatkan perdagangan, pertukaran kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.

Beberapa pertanyaan yang mungkin mencuat kemudian adalah "apa itu diplomasi? apa itu diplomat dan siapa saja yang dapat disebut demikian? kapan diplomasi dilakukan? di mana diplomasi berlangsung?" Nah, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ayo simak tulisan ini!

Menurut Kamus Oxford, diplomasi diartikan sebagai pengelolaan hubungan internasional melalui negosiasi. Sir Harold Nicolson -- seorang diplomat Inggris sejak sebelum perang dunia pertama -- berpendapat bahwa diplomasi adalah seni yang dilakukan seorang diplomat. Di samping definisi tersebut, diplomasi juga dapat dijelaskan sebagai sebuah proses interaktif yang dilakukan antar aktor dalam sistem internasional yang terlibat dalam dialog tertutup maupun terbuka untuk mewujudkan kepentingan mereka melalui cara yang damai dengan mengedepankan sikap kerja sama, saling menghargai, dan saling memahami. Diplomasi merupakan alternatif dari cara koersif seperti peperangan. Peperangan yang terjadi dinilai merupakan akibat dari kegagalan proses diplomasi.

Diplomasi bukanlah kebijakan luar negeri, melainkan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengeksekusi kebijakan luar negeri sebuah negara demi memenuhi kepentingan nasionalnya. Dengan kata lain, diplomasi merupakan ujung tombak dari pencapaian kepentingan nasional.

Selanjutnya, siapa aktor yang melakukan diplomasi? Orang yang melakukan diplomasi disebut diplomat. Ada dua pandangan berbeda mengenai hal ini, yakni yang bersifat state-centric dan yang tidak. Salah satu tokoh yang menganut pandangan state-centic dalam diplomasi adalah Sir Ernest Satow, seorang diplomat yang berasal dari Inggris. Satow berpendapat bahwa diplomasi adalah hubungan yang dilakukan antar pemerintahan negara yang berdaulat. Hal tersebut sejalan dengan hukum internasional yang meregulasi mengenai diplomasi yakni Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik pada tahun 1961 yang menyatakan bahwa hanya negara yang berstatus sebagai aktor dalam diplomasi. Berdasarkan pandangan ini, maka diplomasi hanya dilakukan oleh para diplomat yang berasal dari Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) tiap-tiap negara, atau yang juga dikenal dengan sebutan diplomat karir.

Sedikit berberda dengan pendapat Satow di atas, menurut salah seorang pakar hubungan internasional, Hedley Bull, dalam bukunya yang berjudul The Anarchical Society: A Study of Order in World Politics, diplomasi dapat dilakukan oleh oleh aktor-aktor lain selain negara yang masih merupakan entitas politik yang mendapatkan pengakuan serta menjadi subjek hukum internasional. Entitas-entitas politik yang di maksud adalah seperti organisasi internasional, international non-governmental organisations (INGOs), international governmental organisations (IGOs), perusahaan multinasional/perusahaan transnasional, hingga individu. Hal ini sesuai dengan keadaan di masa kini ketika telah berkembang yang namanya post-modern diplomacy yang menandai adanya perluasan aktor sehingga yang melakukan diplomasi tidak hanya pada diplomat dari Kemenlu saja tapi juga dari kementerian-kementerian lain hingga diplomat yang berasal dari aktor-aktor non-negara.

Selanjutnya, kapan diplomasi dilakukan? Well, diplomasi bukanlah suatu kegiatan sekali eksekusi langsung selesai. Diplomasi merupakan sebuah rangkaian proses panjang dan siklikal yang telah berlangsung sejak perumusan kebijakan luar negeri suatu negara hingga proses eksekusinya di meja perundingan. Untuk melihat hal tersebut lebih lanjut, penting bagi kita untuk mengetahui fungsi-fungsi diplomasi. Kurang lebih terdapat empat fungsi diplomasi menurut Ameri sebagai berikut:

  • merepresentasikan kepentingan negara dan mengadakan sebuah negosiasi atau diskusi yang dimaksudkan untuk menetapkan kepentingan bersama serta hal-hal yang menjadi ketidaksepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kepentingan negara dan menghindari konflik;
  • melibatkan pengumpulan informasi dan identifikasi serta evaluasi terhadap tujuan kebijakan luar negeri. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis oleh Kemenlu dan para aktor politik yang mempunyai power untuk di negosiasikan satu sama lain yang kemudian menjadi dasar pertimbangan untuk memutuskan kebijakan luar negeri seperti apa yang hendak diterapkan oleh negara tersebut;
  • memperluas hubungan politik, ekonomi, dan budaya antar kedua negara; dan
  • memfasilitasi dan menegakkan observasi hukum internasional. Hal ini berkaitan dengan tugas diplomat untuk mempromosikan kepentingan nasional negaranya dan menjaga hubungannya dengan negara lain tetap terbuka.

Kebijakan luar negeri yang telah dirumuskan berdasarkan berbagai informasi tersebut kemudian dibawa oleh para diplomat untuk diperjuangkan pada konferensi-konferensi bilateral, regional, multilateral, maupun dalam pertemuan antar anggota organisasi internasional seperti sidang umum PBB, pertemuan negara-negara G20, dan lain-lain.

Lantas, dari beragamnya jenis konferensi di atas, kira-kira di pertemuan manakah kesepakatan lebih mudah dicapai?

Diplomasi yang terjadi dengan melibatkan banyak negara umumnya memiliki kesan yang tidak gampang. Kesepakatan justru lebih mudah tercapai pada pertemuan bilateral yang diselenggarakan secara face to face antara perwakilan dua negara di sela-sela acara yang sedang berlangsung. Sebab, dalam diplomasi bilateral, proses diplomasi hanya melibatkan dua pihak saja. Berbeda halnya dengan diplomasi multilateral yang melibatkan banyak kepala sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkompromi dan melahirkan kesepakatan. Adapun dalam diplomasi regional yang menghadirkan negara-negara yang masih bertetangga secara geografis, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan adalah lebih cepat daripada diplomasi multilateral dan lebih lambat dari diplomasi bilateral.

Sekian tulisan kali ini. Semoga dapat sedikit membantu teman-teman dalam memahami seluk beluk diplomasi dalam hubungan internasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun