Mohon tunggu...
Rasyid Taufik
Rasyid Taufik Mohon Tunggu... Konsultan - SINTARA Leadership

Konsultan Manajemen SDM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhirat Lebih Utama

21 Maret 2024   12:26 Diperbarui: 21 Maret 2024   12:46 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebahagiaan tertinggi pada kehidupan kita adalah ketika Allah karuniakan keturunan. Sampai-sampai Nabiyallah Ibrahim As, seorang nabi kesabarannya terusik gara-gara udah lama ngga punya keturunan. Beliau mohon kepada Allah: rabbi habli minasholihiin. Ya Allah anugerahi kami keturunan yang sholeh. Jadi kadang ada orang tua yang ngga berkenan Allah karuniakan keturunan anak. Makanya kalau ditanya anak berapa? ah jangan banyak-banyak lah. Katanya ribet. Repot. Biaya pendidikannya segala macam. Padahal Allah subhanahu wa ta'ala karuniakan kepada kita anak sama sekali ngga ganggu urusan rezeki kita.

Dalam Alquran Allah berfirman: Wa'mur ahlaka bishholati washtobir alaiha, laanas aluka rizqon nahny narzuquka wal'aaqibatu littaqwa. Allah sudah karuniakan anak keturunan maka tugas kita adalah mengajak mereka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tugas kita itu. Bicara soal rejeki, laanas aluka rizqon, Allah sekali-kali ngga pernah membebanimu pada perkara rejeki.

Dalam tafsir Jalalain kalau tidak salah: la nukallifuka riazqon linafsika wa lighoirik. Hei jangankan rejeki orang lain, rejeki anak istri dan orang tuamu ngga Allah bebankan kepadamu. Rejeki tetangga atau anak buahmu ngga Allah bebankan kepadamu. Jangankan rejeki anak istri atau anak buah kita, rejekimu saja Allah ngga bebankan kepadamu. Kadang kita suka bilang kalau ngga ada gua mah kagak makan luh, orang Betawi bilang begitu, kalau bukan gua kagak makan. Padahal jangankan rezeki orang lain, rejekimu saja ngga dibebankan oleh Allah kepadamu. Jangankan kita, cicak aja rejekinya udah ditanggung. Cicak, kucing, semuanya dari binatang yang tingkat tinggi sampai yang tingkat paling rendah rejekinya udah ditanggung oleh Allah subhanahu wa taala.

Makanya jangan bingung pada perkara rejeki sehingga kita tidak bersyukur dengan Allah karuniakan anak kepada kita. Ah anak susah banget diurusnya, biayanya banyak banget mahal banget, kalau gua beliin sawah udah lebar kali. Sawah? Memang sawah bisa doain? Kalau kita punya anak rabbigfirli waliwalidayya warhamhuma kama robayani shogiro.  Orang tua punya anak jangankan pada perkara ibadah yang wajib, dia melangkahkan kakinya ke majelis taklim,  ngaji aja belum baru melangkah kaki ke majelis taklim, bapak ibunya udah dapat pahala.

Tapi kita orang tua kadang-kadang suka begitu, ngajarin ngga, bimbing ngga, cuman sekedar nyuruh doang. Anak disuruh ke masjid dan mushala tapi orang tuanya ngga pergi. Kalau ditanya, ngga ke masjid pak? udah anak gua. Banyak orang tua yang nyuruh doang ke masjid tapi bapaknya ngga karena lagi tanggung nonton bola.

Sebagai orang tua, kita jangan salah dalam mendidik anak-anak. Kita jangan menanamkan  perkara dunia pada masa awal mendidik mereka. Dalam sebuah ayat ayyuhalladzina amanu ku anfusakum wa ahlikum Hei jangan enak-enakan. Jangan tenang-tenang aja. Sudah dibawa ke mana keluargamu? anak-anakmu? akan menjadi pertanyaan nantinya. Jangan-jangan kita hidup ini udah milih yang salah. Bal tu tsiruna hayatad dunia wal  alkhirotu khoiruw wa abqo. Banyak orang tua yang menggiring anak-anaknya untuk hanya mengejar dunia. Ngaji ngga penting. Yang penting kursus bahasa Inggris dan matematika. Orang tua bilang kalau nilai kamu bagus nanti masuk sekolah negeri, kuliah di perguruan tinggi negeri. Nanti kalau sudah lulus bisa kerja di kantoran. Orang tua kadang-kadang mem-plot anak-anaknya kayak gitu. Makanya jarang yang mau anak-anaknya di pesantren.

Jangan sampai kita menggiring dan menjerumuskan anak-anak kita pada perkara ma ta kuluna mim badi. Nanti kamu pada makan apa? Bukan pada perkara ma tabuduna mim badi. Nanti kamu masih menyembah Allah apa ngga? Padahal wal akhirotu khoiruw wa abqo. Nabi pernah megang pundak Ibnu Umar. Kata Nabi kepada Ibnu Umar kita ini ngga ubahnya orang asing atau pelancong hidup di dunia ini. Ada ngga pelancong yang terus-terusan tinggal di sini? ada ngga pelancong atau orang asing yang terus-terusan tinggal disini? Kita ini pelancong. Rumah kita di negeri akhirat. Disini kita hanya melancong, ngga lama.

Ada lagi yang mengumpamakan bahwa dunia itu seperti jembatan. Jembatan itu pendek. Yang paling demen tinggal di jembatan siapa? Banci. Di jembatan lima, jembatan besi yang tinggal banci. Yang ada di kolong jembatan siapa? Gembel. Jadi orang kalau memilih dunia, mengarahkan keluarganya pada perkara dunia doang maka pangkatnya banci dan gembel. Sayang kan kehidupan kita. Makanya kita mohon anak-anak kita jadi anak yang sholeh. Ngga milih dunia doang, tapi ada yang lebih utama yaitu akhirat.

Jangan sampai kita menggiring dan menjerumuskan anak-anak kita pada perkara ma ta kuluna mim badi. Nanti kamu pada makan apa? Bukan pada perkara ma tabuduna mim badi. Nanti kamu masih menyembah Allah apa ngga?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun