Berdasarkan studi "Most Literred Nation in the world 2016", minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Ya, hanya berjarak satu nomor dari ranking terakhir.
Fakta demikian menunjukkan minimnya budaya literasi masyarakat Indonesia. Hal tersebut terjadi bisa saja karena beberapa faktor seperti kurangnya ketersediaan buku bacaan bagi daerah-daerah pelosok atau buku sudah tersedia, namun tidak mau memanfaatkannya.
Dalam Islam, wahyu yang pertama kali turun adalah perintah membaca (Iqra), sebagaimana yang telah kita ketahui dialog antara Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril sehingga turun Surah Al-Alaq ayat 1-5. Penegasan perihal membaca pun diulang sampai dua kali dengan lafal "iqra" artinya bacalah.
Mengingat pentingnya soal membaca dalam Surah Al-Alaq tadi, sampai-sampai dosen saya pernah berujar bahwa sebenarnya yang harus dilakukan pertama kali adalah membangun perpustakaan bukan membangun masjid, begitulah ucapnya setengah bercanda. Walaupun begitu, telah ada kok pada zaman Nabi semacam lembaga pendidikan yang disebut "Kuttab".
"Buku adalah jendela dunia" ungkapan tersebut memang benar adanya. Membaca buku membuka cakrawala berpikir kita, menambah informasi, dan dapat mengetahui ide/gagasan seseorang. Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, "kebutuhan terhadap ilmu melebihi  kebutuhan kita terhadap makan, kalau kita makan tiga kali sehari, untuk ilmu kita membutuhkan setiap hela nafas. Buku salah satu sumber mencari ilmu.
Bahkan, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, Moh. Hatta pernah berkata, "Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas. Begitu juga dengan Soekarno yang memiliki segudang buku di kamarnya. Tak heran kelak kedua tokoh tersebut menjadi tokoh yang berpengaruh bagi Indonesia.
Membudayakan literasi kepada masyarakat, menurut saya dimulai dengan gemarnya membaca buku. Minimal belilah buku satu kali dalam sebulan. Jika kita terbiasa membaca buku, lama-kelamaan akan tumbuh minat menulis. Dari tulis-menulis tak lengkap kalau tidak  berdiskusi.
Ada sebuah ungkapan menarik, "karena bodoh aku membaca, karena lupa aku menulis, Â dan karena bingung aku berdiskusi". Saya belum tahu siapa penuturnya, yang pasti sarat makna bagi kita. Dimulai dengan membaca-lah, saya yakin bahwa kita dapat meningkatkan pendidikan masyarakat, literasi masyarakaat, dan menuju masyarakat riset.
Selamat hari buku nasional, 17 mei 2018. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H