Mohon tunggu...
Muhammad Khairur Rasyid
Muhammad Khairur Rasyid Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Deparpolisasi sebagai Fenomena Baru Jelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017

4 April 2016   17:32 Diperbarui: 5 April 2016   07:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis: Wage Wardana (Komisioner KPU Jakarta Timur)

Geliat Dukungan

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta memang masih lama yaitu dibulan Februari 2017, namun euphoria masyarakat mengenai hal tersebut sangat terasa. Massa yang terkoordinir maupun yang tidak terkoordinir mulai menunjukkan dukungannya kepada jagoannya masing-masing baik melalui kegiatan sehari-hari maupun lewat media sosial. Baik melalui dukungan yang simpatik bahkan sampai saling menghujat jagoan pihak lain. Komunitas-komunitas terkoordinir mulai muncul seperti Teman Ahok, Sahabat Djarot, TemanKitaSemua, Suka Haji Lulung dan lain-lain menambah dinamisnya suasana dukungan.

Geliat dukungan tersebut menunjukkan adanya animo yang luar biasa dalam diri masyarakat DKI Jakarta terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur pada tahun 2017. Padahal, duet kepemimpinan Ahok-Djarot masih belum menyelesaikan masa baktinya, mereka masih mempunyai banyak waktu untuk melakukan Finishing berbagai program kerja mereka dalam menata DKI Jakarta. Animo masyarakat juga ditunjang oleh pemberitaan media massa yang sangat progress dan dinamis dalam memberitakan dinamika suksesi kepemimpinan di DKI Jakarta, hal tersebut kadang membuat pemberitaan mengenai program yang sedang berjalan dan akan dijalankan oleh pemprov DKI Jakarta kalah actual.

Media sosial jelas menjadi sasaran yang paling empuk dalam rangka sosialisasi dan menunjukkan dukungan kepada public. Facebook, Twitter, Path, dan Instagram menjadi media yang efektif dalam sosialisasi dan galang dukungan. Awalnya media sosial tersebut menjadi alat untuk publikasi calon dan perkenalan calon, namun kini seiring dengan gesekan-gesekan lewat media, media tersebut juga menjadi media untuk saling menjatuhkan lawan politiknya. Tweetwars di Twitter menjadi hal yang lazim dan menjadi makanan masyarakat sehari-hari. Black Campaign yang dulunya terasa tabu, kini menjadi sesuatu hal yang biasa terjadi, jelas ada pergeseran paradigma dalam hal ini.

 

Fenomena Deparpolisasi

DKI Jakarta-1 memang menjadi sebuah jabatan prestisius dan menjadi sebuah tolak ukur bagi layak atau tidaknya seseorang bertransformasi menjadi tokoh nasional. Sehingga, tidaklah mengherankan kalau banyak para kepala daerah juga disebut-sebut sebagai calon kontestan dalam rangka perhelatan akbar tersebut. sebut saja Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas serta beberapa kepala daerah lainnya pun disebut media massa dan beberapa partai layak “ naik kelas” menuju DKI Jakarta 1.

Hiruk pikuknya dukungan kepada calon-calon tertentu menimbulkan panasnya persaingan para calon kontestan, ditengah suasana tersebut muncullah sebuah terminology yang sangat unik yaitu Deparpolisasi. Munculnya istilah Deparpolisasi ditengarai ketika akhirnya sang petahana yaitu Ir. Basuki Tjahaja Purnama yang akrab dipanggil Ahok memutuskan untuk mencalonkan kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta didampingi Heru Budi Hartono, SE, MM setelah awalnya gencar melakukan pendekatan untuk berduet dengan Wagub Djarot Saeful Hidayat, namun pendekatan sang petahana kemudian kandas akibat adanya mekanisme partai. Akhirnya Ahok mantap mengambil jalan independent dengan disokong Teman Ahok yang terus menerus bergerilya mengumpulkan KTP sebagai dukungan untuk Ahok-Heru.

Fenomena incumbent yang memilih jalur independent dan mempunyai kans yang kuat dalam memenangi kompetisi inilah yang ditengarai beberapa pihak memunculkan istilah deparpolisasi. Deparpolisasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pengurangan partai politik, namun tidak demikian dengan arti yang tersurat dalam KBBI tersebut, arti Deparpolisasi yang berkembang dewasa ini adalah pengurangan/peniadaan peran partai politik dalam kehidupan berdemokrasi dewasa ini. Kasarnya banyak pihak berpandangan bahwa tanpa partai politikpun Ahok bisa memenangi pertarungan ini.  Tentu ini hanya prediksi karena tahap pencalonan yang diagendakan oleh KPU DKI Jakarta juga belum mulai, jadi masih jauh kalau menganggap salah satu bakal calon akan memenangkan kompetisi tersebut.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun