Mohon tunggu...
Rasyanda Siregar
Rasyanda Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student

Always listen to your gut, it knows something you did not.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Merasakan Gejala Covid-19, Ternyata Hanya Cemas!

26 Desember 2020   22:11 Diperbarui: 30 Januari 2023   16:11 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pernah gak sih merasa demam setelah bepergian ke luar rumah saat pandemi? Pernahkah tiba-tiba batuk dan merasa pusing setelah membaca berita mengenai Covid-19? Ternyata itu belum tentu gejala Covid lho. Itu hanya gejala palsu yang dialami karena terlalu cemas, takut terkena virus corona. Kondisi ini dinamakan gangguan psikosomatik akibat virus Covid-19. Gejala yang dialami memang mirip, bahkan terasa sama dengan gejala yang disebutkan dalam berita-berita. Kecemasan yang berlebihan karena takut terkena virus Covid bisa mempengaruhi pikiran kita untuk merasakan gejala yang sama dengan gejala virus corona. Psikosomatik bisa terjadi pada orang yang sehat, kemudian merasa sakit atau melemah. Bisa juga terjadi pada orang yang sudah sakit, kemudian diperburuk dengan pikiran negatifnya sehingga memperparah penyakitnya. Waspada memang boleh, bahkan harus. Akan tetapi, jika kewaspadaan sudah berubah jadi kecemasan yang berlebihan, itu tidak baik, karena pikiran akan menguasai tubuh dan berujung mendiagnosis bahwa Ia telah terpapar virus corona.

Psikosomatik berasal dari dua kata, yaitu psyche yang berarti pikiran dan soma yang berarti tubuh. Dalam KBBI, psikosomatik berarti berkaitan dengan jiwa dan raga. Bisa disimpulkan bahwa psikosomatik menjelaskan mengenai hubungan pikiran dan tubuh yang  tidak bisa dipisahkan. Keduanya memiliki hubungan timbal balik dan saling mengefek satu sama lain. Gangguan psikosomatik adalah terdapatnya keluhan-keluhan fisik yang ditimbulkan dari pikiran, yaitu karena stress, depresi, cemas, atau takut yang berlebihan. Anehnya, keluhan yang dialami pasien tidak dapat terdeteksi, baik melalui pemeriksaan rontgen, tes darah, MRI, dsb. Keluhan yang dialami hanya bisa dirasakan pasien, sehingga biasanya dokter mengarahkan pasien ke psikiater, karena keluhan itu berasal dari beban pikiran dan psikiater bisa membantu meringankan beban tersebut. 

Gangguan psikosomatik akibat virus Covid-19 terjadi jika menerima terlalu banyak informasi negatif mengenai virus Covid-19, alhasil menjadi takut dan cemas berlebihan. Dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Rudi Putranto, mengatakan bahwa otak manusia lebih mudah untuk menerima dan menyimpan informasi-informasi yang negatif ketimbang informasi positif. “Pada waktu kita mendapat informasi maka otak kita akan mengolah informasi tersebut. Informasi itu akan menstimulasi hormon stres dan hormon yang lain dan akan merangsang ke organ tubuh,” ucap Rudi. Selanjutnya, hormon stres bisa merangsang organ tubuh lain seperti jantung yang berdetak lebih cepat, paru-paru yang menjadi sesak, perut yang sakit, cepat lelah, merasakan demam padahal suhu tubuh normal, hingga membuat daya tahan tubuh menurun yang menyebabkan lebih mudah terserang penyakit.

Menurut dokter spesialis kedokteran jiwa Rumah Sakit Omni Alam Sutera, dr. Andri, SpKJ, FACLP, terdapat 10 gejala yang paling dikeluhkan pada pasien-pasien yang mengalami gangguan psikosomatik. Gejala yang paling sering dialami adalah jantung yang berdebar-debar, lebih dari 90% pasien mengalami ini. Hal ini dikarenakan sistem saraf otonom yang terlalu aktif, sehingga membuat jantung pasien berdebar-debar. Gejala kedua adalah sakit atau tidak nyaman pada perut. Lambung sering menyebabkan masalah pada gangguan psikosomatik. Keluhan yang tersering adalah kembung dan sering BAB tetapi tidak ada rasa mulas atau mencret. Gejala ketiga adalah nyeri atau tekanan di leher atau pundak. Ada beberapa pengobatan, yaitu pelemas otot, suntik, dan akupuntur. Kecemasan/beban pikiran membuat adanya ketegangan otot daerah leher dan kepala secara terus-menerus.

Gejala lainnya adalah lelah walaupun tidak bekerja (fatigue), kurang energy/lemah hampir setiap waktu, dan pusing/sempoyongan merasa seperti di perahu. Selanjutnya adalah sering bersendawa (banyak gas di lambung), merasa lega setiap telah bersendawa atau buang angin.  Telinga atau kepala berdenging dirasakan bagi sebagian pasien gangguan psikosomatik, yaitu yang punya bakat dasar genetik. Gejala kesembilan adalah berkeringat banyak, kadang berkeringat dingin. Kadang merasa sering ingin pingsan tetapi tidak pingsan. Gejala yang terakhir adalah gemetaran/ menggigil.

Orang dengan gangguan psikosomatik dapat dikenali ketika khawatir berlebih meskipun keluhannya ringan, keluhan muncul saat pikiran terbebani, keluhan dipicu oleh stres, dan biasanya terjadi secara berulang. Penyakit fisik yang biasanya memburuk dengan beban pikiran adalah psoriasis, tukak lambung, tekanan darah tinggi, diabetes, jantung, dan eksim. Penderita psikosomatik bisa diobati dengan konsul ke psikiater dan bantuan obat-obatan medis. Metode terapi dan pengobatannya dapat berupa psikoterapi, meditasi atau relaksasi, akupuntur, hipnoterapi, dan fisioterapi.

Penelitian yang berjudul Psychological Predictors of Anxiety in Response to the H1N1 (Swine Flu) Pandemic menyatakan hubungan antara suatu krisis kesehatan dengan psikosomatik. Studi tersebut mengungkapkan bahwa krisis kesehatan yang dipublikasikan secara luas dapat menyebabkan kondisi histeria psikosomatik massal, yaitu banyak orang mengalami psikosomatik yang diakibatkan oleh ketakutan akan rumor yang menyebar.

Dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Rudi Putranto, mengungkapkan cara membedakan gejala palsu Covid-19 (psikosomatik) dengan yang asli. “Bagaimana cara kita membedakan? Kalau ini reaksi tubuh dan kita dapat menyadari itu, istirahat sebentar dan relaksasi maka reaksi tersebut bisa hilang,” ungkapnya dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta, Minggu (21/6/2020). Rudi menyarankan agar masyarakat membatasi menerima informasi mengenai Covid-19 dua kali sehari dan tidak lebih dari 30 menit. Selain itu, pastikan dulu bahwa berita itu valid. Cara menghindari psikosomatik akibat virus Covid-19 yaitu dengan mencari informasi dari sumber yang terpercaya, istirahat sejenak dari pemberitaan mengenai corona, berkomunikasi dengan orang-orang tercinta demi mencegah stress, menjaga kesehatan dan kebersihan diri, dan menjaga pikiran untuk selalu berpikir positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun