Kompasiana merupakan sebuah wadah jurnalisme warga (citizen journalism) yang digagas oleh Kompas, sebagai antisipasi bergesernya preferensi media dari media cetak yang sekarang bergerak ke media online dan jurnalisme warga. Dalam Tata Tertib Kompasiana, jurnalisme warga didefinisikan sebagai kegiatan warga dalam mengumpulkan, melaporkan, mengolah dan menyebarluaskan suatu fakta kejadian atau peristiwa. Dan tentunya sudah jelas dalam konteks Kompasiana, jurnalisme tersebut dimuat di portal Kompasiana.
Namun, di poin Tata Tertib berikutnya, justru terjadi negasi: Jurnalisme Warga dilakukan atas dasar keinginan pribadi dan dipublikasikan atas nama diri sendiri, tanpa melibatkan Kompasiana sebagai media yang digunakan untuk menyebarluaskan kegiatan jurnalistik tersebut. Di poin ini, Kompasiana justru ingin tidak dilibatkan sebagai media, padahal sudah jelas bahwa tulisan tersebut tentunya dimuat dan disebarluaskan dalam media yang diberi nama Kompasiana.
Kita melihat di sini terlihat sebuah kegagapan antara merengkuh jurnalisme media, tetapi tidak mau terlibat jika terjadi kekotoran di dalamnya. Sebuah alasan yang sangat bisa dimengerti, karena bagaimana pun Kompas sebagai sebuah usaha media, tidak ingin bertanggung jawab terhadap konten yang dimuat di Kompasiana yang dianggap sebagai jurnalisme warga (citizen journalism).
Kegagapan ini menjadi pisau bermata dua, karena ternyata para Kompasioner tidak dianggap sebagai warga, tetapi hanya kontributor tulisan saja yang berjarak dengan portalnya. Hasilnya, tidak akan ada kedekatan Kompasioner, karena memang tidak dimungkinkan untuk itu. Padahal, Kompasiana dideklarasikan sebagai jurnalisme warga, di mana warga Kompasioner seharusnya dirangkul untuk diakui keberadaannya.
Dengan mengakui keberadaan Kompasioner yang terdiri dari manusia-manusia bernyawa dan mau meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk menulis di Kompasiana, maka akan terjada esprit de corpse atau semangat komunitas sehingga komunitas Kompasiana akan lebih eksis di dunia maya dan juga di dunia nyata.
Namun, kelihatannya Kompasioner pun sangat dibatasi untuk betul-betul meliput kejadian yang sesungguhnya terjadi, sebagai bagian dari jurnalisme warga. Hal ini terlihat, bagaiman perlakuan admin Kompasiana terhadap Rudy Zakaria, yang hadir dalam acara-acara pers dan membawa kartu nama bertuliskan Kompasiana. Kita akui, bahwa Rudy juga bersalah karena secara inisiatif sendiri mencetak kartu nama tersebut tanpa seijin Kompasiana, serta mengaku sebagai wartawan Kompasiana.
Terlihat di sini, bahwa meski pun Kompasiana mengaku sebagai wadah jurnalisme warga, tetapi Kompasioner tidak mempunyai cara dan alat untuk melakukan kegiatan jurnalisme. Alangkah eloknya jika warga Kompasioner justru dirangkul dan diberi alat, katakanlah seperti kartu anggota Kompasiana. Dengan kartu anggota tersebut, Kompasioner dapat terbantu melakukan kegiatan jurnalisme, meski pun tetap harus ditegaskan dalam kartu anggota tersebut bahwa kegiatan jurnalisme yang dilakukan adalah tanggung jawab pribadi meski pun dimuat di Kompasiana.
Alat seperti kartu anggota Kompasiana, dapat juga dijadikan branding dari warga Kompasiana, serta meningkatkan lagi kredibilitas tulisan yang ada di Kompasiana. Paling tidak akan muncul berita-berita yang nyata terjadi yang bersumber dari kegiatan jurnalisme warga.
Memang, sampai sekarang, tulisan di Kompasiana lebih banyak merupakan copy and paste dari berita-berita media online, dengan tambahan opini dari penulisnya. Selebihnya adalah tulisan yang berupa opini. Sedikit sekali tulisan yang bersumber dari kegiatan jurnalisme warga, yang dicita-citakan oleh Kompasiana. Lebih baik lagi, bila Kompasiana berinisiatif memberikan pelatihan jurnalisme warga kepada para Kompasioner, sehingga mereka lebih kredibel dalam melakukan kegiatan jurnalisme warga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H