Ada 2 ciri yang khas dari produk perundang-undangan yang diluncurkan oleh para wakil rakyat di gedong hejo saat ini, yaitu:
- Sering melahirkan badan baru yang dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah yang ada akibat dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap badan yang ada saat ini.
- Sering memberi "cek kosong" untuk pengaturan lebih lanjut kepada peraturan di bawahnya.
Keduanya ternyata berdampak luas dan cenderung menjadi masalah baru di masyarakat. Untuk ciri yang pertama, seperti tulisan saya mengenai "Zombi APBN", badan-badan ini jelas akan menjadi beban baru untuk pengeluaran pemerintah. Pembentukkan badan tersebutnya menurut saya seperti orang yang hanya menghindar dari masalah sebenarnya, bukan berani menghadapi masalah tersebut dengan mengevaluasi dan mencoba memperbaiki. Mafia kasus, mafia pajak toh saat ini masih tetap ada walaupun ada badan atau komisi khusus yang telah dibentuk untuk menangani ketidakberesan sistem dan hukum di negara ini. Bukankah lebih baik berani mengambil resiko memenjarakan sekian banyak mafia dan memperbaiki sistem walau memang membutuhkan waktu jauh lebih baik daripada membentuk badan atau komisi baru yang nantinya juga ikut-ikutan tidak beres seperti yang lainnya. Berani mengevaluasi dan menindak pelaku serta sabar dan tetap melakukan inovasi perubahan sistem menurut saya jauh lebih efektif. Kesalahan yang sudah puluhan tahun dilakukan pasti membutuhkan waktu tahunan untuk merubahnya. Susah memang, namun bukan tidak mungkin dilakukan perubahan, semua kembali kepada kemauan untuk merubahnya atau tidak.
Sedangkan untuk ciri yang kedua, hal ini cukup menggelitik hati saya. Law making process di gedong hejo menurut saya cukup baik saat ini karena telah mengikutsertakan aspirasi masyarakat di dalam prosesnya dan keterbukaan juga lebih baik sehingga masyarakat dapat mengikuti proses pembentukan sebuah ruu. Jika peraturan lebih lanjut dari suatu undang-undang diberikan pada peraturan pemerintah atau mungkin peraturan di bawahnya, bagaimana dengan partisipasi masyarakat dalam mengawal sebuah peraturan yang ketika peraturan itu disahkan dan dinyatakan berlaku akan mengikat masyarakat untuk mentaatinya. Ketika pemerintah yang membuatnya menjadi peraturan yang mengikat apakah melalui proses yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh DPR terkait masalah partisipasi masyarakat? bagaimana kalau tidak? siapa yang akhirnya akan dirugikan? Apakah benar litbang atau penelitian-penelitian yang dilakukan oleh tiap departemen tersebut telah secara presisi mampu merepresentasikan kebutuhan atau permasalah yang ada di masyarakat? Idealnya partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat hingga desa harus dilakukan, sehingga masyarakat tahu benar apa yang hendak diperbaiki oleh pemerintah dan pemerintah juga tahu benar apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Bukankah peraturan perundang-undangan tersebut lahir untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarkat, bukan untuk menambah masalah. Semoga ada yang berkenan untuk menjawab beberapa pertanyaan saya. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H