Mohon tunggu...
Rasssian
Rasssian Mohon Tunggu... Free like a bird -

Personal Blog saya bisa cek di http://rasssian.com | Untuk Galeri Photography bisa cek di ig : Fauziardipitra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Kopi dan Keabstrakannya di Dalam Gelas

25 Januari 2018   14:34 Diperbarui: 27 Januari 2018   18:01 2281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: wallmazryq.files.wordpress.com

"ini baru selesai makan, duduk bentar nungguin waktu ashar," saya membalas.

"Oo... Berarti masih ada waktu agak lama ya, saya mesan kopi dulu," sahutnya. 

Sambil menunjukkan kepalan tangan dengan jempol yang mengacung aku dengan spontan mengatakan ok. Baru kali ini juga aku dihadapkan dengan seorang gadis yang blak-blakan memesan kopi hitam di depan seorang pria. Aku memperhatikannya ketika mengaduk, menyentuh gelas dan menyeruput kopi, sesekali dia menyelimuti gelas dengan tangannya.  Dia seperti mendalami sebuah momen, tetapi bukan itu maksudnya, bukan sok sok pencinta kopi. Setelah aku bertanya-tanya dan berbagi cerita, barulah aku pahami kopi baginya seperti pil rindu. 

"Tidak addict, sesekali aja sih Bang, kalau memang benar-benar butuh, itupun juga kalau lagi sendiri, rasanya itu seperti mengingat hal-hal yang telah lampau, rindu barang  kali" sedikit tawa dia selipkan di ujung pernyataannya. 

Namun urung untuk aku tanyakan lebih dalam, rindu seperti apa yang ingin ia selami.

Aku jelaskan juga kepada Dian yang sepertinya sedari tadi mengharapkan pernyataan kopi dan pengaruhnya terhadap hidupku yang semrawut ini.

"Kopi lebih seperti boosting idea, contohnya seperti orang-orang hyperaktif yang tidak bisa mengontrol dirinya, begitupun juga dengan ide, setelah kopi diseruput ide-ide akan mencuat, bahan pikiran pun akan berlari estafet di dalam kepala, opini, imajinasi, konsep desain bahkan aksara aksara, aku tumpahkan semua di dalam lembar kerja laptopku," agak sedikit berbisik aku sampaikan kepadanya. 

Dia seperti terkagum-kagum sambil membulatkan mulutnya seolah berkata wow, dengan suara yang lirih, matanya berbinar beradu pandang dengan mataku. Seketika itu juga dia mengubah ekspresi wajahnya, dia  tertawa tak tertahankan. 

"Abang memang kebanyakan gaya, kuliah saja tidak kelar, ide-ide segala," balasnya dengan nada yang agak berteriak. 

Sontak membuat orang-orang dalam ruangan kantin melongo dan menatap ke arah kami. Tentu saja aku malu, garuk-garuk kepala sambil memasang ekspresi senyum palsu untuk meredakan suasana yamg puak seketika. Tak lama setelah itu kami keluar dari kantin, Dian menghampiri teman-temannya, aku menuju masjid untuk melaksanakan shalat ashar.

Di suatu pagi di kedai Buk Mur juga pernah aku temukan hal yang sangat nyeleneh dan bisa dibilang absurd. Apa pasal, seorang pemuda dengan kopi hitamnya yang bersedotan. Setelah aku coba hampiri ternyata tidak hanya itu, kopi ini dingin memakai batu es. Awalnya aku ragu apa yang diminumnya, Buk Mur kan tidak menyediakan coca-cola dan saya sangat tahu apa-apa saja menu  yang disediakan Buk Mur. Pemuda itu mencoba untuk beramah tamah dengan basa-basinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun